KEKUATAN
HUKUM SERTIFIKAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA HAK MILIK ATAS TANAH SETELAH BERLAKUNYA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997
Diajukan Guna Memenuhi Sebagian
Tugas-Tugas dan Syarat Untuk mencapai
Gelar Sarjana
Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Gresik
Oleh :
AHZAB
NIM :
2008010011
Universitas
Gresik
Fakultas
Hukum
2012
ABSTRAKSI
Pemberian
jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, diperlukan penyelenggaraan
pendaftaran tanah, yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk
dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasainya, dan bagi para
pihak yang berkepentingan seperti calon pembeli dan calon kreditor, untuk
memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi objek
perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi pemerintah untuk melaksanakan
kebijaksanaan pemerintahannnya. Para
pemegang hak yang telah mendaftarkan haknya, akan mendapatkan sertifikat,
sertifikat tersebut dapat digunakan sebagai alat pembuktian yang kuat. Walaupun
jaminan kepastian hukum telah diberikan oleh pemerintah sejak ditetapkannya
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), namun dalam kenyataanya masih banyak
terjadi sengketa atas tanah, terutama sengketa hak milik atas tanah, yang
beberapa diantaranya berakhir dengan dibatalkannya sertifikat hak milik atas
tanah, oleh hakim yang menangani dan memutuskan sengketa tanah tersebut.
Melihat kenyataan yang demikian, masyarakat akan semakin ragu atas jaminan
kepastian hukum yang diberikan oleh pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 Tentang kekuatan hukum sertifikat dalam menyelesaikan
sengketa hak milik atas tanah ini, maka sejumlah tanah yang selama ini
diragukan tentang bukti keabsahannya, telah dipertegas sebagai tanah-tanah yang
dapat dialihkan menjadi hak-hak atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria
(UUPA).
Berdasarkan uraian dalam latar
belakang di atas, maka dirumuskan dua permaslahan yaitu bagaimanakah kekuatan
hukum sertifikat hak milik atas tanah setelah berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997? Dan bagaimanakah upaya penyelesaian yang dilakukan apabila
terjadi sengketa hak milik atas tanah?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
menggunakan tipe penelitian hukum yuridis normatif (hukum normatif) yaitu suatu
prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika
keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Sedangkan pendekatan yang digunakan
adalah pendekatan
Perundang-undangan (Statue Approach)
yaitu yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi focus
sekaligus tema sentral suatu penelitian. Dan pendekatan konsep (Conceptual
Approuch) yaitu untuk melihat konsep-konsep yang terkait denga kekuatan
sertifikat dalam penyelesaian sengketa hak milik atas tanah. Bahan hukum yang
dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahn hukum primer dan sekunder. Bahan
hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai
otoritas bahan hukum terdiri dari
perundang-undangan, catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan
perundang-undangan dan putusan hakim. Adapun bahan hukum primer meliputu:
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Sedangkan bahan
sekunder, yaitu bahan yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat
para sarjana dan kasus-kasus hukum. Baik bahan hukum primer maupun bahan hukum
sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan dan diklasifikasikan menurut sumber dan hirarkhinya
untuk dikaji secara komprehensif. Adapun bahan hukum diperoleh dalam penelitian
studi kepustakaan, aturan perundang-undangan, yang penulis uraian dan
dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih
sistematis guna menjawab permasalahan yang dirumuskan. Cara pengolahan bahan
hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu
permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan kongkrit yang dihadapi.
Selanjutnya bahan hukum dianalisa untuk melihat bagaimana kekuatan hukum
sertifikat dalam penyelesaian sengketa hak milik atas tanah.
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a.
Sertifikat hak milik atas tanah
berfungsi sebagai alat bukti yang kuat dan dijamon kepasyian hukumnya. Maksud
dari jaminan kepastian hukum tersebut, bahwa selama tidak dapat dibuktikan
sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus
diterima sebagai data yang benar. Jadi dengan kata lain bahwa kekuatan hukum
sertifikat tidak bersifat mutlak. Sertifikat Nomor 2398 atas nama Koko Gunawan
Thamrin, berdasarkan kronologis pemilikan hak, adalah cacat hukum. Sehingga
sertifikat hak milik atas tanah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, dan
tidak dapat digunakan sebagai alat bukti sebagaimana disebutkan di atas. Oleh
karena itu sertifikat itu harus dibatalkan.
b.
Pada sengketa tanah sebagaimana telah
disebutkan pada bagian fakta dapat disimpulkan bahwa jual beli antara Saidina
Oemar dengan Dra. Martina Toto Kasihan dinyatakan sah, berdasarkan bukti akta
jual beli dan surat penyerahan hak atas tanah. Oleh karena itu Mahkamah Agung
dalam putusannya menyatakan bahwa tanah sengketa adalah sah milik penggugat
atau Dra Martina Toto Kasihan. Pada dasarnya, yang beritikad tidak baik dalam
kasus tersebut adalah Saidina Oemar, Karena telah menjual tanah sengketa dua
kali pada orang yang berbeda. Walaupun demikian, karena Koko Gunawan Thamrin
tidak segera menyerahkan sertifikat hak milik nomor 2398 kepada Kepala Kantor
Pertanahan Tuban, setelah dikeluarkannya keputusan Pengadilan Tata Usaha Surabaya
yang telah berkekuatan hukum tetap, dan karena Kepala Kantor Pertanahan Tuban
telah melakukan onrechtmatige
overheiddead (perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pejabat
negara), maka diputuskan oleh Mahkamah Agung bahwa Koko Gunawan Thamrin dan Kepala
Kantor Pertanahan Tuban telah melakukan perbuatan melawan hukum.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Masalah
Pemberian
jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, diperlukan penyelenggaraan
pendaftaran tanah, yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk
dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasainya, dan bagi para
pihak yang berkepentingan seperti calon pembeli dan calon kreditor, untuk
memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi objek
perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi pemerintah untuk melaksanakan
kebijaksanaan pemerintahannnya.
sertifikat
dalam menyelesaikan sengketa hak milik atas tanah yang merupaklan peraturan
pelaksana dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), diharapkan mampu
mengembalikan kepercayaan masyarakat atas jaminan kepastian hukum yang diberikan
pemerintah terhadap hak atas tanah.
B.
Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar
belakang di atas, maka ada beberapa permasalahan yang akan penulis bahas dalam
penulisan skripsi ini yang mana mengenai :
1.
Bagaimanakah kekuatan hukum
sertifikat hak milik atas tanah setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997?
2.
Bagaimanakah upaya penyelesaian
yang dilakukan apabila terjadi sengketa hak milik atas tanah?
3. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui kekuatan hukum sertifikat hak milik atas tanah
setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
2.
Untuk mengetahui upaya
penyelesaian yang dilakukan apabila terjadi sengketa hak milik atas tanah.
4. Manfaat
Penulisan
Adapun
manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini yaitu :
- Manfaat Teoritis:
Hasil penelitian ini diharapkan turut memberikan
sumbangan pemikiran dan pengembangan lebih lanjut di bidang ilmu hukum,
khususnya dalam bidang pertanahan.
- Manfaat Praktis:
Diharapkan dari hasil penelitian skripsi ini dapat
memberikan sumbang pikiran atau masukan bagi kantor Badan Pertanahan Nasional,
Pemerintah Desa maupun masyarakat yang berkepentingan mengurus setifikat hak
atas tanah.
E. Metode
Penelitian
1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian hukum yang dilakukan
adalah yuridis normatif (hukum normatif). Metode penelitian hukum normatif
adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan
logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.[1]
2.
Pendekatan Masalah
Sehubungan tipe penelitian Yuridis
Normatif, maka pendekatan masalah adalah
pendekatan Perundang-undangan
(Statue Approach) yaitu yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum
yang menjadi focus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Dan pendekatan konsep
(Conceptual Approuch) yaitu untuk melihat konsep-konsep yang terkait denga
kekuatan sertifikat dalam penyelesaian sengketa hak milik atas tanah.
3.
Bahan Hukum
Bahan
hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.
Bahan hukum primer: bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang
bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas bahan hukum terdiri dari perundang-undangan, catatan
resmi, atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Bahan
sekunder, yaitu bahan yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat
para sarjana dan kasus-kasus hukum.[2]
4. Prosedur pengumpulan bahan hukum
Baik bahan hukum primer maupun bahan
hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah
dirumuskan dan diklasifikasikan menurut
sumber dan hirarkhinya untuk dikaji secara komprehensif.
5. Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Adapun bahan hukum diperoleh dalam
penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan, yang penulis uraian
dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih
sistematis guna menjawab permasalahan yang dirumuskan. Cara pengolahan bahan
hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu
permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan kongkrit yang dihadapi.
Selanjutnya bahan hukum dianalisa untuk melihat bagaimana kekuatan hukum
sertifikat dalam penyelesaian sengketa hak milik atas tanah.
E. Sistematika
Penulisan
Penulisan disusun dengan sistematika
yang terbagi dalam empat bab masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab.
Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah
sebagai berikut:
Bab I sebagai pendahuluan menguraikan tentang latar belakang, perumusan
masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan metode yang dipergunakan dalam
penulisan skripsi ini serta sistematika penulisan.
Bab II sebagai jawaban dari
permasalahan yang pertama yaitu kekuatan
hukum sertifikat hak milik atas tanah setelah berlakunya Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997. Dalam bab ini juga diuraikan dalam subbab yaitu mengenai
kekuatan sertifikat tanah, pengaaturan hak milik atas tanaah dan pendaftaran
tanah.
Bab III menguraikan dan membahas
tentang pPenyelesaian Sengketa Hak Milik Atas Tanah Setelah Berlakunya Peraturan
Pemerintahan Nomer. 24 Tahun 1997 serta akibat hukum sengketa hak milik atas
tanah.
Bab
IV merupakan bab penutup yang menyimpulkan dari jawaban-jawaban atas
permasalahan berdasarkan uraian dalam Bab II dan Bab III dan disertai dengan
saran-saran sebagai kelengkapan dari penulisan.
BAB II
KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT HAK MILIK ATAS TANAH
A.
Kekuatan Hukum Sertifikat
Fakta
dalam penulisan skripsi ini didapat dari contoh sengketa atas sebidang tanah
seluas 1.420 M2 yang terletak di Merakurak Kabupaten Tuban sebagai kajian dalam
penulisan sekripsi
Pengadilan
Tata Usaha Negara Surabaya dalam perkara tersebut, pada tanggal 14 November
1993 memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:
1. Menerima gugatan untuk seluruhnya:
2. Menyatakan batal dan tidak sah, surat
gugatan tanggal 3 Mei 1993 No. 571/1861/BPN/1993
1.
Menyatakan batal sertifikat No.
1398 atas nama Koko Gunawan Thamrin dengan segala akibat hukumnya;
2.
Mewajibkan tergugat untuk
menerbitkan sertifikat hak milik atas nama penggugat;
5. Menghukum tergugat membayar ganti rugi
kepada penggugat akibat kelalaiannya Rp.
5.000.000,00;
6. Menghukum tergugat membayar biaya perkara
sebesar Rp. 357.500.00;
Pengadilan
Tata Usaha Negara Surabaya dalam perkara gugatan tingkat banding No.
04/Bdg/G/PL/PT.TUN/Sby/1994, pada tanggal 15 November memberikan putusan yang
amarnya sebagai berikut :
1. Menerima permohonan banding
2. Menguatkan putusan pengadilan Tata Usaha
Negara tanggal 24 November
1993 No.
26/P.TUN/G/Sby/1993 dengan perbaikan sehingga amarnya berbunyi sebagai
berikut :
a. Menolak gugatan terbanding / penggugat asal sebagian
b. Menyatakan tidak sah pembanding / tergugat
asal tanggal 3 mei 1993 No.507 /1861 /BPN/1993
c. Menyatakan batal sertifikat No.2398 atas nama
Koko Gunawan Thamrin dengan segala akibat hukumnya
d. Mewajibkan pembanding/tergugat asal untuk
menertibkan sertifikat hak milik atas nama terbanding/penggugat asal
berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada Badan Pertahanan Nasional
tentang cara penertiban sertifikat
e. Menghukum pembanding / tergugat asal untuk
membayar biaya perkara pada kedua tingkat
peradilan, yang pada
tingkat banding sebesar Rp.
50.000,00;
f. Menolak gugatan terbanding / penggugat asal selebihnya.
sertifikat
hak milik yang secara sah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tuban.
Oleh karena putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya No. 04/Bdg/G/PL/PT.TUN/Sby /1994
mengalami kebutuhan dan tidak dapat terlaksana dengan baik, maka Dra. Martina
pada bulan Maret 1996 mengajukan gugatan pada Pengadilan Negeri Kabupaten Tuban
terhadap:
1. Koko Gunawan Thamrin sebagai tergugat I
2. Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Tuban sebagai tergugat II
Majelis
Pengadilan Negeri Kabupaten Tuban yang mengadili gugatan tersebut memberi
putusan mengabulkan gugatan untuk sebagian yang amarnya pada intinya sebagai
berikut:
1. Tanah
sengketa milik penggugat
2. Memerintahkan tergugat I untuk menyerahkan
Sertifikat Hak Milik No.2.398 kepada tergugat II
3. Menyatakan tergugat I dan II melakukan
perbuatan melawan hukum
4. Memerintahkan tergugat II memusnahkan
sertifikat hak milik atas nama Koko Gunawan Thamrin.
5. Memerintahkan tergugat II untuk
menerbitkan Serifikat Hak Milik atas nama tergugat
6. Menyatakan tidak mempunyai ketentuan hukum
serta batal dengan segala akibat hukumnya Sertifikat Hak Milik No.2.398 atas
nama Koko Gunawan Thamrin
7. Menghukum tergugat I dan II untuk membayar
biaya perkara sebesar Rp.143.500,00
8. Menolak gugatan penggugat selebihnya.
Memori
banding yang diajukan pembanding Koko Gunawan Thamrin yang pokoknya sebagai
berikut :
1.
Hakim Pengadilan Negeri tidak
memperhatikan telah ada putusan Mahkamah Agung R.I No.1072 K/P DT/1993 yang
membenarkan bahwa tanah sengketa adalah milik pembanding / tergugat
asal I
2.
Putusan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara No. 04 / Bdg / G / PL / PT. TUN / G / Sby / 1995
3.
Hakim Pengadilan Negeri sengaja tidak memuat bukti tergugat I berupa Putusan Pengadilan
Tata Usaha Negara No. 15/P.TUN/G/Sby/1995
Selanjutnya
Kontra Memori Banding yang diajukan oleh terbanding mengemukakan bahwa segala
sesuatu telah cukup dipertimbangkan
sehingga putusan Pengadilam Negeri patut dikuatkan. Majelis Pengadilan Tinggi
yang mengadili perkara ini dalam
putusannya memberi pertimbangan yang ada pokoknya sebagai berikut:
1. Bahwa bukti yang diajukan penggugat
asal / terbanding berupa akta jual dan surat penyerahan hak atas
tanah menurut Pengadilan Tinggi bukan merupakan bukti sempurna, sehingga
kekuatan bukti ini masih dapat diuji dengan bukti yang diajukan pembanding;
2. Pembanding telah mengajukan bukti hak
pemilikan tanah berupa sertifikat hak milik No. 2.398 yang semula tertulis atas
nama Ny. Puspowati Satio. Pembanding melakukan jual beli dengan Ny.Puspowati
Satio pada tanggal 2 April
1984 ;
3. Dari Sertifikat No.2398, terbukti pula
bahwa sebelum atas nama Ny. Puspowati Satio, juga tertulis atas nama Saidina
Oemar. Selanjutnya Saidina Oemar ini juga menjual dan mengalihkan tanah
sengketa kepada terbanding (Dra. Martina Toto Kasihan). Keadaan ini memberikan
petunjuk bukti bahwa Saidina Oemar telah beri’tikad buruk terhadap penggugat
asal/terbanding;
4. Seharusnya penggugat asal/terbanding
membuktikan kepalsuan sertifikat hak milik No.2398. Hal ini tidak dilakukan
sehingga ia tidak berhasil/gagal membuktikan dalil gugatannya;
5. Sebaliknya, tergugat asal I/Pembanding
mengajukan bukti putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
No.15/P.TUN/G/Sby/1995/TN, yang secara sempurna melumpuhkan kekuatan bukti
putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara No. 04/Bdg/G/PL/PT.TUN/Sby/1984,
yaitu bahwa putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya tidak dapat
dieksekusi terhadap pemegang sertifikat hak milik yang sah No. 2.398 (Koko
Gunawan Thamrin) yang telah diterbitkan secara sah oleh Kantor Pertanahan
Kabupaten Tuban;
Dengan
pertimbangan tersebut, maka Majelis Hakim Pengadilan Tinggi memberi putusan,
yaitu :
1.
Menerima Permohonan banding;
2.
Membatalkan putusan Pengadilan
Negeri Kabupaten Tuban No.35/Pdt.G/1996/Tbn;
3.
Menolak Gugatan penggugat;
Pendirian
Mahkama Agung tersebut di dasari oleh alasan yuridis yang inti sarinya sebagai
berikut :
1.
Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Kabupaten Tuban No. 26 / P.TUN / G / Tbn / 1993.
2.
Putusan Pengadilan Tinggi Tata
Usaha Negara No.. 04 / Bdg / G/PL/P.TUN/Tbn/1994, kedua putusan Peradilan Tata
Usaha Negara di atas obyek sengketanya adalah pembatalan sertifikat hak milik
No. 2398 atas nama Koko Gunawan Thamrin. Kedua putusan tersebut telah
berkekuatan tetap.
3.
Di samping kedua putusan
tersebut di atas, ada putusan lain yaitu, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara
No.15 / P.TUN / G / Sby / 1995 / TN, dengan obyek sengketa berupa pembatalan
Surat Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tuban No. 570 / 2619 / 1995, tanggal 24 April 1995 .
Peraturan Hak Milik Atas Tanah
Peraturan-peraturan
yang digunakan sebagai dasar hukum dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai
berikut :
1. Pasal 1459 KUH Perdata yang berbunyi:
“Hak milik atas nama baru beralih pada
pembelinya dilakukan apa yang disebut penyerahan Yuridis”.
2. Pasal 13 (2) HIR yang menyatakan :
“Perselisihan kecil-kecil yang
semata-mata hanya kepentingan penduduk Indonesia , hendaklah didamaikan
dengan mufakat oleh orang-orang tua di desa itu”
3. Pasal 19 (1) Undang-Undang Pokok agraria
yang berbunyi:
“Untuk menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia
menurut ketentuan yang di atur dengan peraturan pemerintah”.
4. Pasal 19 (2) c Undang-Undang Pokok Agraria
yang berbunyi:
“Pemberian surat-surat tanda bukti hak,
yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”.
5. Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria yang
berbunyi:
“Yang dapat mempunyai hak atas tanah
secara penuh dan luas (semua macam hak) adalah Warga Indonesia”.
6. Penjelasan umum Undang-undang Nomor. 20
Tahun 1961 yang berbunyi :
“Pada asasnya maka jika diperlukan
tanah dan atau benda lainnya kepunyaan orang lain untuk suatu keperluan haruslah
lebih dulu diusahakan agar tanah itu dapat diperoleh dengan persetujuan yang
empunya, misalnya atas dasar jual beli, tukar menukar atau lain sebagainya”.
7. Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 yang berbunyi:
“Pendaftaran tanah dilaksanakan
berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka”.
8. Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah
Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi:
“Sertifikat merupakan surat tanda bukti
hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data
yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis
tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang
bersangkutan”.
1.
Peraturan Menteri Negara
Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 tentang tata cara
pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan.
C. Pendaftaran Tanah
a. Pengertian Pendaftaran
Tanah Dalam
pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa
pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah
secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan,
pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data
yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan
satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi
bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun
serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
Isi
pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat dipertegas
sebagai berikut:
1). Pendaftaran awal yang mendaftarkan hak-hak
atas tanah untuk pertama kali dan harus terus dipelihara. (Ajudikasi)
2). Pendaftaran hak-hak karena adanya mutasi
hak, ataupun adanya pengikatan jaminan hutang dengan tanah sebagai agunan dan
pendirian hak baru. (H.G.B. atau Hak Pakai di atas Hak Milik)
3). Hak-hak yang timbul dari rumah susun dan
bagian-bagian dari rumah susun.
4). Pendaftaran tersebut meliputi pengumpulan,
pengolahan, pembukuan dan penyajian serta memelihara data fisik dan data
yuridis.
b. Sistem
Publikasi Pendaftaran Tanah Yang diterapkan
Sistem publikasi pendaftaran tanah menurut Boedi
Harsono ada dua system yaitu System Positif dan System Negatif.
“Yang dimaksud dengan Sistem Positif dalam
pendaftaran tanah adalah apa yang terkandung di dalam buku tanah dan
surat-surat tanda bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang
mutlak”.
Dalam system publikasi positif orang yang dengan
i’tikad baik dan dengan pembayaran, memperoleh hak dari orang yang namanya
terdaftar sebagai pemegang register, memperoleh apa yang disebut Indefiasible tittle (Hak yang tidak
dapat diganggu gugat) dengan didaftarnya namanya sebagai pemegang dalam
register, meskipun kemudian hari terbukti bahwa yang terdaftar sebagai pemegang
hak tersebut bukan pemegang hak yang sebenarnya.
berlaku sebagai alat pembayaran yang kuat.
Pernyataan tersebut mengandung arti, bahwa pemerintah sebagai penyelenggara
pendaftaran tanah harus berusaha, agar sejauh mungkin dapat disajikan data yang
benar dalam buku tanah dan peta pendaftaran, sehingga selama tidak dapat
dibuktikan yang sebaliknya, data yang disajikan dalam buku tanah dan peta
pendaftaran harus diterima sebagai data yang benar. Demikian juga data yang
dimuat dalam sertifikat hak, sepanjang data tersebut sesuai dengan yang ada
dalam buku tanah dan peta pendaftaran.
Tetapi meskipun demikian sistemnya juga bukan
system positif. Dalam system positif data yang disajikan dijamin kebenarannya
dan bukan hanya berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, tapi data tersebut
mempunyai daya pembuktian yang mutlak.
Berkaitan dengan hal tersebut, Undang-undang Pokok
Agraria (UUPA) sudah tiba waktunya untuk beralih dari system negatif ke system
positif di dalam pendaftaran tanah, sehingga menjadikan sertifikat hak atas
tanah merupakan satu satunya alat bukti hak, dengan pengertian apabila dapat
dibuktikan bahwa sertifikat tersebut ternyata palsu atau dipalsukan atau
diperoleh dengan jalan tidak sah, maka tentu saja sertifikat tersebut dianggap
tidak sah dan menjadi batal dengan sendirinya.
c. Pengertian Sertifikat
Dalam pasal 1 nomor 20 Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 disebutkan bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak
sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok
Agraria (UUPA) untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik
atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan
dalam buku tanah yang bersangkutan.
Menurut sertifikat merupakan salinan buku tanah dan
surat ukurnya setelah dijilid menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas
sampul yang bentuknya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Secara
Fisik sertifikat hak atas tanah terdiri dari Sampul Luar, Sampul Dalam, Buku
Tanah dan Surat Ukur. Sertifikat tersebut diberikan kepada yang berhak dan
merupakan surat tanda bukti seperti yang yang dimaksud dalam Pasal 19
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
d. Tujuan diterbitkannya Sertifikat Hak
Milik Atas Tanah
Pada Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor
24 Tahun 1997 disebutkan bahwa sertifikat diterbitkan untuk kepentingan
pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang
telah didaftar dalam buku tanah. “Penerbitan sertifikat dimaksud agar pemegang
hak dapat dengan mudah membuktikan haknya”.
Kepastian hukum di bidang pertanahan diatur dalam
Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 24 Tahun 1997 yang dijelaskan dalam
pasal 19 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Menjamin kepastian hukum oleh
pemerintah diadakan melalui pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik
Indonesia menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Kepastian
hukum itu sendiri meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.
Kepastian mengenai orang/badan
hukum yang menjadi pemegang hak tersebut atau disebut dengan kepastian mengenai
subyek hak atas tanah.
2.
Kepastian mengenai tanah,
batas-batas tanah, panjang dan lebar tanah atau disebut dengan kepastian hukum
mengenai obyek tanah.
Karena itulah data-data yang disimpan di Kantor
Agraria baik tentang subyek maupun obyek hak atas tanah disusun sedemikian
rupanya agar dikemudian hari dapat memudahkan siapa pun yang ingin melihat
data-data tersebut, apakah itu dalam rangka memperlancar setiap peralihan hak
atas tanah maupun dalam rangka pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah.
e. Kekuatan
Pembuktian Sertifikat.
Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 32 ayat (1) Peraturan
Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi “Sertifikat merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat
pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di
dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data
yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan”. Ketentuan
tersebut mengandung arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, maka
data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalam sertifikat tersebut harus
diterima sebagai data yang benar. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor
Nomor 24 Tahun 1997 tersebut merupakan bagian dari jaminan kepastian hukum yang
diberikan oleh pemerintah.
Seperti yang
telah dijelaskan di atas, bahwa sertifikat hak atas tanah merupakan alat bukti
yang kuat dalam pemilikan hak atas tanah seorang atau badan hukum, maka pada
bagian ini akan dijelaskan mengenai hal apa saja yang dapat dibuktikan dalam
sertifikat tersebut. Menurut hal-hal yang dapat dibuktikan dalam sertifikat hak
atas tanah adalah sebagai berikut:
1. Jenis hak atas tanah
Dari sertifikat dapat diketahui, apakah
tanah tertentu yang disebut di dalamnya berstatus hak milik, hak guna usaha,
hak guna bangunan, hak pakai atau hak pengelolaan.
Dan berapa lama hak itu diberikan serta
kapan berakhirnya. Sertifikat dikeluarkan hanya untuk tanah-tanah yang
berstatus sebagai hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atau
hak pengelolaan yang sampai saat ini oleh peraturan perundang-undangan wajib
didaftarkan dan dikeluarkan sertifikatnya. Kita mengetahui jenis hak itu karena
ditulis di sampul dalam sertifikat dan
di kolom pertama bagian atas dari buku tanah.
2. Pemegang hak
Nama pemegang hak dapat dibaca dalam kolom
kedua di atas buku tanah. Disitu tertulis nama pemegang hak. Kalau pemegang hak
berganti karena menjual tanah itu kepada orang lain, maka nama pemegang hak
yang terdahulu dicoret oleh pejabat yang berwenang, dan dalam kolom pencatatan
peralihan hak ditulis nama orang yang membeli tanah tersebut sebagai pemegang
hak baru. Apabila pemegang hak tersebut meninggal dunia, maka nama pemegang hak
atas tanah tersebut diganti dengan nama ahli warisnya. Bagaima kalau sudah
terjadi jual beli, tetapi belum didaftarkan, sehingga sebagai pemegang hak
masih tercatat pemegang hak yang lama. Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24
Tahun 1997 mengandung perintah untuk segera mendaftarkan perbuatan jual beli
tersebut. Bila pendaftaran itu dilalaikan, sanksi yang tegas memang tidak ada.
Tetapi dalam praktiknya, hal tersebut dapat merugikan pihak pembeli. Apabila
sertifikat itu karena sesuatu sebab jatuh ke tangan si penjual atau ia berhasil
memperoleh sertifikat pengganti, maka ia dapat menjual tanah itiu kepada orang
lain, maka terjadilah kesulitan bagi si pembeli. Orang yang melakukan tindakan
karena keterangan-keterangan yang tercantum dalam sertifikat dan ternyata ia
beritikad baik, maka ia akan mendapat perlindungan hukum, sehingga si pembeli
yang demikian akan kuat posisinya dalam sengketa. Sebaliknya si pembeli yang
lalai sangat lemah posisinya dalam suatu sengketa.
3. Keterangan Fisik tentang tanah
Karena dalam sertifikat terdapat surat
ukur, maka dengan melihat sertifikat kita tahu tentang luas, panjang dan lebar
tanah. Selain itu dalam surat ukur digambarkan pula bentuk fisik tanah, apakah
berupa segi empat, segi enam, lonjong dan sebagainya. Letak dan batas-batas
tanah juga dijelaskan dalam sertifikat, bahkan keadaan tanah misalnya rawa atau
bergunung-gunung dan bangunan bangunan yang ada di atasnya.
4. Beban di atas tanah.
Dari sertifikat dapat diketahui, apakah
ada beban di atas tanah itu. Misalnya dicatat dalam sertifikat itu ada hipotik
atas nama bank, atau ada hak sewa atau hak bangunan. Mungkin pula dalam
sertifikat dicatat adanya sitaan atas perintah pengadilan.
5. Peristiwa hukum yang terjadi dengan tanah
Semua peristiwa penting sehubungan tanah
tertentu juga dicatat oleh kantor pendaftaran tanah dalam sertifikat. Misal
adanya jual beli, hibah, ataupun lelang ke dalam suatu PT atau terjadinya
pewarisan atau adanya penyitaan dan terjadinya beban-beban seperti yang telah
diuraikan di atas, begitu pula penghapusannya.
f. Prosedur
Pendaftaran Hak Atas Tanah.
Secara Garis besar, tata
cara permohonan dan pemberian hak atas tanah berlangsung dalam tahap sebagai
berikut:
1.
Pemohon mengajukan permohonan
tertulis yang ditujukan kepada Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan
Nasional melalui Kantor Pertanahan setempat;
2.
Surat permohonan
tersebut dilampiri dengan:
a.
Fotocopi surat bukti identitas
pemohon dan surat
bukti kewarga negaraan Indonesia .
Bagi badan hukum yang telah ditetapkan pemerintah yaitu Bank Pemerintah dan
Badan Keagamaan maupun badan sosial yang ditunjuk oleh pemerintah, melampirkan
foto copi akta atau peraturan pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukannya sesuai dengan
ketentuan Peraturan Perundang Undangan yang telah ditetapkan atau berlaku;
b.
Surat bukti
kepemilikan atau dasar penguasaan yang dapat berupa sertifikat, girik, surat
kapling, bukti pelepasan hak dan pelunasan yang telah dibeli dari pemerintah,
putusan pengadilan, akte PPAT, dan bukti perolehan tanah lainnya. (Data
Yuridis);
c.
Surat ukur, Gambar
Situasi dan ijin mendirikan bangunan (apabila ada). (Data Fisik);
d.
Surat pernyataan
pemohon mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah yang telah
dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon;
3.
Kepala kantor pertanahan
meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik permohonan hak
milik atas tanah dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat / tidaknya
dikabulkan atau diproses lebih lanjut. Dalam hal ini tanah yang dimohon belum
ada surat
ukurnya, Kepala Kantor Pertanahan memerintahkan kepada Kepala Seksi Pengukuran
dan Pendaftaran Tanah untuk melakukan pengukuran;
4.
Selanjutnya Kepala Kantor
Pertanahan memerintahkan kepada:
a.
Kepala Seksi hak atas tanah
atau petugas yang ditunjuk untuk memeriksa permohonan terhadap tanah yang sudah
terdaftar dan tanah yang data yuridis dan data fisiknya telah cukup untuk
mengambil keputusan yang dituangkan dalam risalah pemeriksaan tanah;
b.
Tim penelitian tanah untuk
memeriksa permohonan hak terhadap tanah yang belum terdaftar yang dituangkan
dalam berita acara;
c.
Panitia pemeriksa tanah A untuk
memeriksa permohonan hak selain yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada huruf
a dan huruf b, yang dituangkan dalam risalah pemeriksaan tanah;
5.
Dalam hal keputusan pemberian
hak milik dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Pertanahan
menerbitkan keputusan pemberian hak milik atas tanah yang dimohon atau
keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakan. Dalam hal keputusan
pemberian hak dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah, setelah
mempertimbangkan pendapat Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah
menerbitkan keputusan pemberian hak milik atas tanah tanah yang dimohon atau
keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakan. Jika keputusan
pemberian hak milik tidak dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah, Menteri
Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional yang berwenang menerbitkan
keputusan pemberian hak milik atas tanah yang dimohon atau keputusan
penolakan yang disertai dengan alasan
penolakan, setelah mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor
Wilayah;
6.
Surat Keputusan pemberian hak
milik atas tanah diserahkan kepada pemohon;
7.
Hak atas tanah tersebut
didaftarkan oleh pemohon di Kantor Pertanahan Setempat;
8.
Kantor Pertanahan mengeluarkan
sertifikat hak milik atas tanah dan diserahkan kepada pemohon;
BAB III
UPAYA PENYELESAIAN
SENGKETA HAK MILIK
ATAS TANAH
A.
Upaya
Penyelesaian Sengketa
Sebagaimana
telah dijelaskan pada bagian fakta, bahwa sertifikat hak milik nomor 2398 atas
tanah seluas 1.420 M2 yang terletak di Merakurak Kabupaten Tuban milik Koko
Gunawan Thamrin, dinyatakn tidak sah dan batal oleh Majelis Mahkamah Agung
dalam perkara nomor 1687.K/Pdt/1998.
B. Penyelesaian Sengketa di Depan
Sidang Pengadilan
Sebelum menginjak
pada pembahasan sengketa hak milik atas tanah, maka terlebih dahulu akan
dijelaskan mengenai acaranya atau hukum formalnya.
C. Akibat Hukum Sengketa Hak Milik Atas Tanah
Pada
bagian ini penulis akan mencoba mengkaji putusan Mahkamah Agung. Majelis
Mahkamah Agung atas perkara Nomor 1687.K/Pdt/1998 memberi putusan sebagai
berikut:
1.
Menyatakan tanah sengketa dan
bangunan di atasnya yang terletak di Merakurak Kabupaten Tuban adalah sah milik
penggugat.
2.
Menyatakan sah dan berharga
sita jaminan yang dilakukan juru sita Pengadilan Negeri pada tanggal 9 April
1996 terhadap serifikat hak milik Nomor 2398 atas nama Koko Gunawan Tamrin dan
terhadap sebidang tanah seluas 1420 M2 yang terletak di Merakurak Kabupaten Tuban.
3.
Menyatakan tergugat I dan
tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum.
4.
Menyatakan sertifikat hak milik
Nomor 2398 atas nama Koko Gunawan Tamrin tidak memiliki kekuatan hukum.
5.
Memerintahkan tergugat II untuk
menerbitkan sertifikat tanah atas nama penggugat di atas tanah yang semula
menjadi sertifikat hak milik Nomor 2398 atas nama Koko Gunawan Tamrin yang
sudah tidak berlaku dan tidak berkekuatan hukum lagi, setelah diajukan
permohonannya oleh penggugat dan memenuhi syarat administratif yang berlaku.
6.
Menolak gugatan penggugat
selebihnya
Berikut
akan dijelaskan mengenai kajian atas putusan Mahkamah Agung tersebut. Dalam
mengkaji penulis menggunakan beberapa pertimbangan hukum, yaitu:
1.
Bahwa jual beli yang dilakukan
antara Dra. Martina Toto Kasihan dengan Saidina Oemar adalah Sah, karena jual
beli tersebut dilakukan dihadapan saksi IV yaitu Drs.H.A.Merchan Mukti dan
ditulis di atas akta jual beli Nomor 79/JB/18-1/1975 juga disertai surat
penyerahan hak atas tanah sengketa.
2.
Saidina Oemar menjual tanah
sengketa kepada Ny. Puspowati dianggap tidak sah, karena tanah tersebut sudah
menjadi hak Dra Martina Toto Kasihan berdasarkan akta jual beli di atas. Oleh
karema itu jual beli antara Ny. Pospowati dengan Koko Gunawan Tamrin dianggap
tidak sah. Jadi sertifikat hak milik Nomor 2398 atas nama Koko Gunawan Tamrin
dianggap cacat hukum.
3.
Kepala Kantor PertanahanTuban
dianggap melakukan onrechtnatige
oferheiddead (perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara),
atas tidak terlaksanakannya putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara
meskipun Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Tuban berdasarkan
surat tanggal 28 Juli 1995 Nomor W.5.PTUN.AT.02-05-125 sudah meminta Kepala
Kantor Pertanahan untuk melaksanakan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha
Negara tersebut.
4.
Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara Nomor 26/P.TUN.G/1993 Sby jo. No 04/Bdg.G/PT.TUN.G/1994/Sby yang
digunakan sebagai alat bukti materinya harus diterima sebagai kebenaran, karena
merupakan bukti otentik.
5.
Putusan Pengadilan Tata Usaha
Negara yang kedua yaitu putusan no.15/P.TUN.G/1995/TN, bukan merupakan Tegen Bewijs yang melumpuhkan kekuatan
hukum putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tersebut sebelumnya serta
putusan pengadilan tinggi Tata usaha Negara yang telah dijatuhkan lebih dulu,
karena putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang kedua tersebut, obyek
sengketanya adalah pembatalan surat Badan Pertanahan Nasional no.
W.5.P.TUN.AT.04-05-125.
6.
Bahwa Pengadilan Tinggi
dalam mengambil keputusan kurang cukup mempertimbangkan perkara ini (onvoldoende gemotiveerd), sehingga
putusan pengadilan tinggi ini harus dibatalkan.
BAB IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
a. Sertifikat hak milik atas tanah berfungsi
sebagai alat bukti yang kuat dan dijamon kepasyian hukumnya. Maksud dari
jaminan kepastian hukum tersebut, bahwa selama tidak dapat dibuktikan
sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus
diterima sebagai data yang benar. Jadi dengan kata lain bahwa kekuatan hukum
sertifikat tidak bersifat mutlak. Sertifikat Nomor 2398 atas nama Koko Gunawan
Thamrin, berdasarkan kronologis pemilikan hak, adalah cacat hukum. Sehingga
sertifikat hak milik atas tanah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, dan
tidak dapat digunakan sebagai alat bukti sebagaimana disebutkan di atas. Oleh
karena itu sertifikat itu harus dibatalkan.
b. Pada sengketa tanah sebagaimana telah
disebutkan pada bagian fakta dapat disimpulkan bahwa jual beli antara Saidina
Oemar dengan Dra. Martina Toto Kasihan dinyatakan sah, berdasarkan bukti akta
jual beli dan surat penyerahan hak atas tanah. Oleh karena itu Mahkamah Agung
dalam putusannya menyatakan bahwa tanah sengketa adalah sah milik penggugat
atau Dra Martina Toto Kasihan. Pada dasarnya, yang beritikad tidak baik dalam
kasus tersebut adalah Saidina Oemar, Karena telah menjual tanah sengketa dua
kali pada orang yang berbeda. Walaupun demikian, karena Koko Gunawan Thamrin
tidak segera menyerahkan sertifikat hak milik nomor 2398 kepada Kepala Kantor
Pertanahan Tuban, setelah dikeluarkannya keputusan Pengadilan Tata Usaha
Surabaya yang telah berkekuatan hukum tetap, dan karena Kepala Kantor
Pertanahan Tuban telah melakukan onrechtmatige
overheiddead (perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pejabat
negara), maka diputuskan oleh Mahkamah Agung bahwa Koko Gunawan Thamrin dan
Kepala Kantor Pertanahan Tuban telah melakukan perbuatan melawan hukum.
B.
Saran
Dalam
penulisan skripsi ini, penulis ingin sekali mengemukakan sedikit saran-saran
dan hal ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum,
khususnya hukum agraria.
a.
Pemegang hak milik atas tanah
hendaknya mendaftarkan hak yang dimilikinya ke Kantor Pertanahan setempat
melalui prosedur yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan untuk
mendapatkan tanda bukti berupa sertifikat hak milik atas tanah yang sah dengan
tujuan untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas hak yang
dimilikinya.
b.
Kantor pertanahan sebelum
menerbitkan sertifikat hak atas tanah, hendaknya bertindak lebih teliti dalam pendataan
setiap pendaftaran hak atas tanah agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian
hari.
a.
Hakim dalam menangani setiap
perkara, hendaknya bertindak lebih teliti, untuk menghindari terjadinya
kesalahan menilai atas perkara yang bersangkutan demi tegaknya keadilan.
[1] Johnny Ibrahim, Teori &
Metode Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia Publishing, Malang 2006, h..57
Tidak ada komentar:
Posting Komentar