BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap
organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya untuk mencapai tujuannya.
Sumber daya merupakan sumber energi, tenaga, kekuatan yang diperlukan untuk
menciptakan daya, gerakan, aktivitas, kegiatan, dan tindakan. Sumber daya
tersebut antara lain terdiri atas sumber daya alam, sumber daya finansial,
sumber daya manusia, sumber daya ilmu pengetahuan, dan sumber daya teknologi.
Di antara sumber daya tersebut, sumber daya yang paling penting adalah sumber
daya manusia (SDM-human resources). Sumber
Daya Manusia merupakan sumber daya alam yang digunakan untuk menggerakkan dan
menyinergikan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi, tanpa Sumber
Daya Manusia, sumber daya lainnya menganggur dan kurang bermanfaat.
Dalam
mencapai tujuan perusahaan dengan tepat dan sesuai sasaran yang telah
ditetapkan, peranan Sumber Daya Manusia sangat penting dan merupakan salah satu
kunci keberhasilan semua aktivitas dunia kerja.
Penggunaan Sumber Daya Manusia yang terarah dan efektif akan membawa
perusahaan mencapai tujuan. Untuk itu dibutuhkan kebijakan yang tepat dalam
memaksimalkan Sumber Daya Manusia agar mampu bekerja lebih baik dan produktif. Peranan
seorang pemimpin sangat diperlukan dalam memberikan pelatihan kerja atau dorongan
yang tepat kepada karyawan sebagai Sumber Daya Manusia dalam perusahaan,
sehingga karyawan mempunyai kinerja yang maksimal.
Hal
tersebut diharapkan agar seorang karyawan akan terdorong untuk bekerja lebih
baik dan pada diri mereka akan timbul keyakinan bahwa dengan bekerja baik,
tujuan perusahaan akan dapat lebih mudah tercapai, sehingga tujuan pribadipun
akan terpenuhi, maka kinerja karyawan dalam perusahaan menjadi optiamal. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau
indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu,
Wirawan (2009:5).
Pelatihan
adalah faktor yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan yang akan menjadi
modal karyawan melakukan pekerjaan secara teknis dan sesuai prosedur yang ada
dalam perusahaan. Pelatihan atau training adalah suatu kegiatan yang bermaksud untuk memperbaiki dan
mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari karyawan
sesuai dengan keinginan perusahaan, Nitisemito (1996:53).
Pengalaman
banyak perusahaan menunjukkan bahwa dengan program pengenalan yang bagus
sekalipun masih belum menjamin bahwa karyawan baru langsung dapat melakukan
pekerjaan dengan prestasi yang memuaskan perusahaan, sehingga karyawan tersebut
masih memerlukan pelatihan yang berhubungan dengan tugas dan pekerjaan mereka.
Demikian pula dengan karyawan lama saat mengatasi masalah dalam situasi dan
kondisi tertentu. Hal tersebut merupakan salah satu kendala perusahaan dalam
memaksimalkan kinerja karyawan.
Pelatihan
pada umumnya dimulai dengan orientasi, yaitu suatu proses di mana para pegawai
diberi informasi dan pengetahuan tentang kepegawaian, organisasi dan
harapan-harapan perusahaan. Mangkunegara (2003:51) mendefinisikan bahwa pelatihan
sebagai proses belajar mengajar yang menggunakan teknis yang dimiliki pegawai
pelaksana. Dalam pelatihan diciptakan suatu lingkungan di mana para pegawai
dapat memperoleh atau mempelajari sikap dan keahlihan, dan perilaku yang
spesifik yang berkaitan dengan kepegawaian. Di samping itu pelatihan diberikan
arahan untuk mengembangkan keahlian yang ada dalam diri pegawai.
Perusahaan yang cenderung lebih
dituntut kinerjanya secara profesional adalah perusahaan jasa, bukan berarti
perusahaan lainnya tidak dituntut profesional, karena perusahaan jasa pada
dasarnya adalah menjual pelayanan. Seperti saat ini cukup marak yaitu wisata
arung jeram yang beresiko cukup tinggi.
Perkembangan wisata era sekarang ini
mengalami perubahan, pada dekade tahun 1990 sampai 1998 wisata maupun kunjungan
wisata memiliki kecenderungan mengarah pada wisata-wisata yang bersifat
pariwisata belanja, sedangkan pada era 1999 sampai 2007 cenderung mengarah pada
wisata wisata yang benuansa religius. Sedangkan pada tahun
2008 sampai dengan tahun 2010 ternyata masyarakat lebih tertarik untuk berwisata
dengan tema "Back To Nature".
Hal ini merupakan dampak dari terus menguatnya basis-basis ekonomi dan sosial
budaya yang ada di sekitar kita. peluang ini tentu saja langsung di tangkap
oleh para investor yang secara jeli melihat kencenderungan masyarakat yang
membutuhkan sarana wisata yang bersifat alami seperti out bond, rafting dan
wisata alam lainnya. Wisata belanja yang di maksudkan adalah berupa hasil-hasil
kerajinan dan makanan tradisional,
wisata religi berupa kunjungan ke tempat-tempat peribadahan seperti,
wisata Wali Songo, masjid-masjid agung di seluruh Indonesia dan masih banyak
lagi, sedangkan wisata petualangan inilah yang sampai saat ini dinilai baru dan
potensial bagi wisatawan yang menyukai hal baru serta menantang.
Kegiatan wisata saat ini sangat
beragam, seiring dengan perkembangan ekonomi khususnya di bidang wisata arung
jeram, banyak bermunculan operator baru yang akan menimbulkan persaingan
khususnya di Jawa Timur. Seperti hal nya Kediri rafting,
“Kediri
rafting adalah tempat
rafting baru yang sudah
dioperasikan mulai 1 januari 2011.”, (http://outboundmalang.com),
Selain itu di Kabupaten Blitar juga muncul sebuah operator baru dengan nama Soko
Adventure yang resmi di buka pada tahun 2011. “Dinas Kebudayaan dan Pariwisata
Provinsi Jawa Timur kembali launching Wisata Air Arung Jeram di Desa Tegal Asri
Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar, kemarin (15 Mei 2011)”, (http://www.harianbhirawa.co.id).
Salah satu perusahaan yang bergerak
di bidang tersebut adalah “CV. OBECH Pesona Nusantara atau dikenal dengan OBECH
Wilderness Experience yang didirikan
pada tahun 2009 oleh para pelaku bisnis wisata alam yang kreatif dan sudah
sangat berpengalaman di bidang wisata alam khususnya wisata arung jeram. OBECH Pesona
Nusantara adalah perusahaan jasa penyelenggara kegiatan wisata arung jeram (rafting), out bound dan sarana rekreasi wisata alam serta pendidikan yang
beroperasi di Kawasan Wisata Alam Bandulan, Pacet, Mojokerto. Berada diatas
lahan seluas 2 Ha, OBECH Pesona Nusantara diciptakan menjadi tempat yang nyaman
untuk melaksanakan kegiatan wisata arung jeram, out bound perusahaan maupun tempat yang nyaman untuk berekreasi
keluarga, dan dilengkapi oleh fasilitas Pendopo (lobby), camping ground, out
bound area, high rope area serta
Shower Room yang representatif”,
(http://obech.com).
Jika dilihat dari namanya OBECH Pesona
Nusantara memang baru, akan tetapi sebenarnya yang berada di balik nama
tersebut adalah orang-orang yang sudah berpengalaman di dunia wisata
petualangan seperti rafting itu
sendiri. Walaupun demikian perusahaan perlu memperhatikan di sisi manajemen
tingkat bawah, sepertihalnya pemandu (guide)
yang mempunyai latar belakang pendidikan serta pengalaman yang masih minim,
sehingga memerlukan pelatihan kerja serta pelatihan yang cukup untuk meningkatkan kualitas kinerja karyawan
sebagai Sumber Daya Manusia yang profesional.
Selama ini
pelatihan karyawan arung jeram yang dilakukan oleh CV. OBECH
Pesona Nusantara lebih diarahkan pada teknis arung jeram itu sendiri
sepertihalnya beginner rafting yang
di dalamnya diberikan materi dasar arung jeram yang di dalamnya diberikan
materi teknis seperti pengenalan peralatan, teknik pendayungan, self rescue, dan yang paling utama di
arung jeram adalah team work. Setelah
melaluai pelatihan dasar berikutnya adalah pelatihan tingkat lanjut atau intermediet dengan kriteria pengenalan karakteristik
sungai, membaca arus sungai sehingga tingkat advance, di mana peserta pelatihan melakukan pengarungan di sungai
yang memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi. Dengan pelatihan yang dilakukan
dengan bertahap seperti disebut di atas, maka karyawan akan memiliki kemampuan
baik dalam arung jeram, sehingga karyawan dapat menjadi Sumber Daya Manusia yang
profesional di bidangnya.
Pelatihan merupakan modal awal bagi karyawan
untuk menjalankan perusahaan. Tanpa adanya pelatihan karyawan akan kesulitan
dalam melakukan pekerjaan, seperti halnya yang terjadi di CV. OBECH Pesona Nusantara yang bergerak dalam wisata arung jeram dengan
resiko pekerjaan yang cukup tinggi sehingga membutuhkan perhatian yang harus
direalisasikan oleh perusahaan untuk meningkatkan kualitas kinerja karyawannya.
Berdasarkan paparan di atas, maka sudah sewajarnya perusahaan
menitik beratkan perhatiannya terhadap pelatihan kerja karyawan demi
peningkatan kinerja perusahaan khususnya di sisi Sumber Daya Manusia sebagai
penggerak semua sember daya lain yang ada dalam perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Lucinda N M
(2009), yang membuktikan bahwa pelatihan berpengaruh signifikan terhadap
kinerja karyawan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul ” Pengaruh
Pelatihan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan CV. OBECH Pesona Nusantara Pacet
Mojokerto”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
Apakah pelatihan berpengaruh terhadap kinerja karyawan CV.
OBECH Pesona Nusantara Pacet Mojokerto?
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain :
Untuk mengetahui dan
menganalisis pengaruh pelatihan kerja terhadap kinerja
karyawan arung jeram CV. OBECH Pesona Nusantara Pacet Mojokerto.
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain :
1. Bagi Penulis.
Untuk mengetahui sejauh mana
teori-teori yang telah di dapat selama perkuliahan bisa diterapkan khususnya
dalam bidang manajemen sumber daya manusia.
2. Bagi Perusahaan
Diharapkan bisa menjadi bahan
masukan bagi perusahaan dalam memberikan pelatihan kepada karyawan di CV. OBECH
Nusantara Pacet Mojokerto.
3. Bagi Peneliti berikutnya
Diharapkan dapat digunakan
sebagai bahan perbandingan atau acuan bagi peneliti lain yang ingin melakukan
penelitian maupun pengembangan dalam bidang kajian yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan teori
2.1.1
Pengertian Pelatihan
Beberapa pengertian mengenai pelatihan yang dikemukakan oleh
beberapa ahli antara lain sebagai berikut :
a)
Pelatihan atau training adalah suatu kegiatan yang bermaksud untuk memperbaiki dan
mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari karyawan
sesuai dengan keinginan perusahaan,
Nitisemito (1996:53)
b)
Menurur
Gomes (2002:197), Pelatihan adalah usaha untuk memperbaiki performansi pekerja
pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya, atau satu
pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya.
c)
Mangkunegara
(2003:51) mendefinisikan bahwa Pelatihan sebagai proses belajar mengajar yang
menggunakan teknis yang dimiliki pegawai pelaksana.
d)
Ruky
(2003:230), Pelatihan kerja adalah proses sistematis untuk merubah perilaku
seseorang atau sekelompok karyawan dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi.
2.1.2
Komponen-komponen pelatihan
Menurut
As’ad (1998:74) komponen-komponen yang ada dalam pelatihan, sebagai berikut:
1)
Sasaran
pelatihan
Setiap pelatihan harus
mempunyai sasaran yang jelas dan dapat diuraikan ke dalam perilaku-perilaku
yang dapat diamati dan di ukur. Karena jika sasaran pendidikan dan latihan
tidak jelas maka akan tidak bisa diketahui efektivitas dari training itu
sendiri sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2)
Pelatih/Trainer
Tugas pelatih adalah
mengajarkan bahan-bahan latihan dengan metode-metode tertentu sehingga akan
memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan sesuai dengan
sasaran yang diinginkan perusahaan.
3)
Bahan-bahan
pelatihan
Berdasarkan sasaran
pelatihan barulah disusun untuk menentukan bahan-bahan yang relevan. Kalau
bahan tersebut tidak relevan jelas sasaran pelatihan tidak akan tercapai.
4)
Metode-metode
pelatihan
Setelah bahan latihan
ditentukan maka langkah berikutnya adalah menyusun metode latihan yang tepat.
Apabila metode latihan tidak tepat, maka sasaran latihan juga tidak bias
didapat.
5)
Trainers/Peserta
Peserta adalah komponen
yang cukup penting, sebab berhasilnya suatu program latihan tergantung pada
pesertanya. Sejauh mana peserta memerlukan dan merasa mampu untuk mengikuti
program pelatihan merupakan hal yang mempengaruhi kadar keberhasilan suatu
program latihan.
2.1.3
Tujuan pelatihan
Menurut
Simamora (2004:276), tujuan pelatihan dapat dikelompokkan dalam beberapa hal,
antara lain:
1)
Memperbaiki
kinerja.
2)
Memutakhirkan
keahlian karyawan sejalan dengan kemampuan teknologi.
3)
Mengurangi
waktu pembelajaran bagi karyawan agar menjadi kompeten dalam pekerjaan.
4)
Membantu
memecahkan masalah operasional.
5)
Mempersiapkan
karyawan untuk promosi.
6)
Mengorientasikan
karyawan terhadap organisasi.
7)
Memenuhi
kebutuhan pertumbuhan pribadi.
2.1.4
Unsur-unsur program pelatihan
Sebuah
program pelatihan yang kompetitif dan dapat memenuhin kebutuhan organisasi
menurut Hamalik (2001:35) memperhatikan unsur-unsur program pelatihan :
1)
Peserta
latihan
2)
Pelatih
/ instruktur
3)
Jabatan
lamanya latihan
4)
Pengalaman
kerja bahan latihan
5)
Motivasi
dan minat bentuk latihan
6)
Kepribadian
peserta
7)
Intelektual,
tingkat berpikir dan pengetahuan.
Syamsulbahri
(2004) menjelaskan bahwa seorang pelatih atau pengajar harus memiliki
interpersonal skill, meliputi :
1) Sikap positif.
2) Proaktif dan komunikasi yang baik.
3) Motivator unggul.
4) Menguasai materi dan referensi yang
baik.
5) Mampu memberikan contoh dan soal,
serta panduan yang relevan.
6) Memiliki tata karma yang baik.
7) Menguasai kelas dan menjelaskan
materi yang baik.
2.1.5
Kurikulum atau materi pelatihan
Moekijat
(1991:88) mengemukakan bahwa Materi pelatihan biasanya diinginkan bahan tertulis
sebagai dasar intruksi dan referensi.
Hardjana
(2001:12) menjelaskan bahwa pelatihan yang baik harus memiliki materi pelatihan
yang sesuai peserta pelatihan, mudah dimengerti, mudah dilaksanakan, tidak
bertele-tele, dan juga disampaikan dengan cara tepat.
Hamalik
(2001:46) menjelaskan bahwa seyogyanya materi yang diberikan memenuhi persyaratan
sebagai berikut :
1)
Obyektif,
artinya berdasarkan tujuan yang jelas dan operasional yang bertalian tujuan
tingkah laku yang diamati dan dapat diukur.
2)
Realistic,
artinya berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada di lingkungan organisasi dan
masyarakat.
3)
Keserasian,
artinya memiliki keserasian dengan kebutuhan para peserta pelatihan, pelatih,
kondisi dan situasi organisasi yang berubah dengan cepat serta nilai-nilai yang
berlaku.
4)
Koherensi,
artinya semua unsur kurikulum satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan
satu sama lain secara harmonis.
5)
Aplikatif,
artinya kurikulum tersebut dapat dapat diterapkan di lapangan dan dapat
diterima dengan mudah oleh semua pelatihan.
6)
Keberhasilan,
artinya kurikulum dapat memberikan hasil-hasil yang diharapkan sesuai dengan
tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
7)
Inovatif,
artinya kurikulum senantiasa mengikuti dan sejalan dengan kemajuan ilmu dan
teknologi.
8)
Konstruktif,
artinya kurikulum-kurikulum berorientasi pada persiapan tenaga kerja yang
terampil.
2.1.6
Prinsip-prinsip perencanaan
pelatihan
Mangkunegara
(2003:51), merumuskan prinsip-prinsip pelatihan dan pengembangan:
1) Materi harus diberikan secara
sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan.
2) Tahapan-tahapan tersebut harus
disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.
3) Penatar harus memotivasi dan
menyebarkan respon yang berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran.
4) Adanya penguat (reinforcement) guna membangkitkan respon yang positif dari peserta.
5) Menggunakan konsep Shaping (pembentukan perilaku).
2.1.7
Tahap-tahap pelatihan
Menurut
Barnardin and Russel dalam Sulistyani
dan Rosidah (2003:178) program pelatihan mempunyai tiga tahap aktivitas, antara
lain:
a)
Penilaian
kebutuhan pelatihan, yang tujuannya adalah mengumpulkan informasi untuk
menentukan dibutuhkan atau tidaknya program pelatihan.
b)
Pengembangan
program pelatihan, bertujuan untuk merancang lingkungan pelatihan dan
metode-metode pelatihan yang dibutuhkan guna mencapai tujuan pelatihan.
c)
Evaluasi
program pelatihan, yang mempunyai tujuan untuk menguji dan menilai apakah
program-program pelatihan yang telah dijalani secara efektif mampu mencapai
tujuan yang telah ditetapkan.
2.1.8
Metode pelatihan
Menurut
Handoko (2000:112) metode-metode pelatihan dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1)
Metode praktis (on the job trainng)
Metode ini paling banyak
digunakan, di mana karyawan belajar ilmu baru didampingi oleh supervise
langsung yang lebih berpengalaman, adapun dalam prakteknya berupa:
a)
Rotasi
Jabatan
Memberikan kepada
karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda dan praktek
berbagai macam kemampuan manajerial.
b) Latihan Intruksi Jabatan
Petunjuk-petunjuk
pengerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan dan digunakan terutama
untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan mereka sekarang.
c) Magang (Apprenticeships)
Merupakan proses belajar
dari seorang atau beberapa orang yang lebih berpengalaman, metode ini dapat
dikombinasikan dengan metode Off The Job
Training, asistensi dan intership adalah bentuk lain program magang.
d) Coaching
Atasan berperan sebagai
pelatih yang memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam
pelaksanaan kerja, sehingga terjadi hubungan
antara atasan dan bawahan.
e) Penugasan sementara
Penempatan karyawan pada
posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang
ditetapkan.
2)
Metode Simulasi Presentasi (Off The Job Training)
a)
Lecture (kuliah)
Presentasi atau ceramah
yang diberikan oleh pelatih atau pengajar kepada peserta pelatihan.
b)
Role Playing
Metode pelatihan
yang dilakukan dengan cara peserta diberi peran tertentu untuk bertindak dalam situasi khusus.
c)
Laboratory Training
Latihan untuk
meningkatkan kemampuan antar hubungan pribadi melalui sharing pengalaman,
perasaan, persepsi dan perilaku di antara beberapa peserta.
3 . Pelatih/Instruktur
Pelatih/Instrukur
yang baik sebaiknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1) Teaching Skill
Seorang pelatih harus
mempunyai kecakapan untuk mendidik, mengajarkan, membimbing, memberikan
petunjuk dan mentransfer pengetahuannya kepada peserta pengembangan.
2) Communication Skill
Seorang pelatih harus
mempunyai kecakapan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif.
3) Personality Authory
Seorang pelatih harus
memiliki kewibawaan terhadap peserta pelatihan
4) Social Skill
Seorang pelatih harus
pandai bersosial, agar terjamin kepercayaan dan kesetiaan dari para peserta
pelatihan.
5) Technical Competent
Seorang pelatih harus
berkemampuan teknis, kecakapan teoritis, dan tangkas dalam mengambil suatu
keputusan.
6) Stabilitas Emosi
Seorang pelatih tidak
boleh berprasangka buruk terhadap anak didiknya, tidak boleh cepat marah,
mempunyai sifat kebapakan, keterbukaan, tidak mendendam, serta memberikan nilai
yang obyektif.
2.1.9
Pengertian Kinerja
1)
Kinerja adalah keluaran yang
dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau
suatu profesi dalam waktu tertentu” Wirawan (2009:5).
2)
Menurut Mangkunegara (2005:9) “Kinerja
(prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab
yang diberikan”.
3)
As’ad (1998:47) menyatakan
bahwa “Kinerja merupakan hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang
berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan”.
2.1.10 Perencanaan Kinerja
Menurut Wirawan (2009:100) “Perencanaan
kinerja adalah pertemuan antara ternilai (appraise)
dengan superiornya atau penilai (appraisor)”,
antara lain membahas:
1)
Tugas, pekerjaan, tanggungjawab
ternilai, yaitu tugas atau pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh ternilai dan
prosedur yang harus diikuti oleh ternilai dalam melaksanakan pekerjaannya.
2)
Kompetensi yang diperlukan
ternilai agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, serta perilaku kerja dan
sifat pribadi yang harus dilakukan dan dimiliki oleh ternilai agar dapat
melaksanakan tugasnya dengan baik.
3)
Standard kinerja ternilai dalam
melaksanakan pekerjaannya dalam system MBO (Management
by Objectives) diformulasikan sebagai objektif, sasaran atau target kerja
ternilai, pembahasan indikator kinerja dan definisi operasionalnya, serta cara
pengukuran yang dilakukan oleh penilai.
4)
Menentukan cara pegawai agar
mencapai kinerjanya.
5)
Proses pengukuran kerja dan
instrument yang digunakan, serta waktu pelaksanaan penilai dan ternilai harus
memahami teknik dan pengukuran kinerja ternilai.
6)
Merencanakan pengembangan
kompetensi ternilai jika belum memiliki kompetensi tersebut sepenuhnya, jika
belum mempunyai kompetensi inti yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan,
penilai dilatih dan dikembangkan.
2.1.11 Pelaksanaan Kinerja
Menurut Wirawan (2009:103), “Pelaksanan
kinerja adalah proses sepanjang tahun di mana pegawai melaksanakan tugas atau
pekerjaannya dan berupaya mencapai kinerjanya dengan cara menggunakan
kompetensi kerjanya”. Pelaksanaan kinerja merupakan aktivitas bersama pegawai
dan manajernya. Pegawai dan manajer mempunyai tanggung tertentu, antara lain:
Pegawai mempunyai tanggungjawab sebagai berikut:
1)
Komitmen pencapaian tujuan
2)
Meminta balikan dan pelatihan
kinerja
3)
Berkomunikasi secara terbuka
dan teratur dengan manajernya
4)
Mengumpulkan dan berbagi data
kinerja
5)
Mempersiapkan telaah kinerja.
Manajer penilai mempunyai tanggungjawab berikut:
1)
Menciptakan kondisi yang
memotivasi karyawan
2)
Mengobservasi dan
mendokumentasi kinerja pegawai
3)
Menyesuaikan dan merevisi
tujuan, standard kinerja, dan kompetensi pekerjaan untuk mengkondisikan
perubahan
4)
Memberikan balikan dan
pelatihan
5)
Menyediakan pengalaman
pengembangan
6)
Memperkuat perilaku yang
efektif para karyawan dan kemajuan kea rah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.
2.1.12 Dimensi kinerja
Menurut Wirawan (2009:54) “Secara umum,
dimensi kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu hasil kerja,
perilaku kerja, dan sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan”.
1)
Hasil kerja
Hasil kerja adalah hasil keluaran kerja dalam bentuk
barang atau jasa yang dapat dihitung kualitas dan kuantitasnya.
2)
Perilaku kerja
perilaku kerja adalah perilaku karyawan yang ada
hubungannya dengan pekerjaan.
3)
Sifat pribadi yang ada
hubungannya dengan pekerjaan
Adalah sifat pribadi karyawan yang diperlukan dalam
melaksanakan pekerjaannya.
2.1.14 Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja dimulai dengan
pengumpulan data kinerja para pegawai sepanjang masa evaluasi kinerja.
Pengumpulan data dilakukan melalui observasi tentang apa yang dilakukan para
karyawan.
Menurut Bernadin and Russel (1993:380) kinerja dapat diukur dengan enam primer,
meliputi:
1)
Quality
Sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan
mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
2)
Quantity
Merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya ; jumlah
rupiah, jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang dihasilkan.
3)
Time Lines
Sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang
dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output serta waktu yang tersedia
untuk kegiatan yang lain.
4)
Cost Effectiveness
Sejauh mana penerapan SDM keuangan, teknologi dan
material dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian
dari setiap unit penggunaan SDM.
5)
Need for Supervision
Sejauh mana seorang pekerja melaksanakan suatu fungsi
tanpa memerlukan pengawasan seorang supervision untuk mencegah tindakan yang
tidak diinginkan.
6)
Interpersonal Import
Merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara harga
diri, nama baik, dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.
2.1.15
Kerangka
Konseptual
Dasar kerangka konseptual adalah kerangka proses
berpikir. Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan studi dan
tinjauan pustaka, maka terlebih dahulu disusun kerangka proses berfikir.
Kerangka proses berfikir tersebut disusun berdasarkan pendekatan deduktif
(studi teoritik), yaitu menganalisis permasalahan penelitian dari hal-hal yang
bersifat umum ke arah hal-hal yang bersifat khusus untuk memperjelas wawasan
dalam melakukan analisis melalui teori dan konsep yang telah mapan, maupun memberikan
tuntunan induktif (studi empirik), yaitu menganalisis permasalahan penelitian
dari hal-hal yang bersifat khusus kearah hal-hal yang bersifat umum untuk
memperjelas wawasan dalam melakukan analisis melalui studi empirik. Dengan
pendekatan deduktif dan induktif yang saling berhubungan dan bersifat
resiprokal (ditunjukkan oleh dua arah anak panah) atau bersifat bolak balik,
diharapkan peneliti akan memperoleh gambaran konsep berpikir yang sesuai dengan
landasan teoritik dan empirik yang telah dibangun, sehingga peneliti mampu
berpikir sesuai dengan landasan teoritik maupun landasan empirik tersebut.
Dengan pendekatan deduktif dan induktif yang saling berhubungan dan saling
melengkapi tersebut, dimaksudkan untuk menetapkan variabel-variabel penelitian,
yaitu: motivasi, pelatihan dan kinerja, yang selanjutnya disusunlah hipotesis
penelitian.
Menurut Nasir (2003:151), hipotesis adalah jawaban
sementara terhadap masalah penelitian, yang perlu dikaji kebenarannya melalui
uji statistik. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru
didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris
yang diperoleh melalui pengumpulan data dan uji statistik. Nasir (2003:151)
mengatakan bahwa Secara garis besar kegunaan hipotesis adalah sebagai berikut:
a. Memberikan batasan serta
memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
b. Menyiagakan peneliti kepada
kondisi fakta dan hubungan antarfakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari
perhatian peneliti.
c. Sebagai alat yang sederhana
dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu
kesatuan penting dan menyeluruh.
d. Sebagai panduan dalam
pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antarfakta.
Uji statistik memberikan informasi tentang
pembuktian hipotesis sehingga dapat dievaluasi apakah hipotesis tersebut
mendukung atau menolak atau mengembangkan studi teoritik atau empirik yang
tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu.
Berdasarkan pengujian statistik, akan menghasilkan skripsi,
dan dari skripsi tersebut akan memberikan kontribusi terhadap studi teoritik
yang mendukung, menolak atau mengembangkan teori yang sudah ada khususnya di
bidang Ilmu Manajemen (ditunjukkan oleh anak panah ke arah studi teoritik).
Pada sisi lain, disertasi akan memberikan kontribusi terhadap studi emprik yang
mendukung, menolak atau mengembangkan studi empirik sebagai acuan penelitian
selanjutnya atau untuk pengambilan keputusan secara praktis (ditunjukkan oleh
anak panah ke arah studi empirik).
Dari uraian tersebut kiranya dapat menunjukkan
bagaimana proses berpikir peneliti, sehingga penelitian ini memang memiliki
arah yang jelas, dasar-dasar teori dan empirik yang kokoh, ilmiah dan rasional.
Dengan mengacu pada rumusan masalah, landasan teori,
dan kerangka proses berfikir maka dirancang sebuah kerangka konseptual.
Kerangka konseptual ini menjelaskan pengaruh antar variabel, yaitu
variabel-variabel dependent terhadap variabel independent, baik pengaruh
langsung maupun pengaruh tidak langsung.
Gambar 2.1
Kerangka Proses Berpikir
Adapun kerangka konseptual dalam penyusunan seminar manajemen ini dapat digambarkan dalam model sebagai berikut :
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
|
||||
Dari gambar
diatas kerangka konseptual diatas dilihat bahwa variabel bebas (X) pelatihan kerja
akan mempengaruhi variabel terikat (Y) yaitu kinerja karyawan di CV. Obech
Pesona Nusantara, Pacet, Mojokerto.
2.1.16
Hipotesis
Hipotesis
merupakan jawaban sementara terhadap rumusan penelitian dimana rumusan
penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya (Sugiyono, 2009:64).
Berdasarkan
paparan pada latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teori, kerangka
proses berpikir dan kerangka konseptual, maka hipotesis yang pada penelitian
ini adalah sebagai berikut :
a.
Pelatihan
berpengaruh
signifikan terhadap Kinerja
Karyawan CV. OBECH Pesona Nusantara.
2.2
Penelitian Terdahulu
1.
Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja
Karyawan Di Pondok Jatim Park Kota Batu.
Penelitian ini bertujuan untuk; (1) Untuk mengetahui
pelaksanaan pelatihan dengan menggunakan metode on the job training, (2) Untuk mengetahui pelaksanaan pelatihan
dengan menggunakan metode off the job
training, (3) Untuk mengetahui kondisi kinerja karyawan, (4) Untuk
mengetahui pengaruh On The Job Training
terhadap kinerja karyawan, (5) Untuk mengetahui pengaruh Off The Job Training terhadap kinerja karyawan, (6) Untuk
mengetahui pengaruh On The Job Training
dan Off The Job Training terhadap
kinerja karyawan.
Variable penelitian ini adalah pelatihan (X) sebagai
variable independent dan kinerja
karyawan (Y) sebagai variable dependent.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui
bahwa berdasarkan hasil analisis regresi secara parsial terbukti bahwa
variable motivasi (X) berpengaruh signifikan terhadap variable kinerja karyawan
(Y).
Persamaan penelitian sekarang dengan penelitian
diatas adalah pada salah satu variabel yang diteliti yaitu pada variabel pelatihan
(X). dan kinerja (Y), sedangkan perbedaan penelitian sekarang dengan penelitan
diatas adalah terletak pada penggunaan indikator variabel pelatihan (Y) yaitu; On The Job Training dan Off
The Job Training terhadap kinerja karyawan (Y).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar