STATUS ANAK
ANGKAT DI DALAM MEWARISI KEKAYAAN ORANG- TUANYA MENURUT HUKUM ADAT
Jamal Tarik
Fakultas Hukum -
UNIVERSITAS GRESIK
Abstrak
Anak angkat dalam hukum adat Jawa memiliki kedudukan yang sama
dengan anak kandung mengenai kewarisannya. Kedudukan anak angkat mempunyai
hukum yang tetap mengenai hal kewarisannya apabila anak angkat itu telah diakui
oleh Pengadilan Tinggi setempat dan dari Hukum Adat masyarakat setempat yang
segala sesuatunya pada saat melakukan pengangkatan anak angkat tersebut berhak
dalam kewarisan keluarga angkatnya atau tidak sesuai kesepakatan dengan
orangtua angkatnya. Akibat hukum ini bagi anak angkat terhadap hukum warisnya
adalah anak angkat hanya akan mewarisi harta gono-gini bersama-sama dengan ahli
waris lainnya, akan tetapi anak angkat tidak berhak atas harta asal dari
orangtua angkatnya, sebab ia juga akan menjadi ahli waris orangtua
kandungnya.Metode penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum yuridis normatif sedang bahan hukum yang
digunakan adalah hukum primer dan sekunder. Cara pengolahan bahan hukum
dilakukan dengan menggunakan
metode diskriptif analisis.
Kata
Kunci : Anak angkat, Hukum Adat, Harta Waris
PENDAHULUAN
Pengangkatan anak oleh keluarga tertentu pada akhirnya
mempunyai akibat-akibat yang mungkin terjadi di kemudian hari. Keberadaan anak
angkat dalam keluarga memungkinkan adanya ikatan emosional yang tinggi, yang
tidak lagi memisahkan antara satu dengan yang lain. Sehingga pada saatnya anak angkat dapat diperhitungkan sebagai
orang yang berhak mendapatkan harta orang tua angkat setelah meninggal. Inilah
akibat yang dimaksud terjadi di kemudian hari. Berkaitan dengan permasalahan
dalam penelitian ini, bahwa bagaimana hak –
hak anak angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya? dan
apakah hak pewaris anak angkat terhadap orang tua angkatnya dapat
dikesampingkan?. Menurut hukum adat Jawa, meskipun
dengan pengangkatan anak tidaklah memutuskan hubungan si anak dengan orang tua
kandung dan anak angkat tidak pula menjadi anak kandung bagi orang tua angkat,
namun anak angkat berhak atas harta warisan dari keduanya yaitu orang tua
kandung dan juga dari orang tua angkat.Jenis penelitian ini adalah penelitian
hukum normatif. Dengan jenis penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan kaidah
atau norma hukum yang ada, mengenai kedudukan anak angkat terhadap harta
warisan dalam hukum adat Jawa dan Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis.
Dengan sifat tersebut, maka pada penelitian ini akan digambarkan bagaimana
keberadaan anak angkat dalam keluarga berkaitan dengan kedudukannya terhadap
harta warisan menurut hukum adat Jawa.
LANDASAN TEORI
Pengertian
Anak Angkat
Menurut
Undang-Undang RI (UU) Nomor 23 Tahun 2002 (23/2002) tentang Perlindungan Anak,
Bab I pasal 1 dinyatakan bahwa : Anak
angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga
orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas
perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan
keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
Menurut Undang-Undang RI (UU) Nomor 23 Tahun 2002
(23/2002) tentang Pengangkatan Anak (Pasal 39) : Pengangkatan anak hanya dapat
dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi
anak dan dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Peraturan Pemerintah
RI Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan anak (pasal 1) : Anak angkat adalah anak
yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang
sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan
membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya
berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
Hukum Adat Waris
Menurut Ter Haar : Hukum
warisn adat adalah aturan aturan hokum yang mengatur tentang cara bagaimana dari
masa ke masa proses penerusan dan peralihan harta kekayaan yang berwujud dan tidak
berwujud dari generasi ke generasi.
Menurut Soepomo : Hukum warisan dan memuat
peraturan – paraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang
– barang harta benda dan barang – barang yang tidak berwujud benda ( In materil
Goederen ) dari suatu angkatan manusia ( Generatie ) kepada keturunannya
Cara
Mewariskan Harta Kekayaan
Adapun
cara mewariskan harta kekayaan kepada anak – anaknya atau kepada keturunannya
biasanya sebelum pewaris wafat atau sesudah
pewaris wafat
System
Pewarisan
System pewarisan sangat
dipengaruhi oleh sifat kekeluargaan. Di dalam masyarakat adat Indonesia,
secara teoritis sistem kekerabatan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1.
Sistem Patrilineal,
2.
Sistem Matrilineal, dan
3.
Sistem Parental atau bilateral.
Ad.1.
Sistem Patrilineal adalah sistem kekerabatan yang menarik garis dari Pihak
Bapak, maksudnya dalam hal ini setiap orang hanya menarik garis keturunan dari
Bapaknya saja. Hal ini mengakibatkan kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya
daripada wanita dalam hal mewaris.
Ad.2. Sistem
matrilineal adalah sistem kekerabatan yang ditarik dari garis Pihak Ibu.
Sehingga dalam hal kewarisan kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari
pada garis Bapak.
Ad.3. Sistem
parental/bilateral adalah sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari
kedua belah pihak Bapak dan Ibu, sehingga kedudukan anak laki-laki dan anak
perempuan dalam hal mewaris adalah seimbang dan sama.
System kewarisan yang
ada di Indonesia yaitu :
1. System
kewarisan Individual,
2. System
kewarisan Kolektif, dan
3. System
kewarisanMayorat
Ad 1. Sistem kewarisan individual merupakan sistem
kewarisan di mana para ahli waris mewarisi secara perorangan atau masing-masing
orang mempunyai hak sendiri-sendiri.
Ad 2. Sistem kewarisan kolektif adalah sistem kewarisan
di mana para ahli waris secara kolektif atau bersama-sama mewarisi harta peninggalan
yang tidak dapat dibagi-bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris.
Ad 3. Adapun system kewarisan mayorat
adalah system kewarisan di mana seorang ahli waris dapat mewarisi harta peninggalan
pewaris sepenuhnya. Artinya bahwa mayorat laki-laki, yaitu apabila anak
laki-laki tertua pada saat pewaris meninggal atau anak laki-laki sulung atau
keturunan laki-laki merupakan ahli waris tunggal. Sedang mayorat perempuan,
yaitu apabila anak perempuan tertua pada saat pewaris meninggal, adalah ahli
waris tunggal
Harta
Warisan
Harta warisan
dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.
Harta pusaka, yaitu suatu benda yang tergolong kekayaan di mana benda tersebut
dianggap mempunyai kekuatan magis,
b.
Harta bawaan, yaitu sejumlah harta kekayaan yang dibawa oleh (calon)
isteri pada saat pelaksanaan perkawinan, atau sesan,
c.
Harta pencaharian atau disebut juga harta gono-gini, yaitu harta yang
diperoleh oleh suami-isteri dalam ikatan perkawinan, baik secara bersama-sama maupun
sendiri-sendiri,
d.
Harta yang berasal dari pemberian seseorang, kepada suami atau
isteri maupun kepada kedua-duanya.
Adapun
yang dimaksud harta warisan menurut hokum adat, adalah apa yang pada hakekatnya
beralih dari tangan yang wafat kepada para ahli waris ialah barang-barang tinggalan
dalam keadaan bersih, artinya setelah dikurangi dengan pembayaran hutang-hutang
dari si peninggal warisan. Dan dengan pembayaran-pembayaran lain yang
diakibatkan oleh wafatnya si peninggal warisan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai
dengan pengamatan dari hasil penelitian bahwa masyarakat di daerah Kecamatan
Cermee dan kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso yang sebagian besar beragama
Islam, kenyataannya tidak tunduk pada hukum Islam khususnya pada hukum waris,
namun mereka masih tunduk pada hukum adat tentang warisan.
Adapun
pembagian warisan menurut hukum yang berlaku pada masyarakat pada umumnya dapat
dilihat dari tabel berikut ini :
TABEL I
Hukum Waris Anak Angkat
Macam
– MacamHukum
|
50
|
50
|
Jumlah
|
HukumAdat
|
50
|
50
|
100
|
Hukum
Islam
|
35
|
40
|
75
|
Hukum
Lain
|
15
|
10
|
25
|
Hal ini dikarenakan
bahwa masyarakat di Jawa khususnya di wilayah Kecamatan Cermee dan kecamatan
Prajekan Kabupaten Bondowoso belum bisa menerima ketentuan hukum Islam tersebut
kedalam adat mereka atau menyimpang dari ajaran Islam walaupun mereka beragama
Islam, karena ajaran agama Islam tidak mengakui adanya lembaga pengangkatan
anak.
Sebagaimana telah
dijelaskan dimuka, bahwa anak angkat dikalangan masyarakat Jawa, pada umumnya
tidak mendapatkan kedudukan hukum
sebagai anak kandung terhadap orang tua angkatnya, tetapi anak angkat hanya
mendapatkan kedudukan hukum sebagai anggota keluarga dari orang tua angkatnya.
Dari hasil wawancara dengan Bapak Tori (tokoh masyarakat) dapat disimpulkan
sebagai berikut :
a.
Anak angkat sebagai anggota keluarga
orang tua angkatnya, di dalampewarisan pada umumnya berhak mewarisi harta gono
– gini dari orang tua angkatnya, sedang terhadap barang asal maupun barang
pusaka orang tua angkatnya, ia berhak mewarisi.
b.
Apabila harta kekayaan orang tua
angkatnya yang diwariskan kepada anak angkatnya, berupa harta gono – gini
tetapi tidak mencukupi nafkah hidup anak
angkat tersebut, maka anak angkat dapat meminta bagian yang dianggap pantas
asal harta orang tua angkatnya.
TABEL II
Hukum Waris Anak Angkat Sebagai Pewaris
Tunggal
Macam
– Macam Harta
|
50
|
50
|
Jumlah
|
Harta Asal
|
35
|
20
|
35
|
Harta Gono-Gini
|
15
|
30
|
65
|
Setelah
penulis mengadakan penelitian terhadap masing-masing 50 responden dari 2 Desa
yaitu desa Bercak Asri kecamatan Cermee dan desa Prajekan Lor Kecamatan Prajekan
mereka semua mengatakan bahwa hak – hak anak angkat dalam mewaris adalah sama
dengan anak kandung dalam hal ia mendapatkan warisan harta asal orang tua
angkatnya. Apabila anak angkat berkedudukan sebagai pewaris tunggal tanpa
adanya anak kandung, maka penguasaan harta peninggalan langsung pada anak
angkat, baik itu harta asal maupun harta gono – gini. Dan para kerabat baik
dari orang tua laki – laki maupun dari orang perempuan tidak ada yang menuntut
kembalinya harta asal apabila anak angkat tersebut pada waktu pengangkatannya
dikuatkan melalui Pengadikan Negeri.
Sedangkan menurut teori
hubungan antara anak angkat dengan orang tua angkatnya merupakan hubungan yang
istimewa, hal ini dapat kita lihat kedudukan anak angkat sebagai ahli waris yang
hanya mempunyai hak terhadap harta orang tua angkatnya saja, tidak meliputi harta dari anggota kerabat dari orang tua
yang mengangkatnya, tidak seperti anak kandung yang mempunyai hubungan erat
dengan anggota kerabat yang lain, yang mempunyai hak terhadap harta peninggalan
dari keturunan di atasnya ataupun derajad menyamping inilah keistimewaan dari
hubungan yang timbul dengan adanya pengangkatan anak.
TABEL III
Alasan Pengangkatan Anak
Macam
– Macam Alasan
|
50
|
50
|
Jumlah
|
Tidak Punya Keturunan
|
15
|
5
|
20
|
Ingin Anak Laki-Laki
|
10
|
5
|
15
|
Dari 100 responden yang
melakukan pengangkatan anak terdapat 7 lain tidak mempunyai keturunan Laki -
Laki, sebab keturunannya perempuan semua, berdasarkan belas kasihan dan
responden lainnya melakukan pengangkatan anak dengan motivasi karena memang
benar – benar tidak mempunyai anak sama sekali untuk meneruskan keturunannya.
Menurut para orang tua
angkat mengatakan, bahwa bila mereka sudah berani mengangkat anak, maka sudah
merupakan tanggung jawab mereka untuk
memelihara, mendidik, mementaskan serta mengawinkan anak angkat tersebut.
Dengan mengangkat anak,
hubungan hukum antara anak angkat dengan orang
tua kandungnya tersebut tidak terputus kecuali bila anak angkat tersebut
diambil dari panti asuhan atau rumah sakit, maka hubungan hukum antara anak
angkat dengan orang tua kandungnya tersebur akan terputus.
TABEL IV
Asal - Usul Anak Angkat
Asal
- Usul
|
50
|
50
|
Jumlah
|
Dari
KeluargaDekat
|
35
|
39
|
74
|
Dari
pihak lain(RS, panti asuhan, Orang
lain)
|
15
|
11
|
26
|
Berdasarkan hasil
penelitian yang penulis lakukan terhadap 100 responden yang melakukan
pengangkatan anak terdapat 74 orang yang mengambil anak untuk dijadikan anak
angkatnya yang berasal dari keluarga dekat, dan selebihnya mengangkat anak dari luar keluarganya sendiri.
Kedudukan anak angkat
yang bersama –sama mewaris dengan 3 anak kandung Laki - Laki, hal ini terjadi
di Desa Bercak Asri Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso dimana antara anak
angkat dan anak kandung tidak dibedakan dalam hal mawaris terhadap harta asal
maupun harta gono-gini orang tua angkatnya. Dalam pembagiaannya dibagi sama
rata antara anak angkat dan anak kandung. Dan anak kandung tidak menuntut lagi
terhadap bagian anak angkat.
Jadi pembagian harta
yang diberikan kepada anak angkat tidak dibedakan antara harta asal maupun
harta gogo-gini, hal ini dikarenakan adanya ikatan batin antara anak angkat dan
anak kandung serta orang tua angkat dan menganggap anak angkat sebagai saudara
kandung sendiri.
Pembagian harta
peninggalan diantara para ahli waris dilakukan dengan penuh suasana kerukunan
yang semakin mempererat rasa kekeluargaan dan merupakan salah satu cirri –
cirri dari hukum adat. Dengan adanya cara pembagian warisan seperti ini maka menurut hemat penulis pemberian
bagian yang berupa harta asal orang tua kepada anak angkat adalah dimungkinkan
asalkan kesepakatan dari mereka yang bersangkutan / yang berhak.
Hak Mewaris Anak Angkat Terhadap Orang
Tua Angkatnya
Dalam
pelaksanaannya pembagian harta warisan pada umumnya tidaklah
dilakukan secara
formal, melainkan dengan jalan musyawarah dan disaksikan oleh pejabat Desa /
Kelurahan, sesuai dengan hasil penelitian terhadap 100 responden dari 2 Desa
wilayah Kecamatan Cermee Desa Bercak
Asri dan desa PrajekanLor Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso, maka
pelaksanaan pelbagai pembagian tersebut dilaksanakan bersadarkantatacara yang
telah menjadi kebiasaan turun – temurun dalam masyarakat.
Dalam
kenyataan, pelaksanaan pembagian harta warisan yang paling banyak dilakukan
adalah menurut hukum adat.
Seperti
yang telah ditentukan oleh Mahkamah Agung dengan keputusannya tanggal 15 Juli
1959, No. 182K/Sip/1959 yang berbungi : “ Anak angkat berhak mewarisi harta
harta peninggalan orang tua angkatnya yang tidak merupakan harta yang diwarisi
orang tua angkat tersebut “. Maka dari keputusan Mahkamah Agung tersebut
dapatlah disimpulkan bahwa anak angkat berhak mewarisi harta gono – gini orang
tua angkatnya, yang berarti tidak mewaris harta asal dari orang tua angkatnya.
Demikian
pula dengan harta pusaka bahwa anak angkat tersebut tidak mendapatkan warisan
dari harta pusaka orang tua angkatnya. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah
Agung tanggal 24 Mei 1958 No. 82 / Sip/ 1957 yang menyatakan : “ Anak Angkat (
kukut ) tidak berhak mewarisi barang – barang pusaka, barang - barang ini
kembali pada waris keturunan darah”.
Di
dalam praktek yang dapat dilihat dalam masyarakat di wilayah Kecamatan Cermee
dan kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso tidak semua Keputusan Mahkamah Agung
itu dilaksanakan. Meskipun keputusan
tersebut berdasarkan kepada sumber hukum yang dapat dijadikan pegangan atau
pedoman para penegak hukum di dalam memecahkan masalah yang timbul di dalam
masyarakat.
Kemungkinan hilangnya hak waris seorang hak waris atas
harta kekayaan pewaris menurut hukum adat pada umumnya adalah dikarenakan
perbuatan seorang waris tersebut yang bertentangan dengan hukum adat.
Tetapi
berdasarkan data yang penulis peroleh dari 100 responden pada 2
Desa di wilayah
Kecamatan Cermee dan Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso, kesemuanya
mengatakan bahwa apabila ahli waris tersebut melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum adat ia tidak
akan mendapat bagian dari harta kekayaan orang tuanya.
Demikian pula dengan
anak angkat, bila anak angkat melakukan suatu perbuatan yang tidak wajar atau
tidak pantas, maka ia tidak akan mendapatkan suatu bagian dari harta kekayaan
orang tua angkatnya, tetapi apabila kemudian ia merubah sikapnya dan orang tua
angkatnya telah mengampuni perbuatan tersebut,
maka ia akan mendapat
bagian dari harta kekayaan orang tua angkatnya.
Bagi anak angkat yang
tidak mendapatkan harta warisan sama sekali dari harta peninggalan orang tua
angkatnya, menurut penelitian yang penulis peroleh ada beberapa macam alasan,
yaitu sebagai berikut :
1. Karena
memang tidak ada harta yang hendak di bagikan.
2. Terjadinya
penyimpangan – penyimpangan yang dilakukan oleh anak angkat dalam menjalankan
hak dan kewajibannya, demikian pula bilaanak angkat mendurhakai kepada kedua
orang tua angkat dan hendak membunuhnya, atau boros dan merugikan orang tua
angkatnya.
Dari hasil wawancara
dengan Bapak --------- selaku Kepala Desa Bercak AsriKecamatan Cermee Kabupaten
Bondowoso disimpulkan :
1. Anak
angkat baru mendapatkan atau berhak mewaris harta gono – gini orang tua
angkatnya bila ia mempunyai bukti yang sah dari Pengadilan Negeri.
2. Anak
yang demikian akan menerima bagian warisan terhadap harta gono – gini orang tua
angkatnya sama besar dengan anak kandung.
3. Anak
angkat yang mempunyai bukti yang sah tidak dapat mewaris harta asal orang tua
angkatnya.
4. Apabila
orang tua angkat tidak mermpunyai anak kandung maka harta gono – gini tidak
jatuh mutlak kepada anak angkat melainkan anak angkat mendapat separoh bagian,
sedangkan yang separoh bagian jatuh kepada saudara pewaris.
Jadi
dengan demikian dapatlah disimpulkan
bahwa hak mewaris anak angkat terhadap orang tua angkatnya dapat
dikesampingkan karena perbuatan anak
angkat
mendurhakai sebagaimana teersebut di atas terhadap orang tua angkatnya dan
putusnya hubungan tersebut memungkinkan hilangnya hak anak angkat untuk mewaris
harta kekayaan orang tua angkatnya baik seluruhnya, sebagian atau tidak sama
sekali, sangatlah bergantung pada budi pekerti atau tingkah laku sehari – hari
dari ahli warisnya ( anak angkat ) tersebut.
PENUTUP
Setelah
melakukan penelitian di desa Prajekan Lor Kecamatan Prajekan dan desa Bercak
Asri Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso, maka dapat disimpulkan bahwa :
Pengangkatan anak
bertujuan untuk menolong atau sekedar meringankan beban hidup bagi orang tua
kandung, pengangkatan anak juga sering dilakukan dengan tujuan untuk meneruskan
keturunan bilamana dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Ada pula
yang bertujuan sebagai pancingan artinya dengan mengangkat anak, keluarga
tersebut akan dikaruniai anak kandung sendiri. Disamping itu ada yang
disebabkan oleh rasa belas kasihan terhadap anak yang menjadi yatim piatu atau
disebabkan oleh keadaan orang tuanya yang tidak mampu untuk memberi nafkah.
Anak angkat dalam hukum adat Jawa memiliki
kedudukan yang sama dengan anak kandung mengenai kewarisannya yaitu berhak
mewaris harta gono – gini orang tua angkatnya bila ia mempunyai bukti yang sah dari Pengadilan Negeri,anak angkat
yang mempunyai bukti yang sah tidak dapat mewaris harta asal orang tua
angkatnya, apabila orang tua angkat tidak mermpunyai anak kandung maka harta
gono – gini tidak jatuh mutlak kepada anak angkat melainkan anak angkat
mendapat separoh bagian, sedangkan yang separoh bagian jatuh kepada saudara
pewaris.
DAFTAR
PUSTAKA
BastianTafal,
Pengangkatan
Anak menurut Hukum Adat Serta Akibat Hukumnya
Dikemudian Hari, Penerbit rajawali, Jakarta
Bushar Muhammad, Pokok – Pokok Hukum Adat,
Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1985.
H. Abdurrahman, Kompilasi hukum Islam,
Akamedikapressindo, Jakarta 2007
Hilman
Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Penerbit Alumni, Bandung, 1983.
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat,
Penerbit alumni, Bandung, 1983.
Imam sudiyat, Hukum Adat Sketsa Azas,
Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1981.
Muderis Zaini, Adopsi, Penerbit PT. Bina
Aksara, Jakarta, 1985.
Soepomo,
Bab
– Bab Tentang Hukum Adat, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1987.
SoerojoWignyodipoero,
Pengantar
Dan Azas – Azas Hukum Adat, Penerbit PT. Gunung Agung, Jakarta, 1984.
Terhaar,
Azas
– Azas Hukum Adat, Penerbit Pradaya Paramita, Jakarta, 1981.
WirjonoPradjodikoro,
Hukum
Warisan Di Indonesia, Penerbit Sumur, Bandung, 1983.
Peraturan
Perundang – Undangan :
-
Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002
tentang Perlindungan Anak.
-
Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007
tentang Pengangkatan Anak