BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Masalah
Keberadaan kemampuan potensi dari SDM yang
berkualitas akan sangat menentukan maju mundurnya bisnis perusahaan di masa
mendatang. Mengingat pentingnya peran SDM dalam perusahaan agar tetap dapat ”survive” dalam iklim persaingan bebas
tanpa batas, maka peran Manajemen SDM tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab
para pegawai atau karyawan, akan tetapi merupakan tanggung jawab pimpinan
perusahaan. SDM perlu dikelola secara baik dan profesional agar dapat tercipta
keseimbangan antara kebutuhan SDM dengan tuntutan serta kemajuan bisnis
perusahaan. Keseimbangan tersebut merupakan kunci sukses utama bagi perusahaan
agar dapat berkembang dan tumbuh secara produktif dan wajar. Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi keseimbangan
antara kebutuhan SDM adalah pengembangan karir dan
kepercayaan pada organisasi, kedua variabel tersebut merupakan faktor
terpenting yang dapat mempengaruhi terjadinya tingkat turnover intentions dalam
perusahaan.
Menurut Rivai (2004:290) pengembangan
karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam
rangka mencapai karir yang diinginkan. Tujuan dari seluruh program pengembangan
karir adalah untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan
kesempatan karir yang tersedia di perusahaan saat ini dan di masa mendatang.
Karena itu, usaha pembentukan sistem pengembangan karir yang dirancang secara
baik akan dapat membantu karyawan dalam menentukan kebutuhan karir mereka
sendiri dan menyesuaikan antara kebutuhan karyawan dengan tujuan perusahaan.
Perkembangan karir sangat membantu
karyawan di dalam menganalisis kemampuan dan minat mereka untuk lebih dapat
disesuaikan dengan kebutuhan SDM sejalan dengan pertumbuhan dan berkembangnya
perusahaan. Dengan adanya perkembangan karir di dalam suatu perusahaan maka
sangat membantu untuk mengurangi tingkat turnover
yang tinggi.
Turnover
Intentions (keinginan
pindah kerja) adalah keinginan untuk meninggalkan organisasi dengan sengaja dan
sadar (Mutiara, 2004:91). Turnover atau
pergantian tenaga kerja, yang merupakan wujud nyata dari Turnover Intentions bisa menjadi masalah yang serius bagi
perusahaan atau organisasi yang ditinggalkan, khususnya bila yang keluar itu
adalah tenaga yang cakap punya keahlian, kemampuan, terampil dan berpengalaman
atau pekerja yang menduduki posisi vital dalam perusahaan, sehingga dapat
mengganggu efektivitas jalannya perusahaan apabila orang tersebut keluar.
Keluarnya atau pindahnya karyawan dari
pekerjaan terkadang memang benar-benar diharapkan oleh pihak manajemen atau
perusahaan, karena yang keluar atau pindah tersebut ternyata banyak merugikan
perusahaan. Seperti yang disampaikan Mathis and Jackson (2004:102) mengatakan
kehilangan beberapa tenaga kerja kadang memang diinginkan, apalagi jika tenaga
kerja yang pergi adalah yang kinerjanya rendah.
Turnover
ini merupakan petunjuk
kestabilan karyawan. Semakin tinggi turnover,
berarti semakin sering terjadi pergantian karyawan (Sunarto, 2003:19).
Jalan keluar atau langka tepat yang biasanya diambil oleh perusahaan adalah
lebih baik mengganti karyawan yang tidak produktif dengan karyawan yang baru,
yang memiliki semangat dan motivasi kerja yang tinggi, walaupun karyawan yang
diganti tersebut telah bekerja cukup lama dalam perusahaan. Namun tingkat turnover tersebut harus diupayakan agar
tidak terlalu tinggi sehingga perusahaan masih memiliki kesempatan untuk
memperoleh manfaat atau keuntungan atas peningkatan kinerja dari karyawan baru
tersebut.
Ancaman akibat adanya Turnover Intentions ini yaitu turnover
(keluarnya karyawan dari pekerjaan) harus secepatnya diatasi agar tidak
semakin merugikan baik dari segi biaya, waktu maupun citra perusahaan.
Suatu tingkat perputaran/keluar-masuknya
karyawan (turnover rate) dalam suatu
organisasi berarti naiknya biaya perekrutan, seleksi, dan pelatihan. Tingginya
tingkat keluar/masuknya karyawan juga menghambat suatu organisasi, secara
efisien bila personil yang berpengalaman dan berpengetahuan keluar maka
pengganti harus ditemukan dan disiapkan untuk mengambil posisi yang bertanggung
jawab. Untuk mengurangi tingginya tingkat turnover karyawan dalam perusahaan.
PT. Aneka Jasa Grhadika terletak di
kawasan Gresik bagian barat yang merupakan instansi yang bergerak di bidang
jasa. Saat ini PT. Aneka Jasa Grhadika mengalami masalah dengan terjadinya turnover intentions yang disebabkan oleh
beberapa faktor, antara lain dengan tidak adanya sistem pengembangan karir yang
jelas dan tidak dilaksanakan dengan baik, kurangnya rasa kepercayaan terhadap
perusahaan, dan promosi kenaikan jabatan serta gaji, tunjangan, dll. Dimana
menarik peneliti untuk mengkaji apakah dengan adanya pengembangan karir yang
jelas dan dilaksanakan dengan baik diharapkan dapat menciptakan rasa
kepercayaan karyawan terhadap perusahaan, sehingga memberikan pengaruh negatif
terhadap turnover intentions. Dengan
kata lain, semakin tinggi kepercayaan pada perusahaan maka kecenderungan
karyawan untuk meninggalkan perusahaan menjadi semakin kecil.
Keberadaan persaingan di dunia usaha yang
kompetitif ini juga menunjang peningkatan turnover
intentions karyawan di perusahaan termasuk bagi pihak PT. Aneka Jasa
Grhadika, di mana kondisi peta persaingan untuk usaha atau bisnis di bidang
jasa penyediaan karyawan outsourching
yang ada di kabupaten Gresik sudah cukup ketat, oleh karena itu pihak PT. Aneka
Jasa Grhadika secara intensif harus mampu mengoptmalkan segala sumberdayanya
untuk membendung ancaman terjadinya peningkatan turnover intentions, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan
menerapakn program pengembangan karir yang jelas, berorientasi pada karier,
benefit dan kompensasi yang sesuai, kesesuaian inilah yang terkadang belum matching, antara harapan karyawan,
dengan kemampuan dan planning
perusahaan. Hal inilah yang menjadi fenomena dan pokok permasalahan yang
dihadapi oleh perusahaan sehingga secara spesifik, kondisi ini layak untuk
dikaji lebih jauh dalam penelitian ini.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka
peneliti tertarik untuk mengkaji : ”Pengaruh
Pengembangan Karir terhadap Turnover Intentions Karyawan PT. Aneka
Jasa Grhadika di Gresik”.
1.2
Rumusan Masalah
Apakah pengembangan karir berpengaruh
terhadap turnover intentions?
1.3
Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pengembangan
karir terhadap turnover intentions.
1.4
Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan
dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a. Bagi
Perusahaan
Memberikan sumbang saran bagi perusahaan agar dapat memecahkan masalah
dan memberikan masukan bagi perusahaan dalam menyelesaikan masalahnya yang berkaitan dengan pengembangan
karir dan turnover intentions.
b. Bagi
Universitas Gresik
Penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada
Universitas Gresik khususnya untuk menambah perbendaharaan di perpustakaan
Universitas Gresik.
c. Bagi Peneliti
Penelitian ini memberikan manfaat bagi penulis sebagai
media dalam menerapkan pengetahuan teoritis yang pernah diperoleh di bangku
kuliah pada dunia usaha nyata serta melatih diri di dalam menganalisa masalah
pemecahannya sebagai pemenuhan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan S1 di
Universitas gresik.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Penelitian Terdahulu
|
Responden pada
penelitian terdahulu adalah karyawan bagian produksi . Jumlah sampel yang
ditetapkan sebanyak 380 responden. Pengumpulan data yang dilakukan dengan
menggunakan instrumen berbentuk kuesioner yang menggunakan model skala Likert.
Sedangkan analisis data menggunakan Structural Equation Modelling
(SEM).
Hasil
dari penelitian tersebut adalah :
1.
|
Berdasar
uraian diatas terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dan
penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini, yaitu :
Persamaan :
1.
Teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian
sekarang dan penelitian terdahulu yaitu melalui penyebaran kuesioner kepada
responden.
2.
Pengukuran variabel yang digunakan penelitian
terdahulu dengan penelitian sekarang sama-sama menggunakan skala Likert.
Perbedaan :
1. Obyek yang digunakan pada penelitian
terdahulu yaitu karyawan bagian produksi, sedangkan penelitian sekarang yaitu
pada karyawan bagian mekanik PT. Aneka Jasa Grhadika Gresik.
2. Metode analisis yang digunakan pada
penelitian terdahulu adalah Structural
Equation Modelling (SEM), sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan
teknik Path Analysis (Analisis
Jalur).
3. Variabel penelitian yang digunakan pada
penelitian terdahulu adalah Penilaian
Kinerja, Pelatihan dan Pengembangan serta Pengembangan Karir sebagai variabel
bebas (X), sedangkan pada penelitian sekarang adalah hanya menggunakan variabel
Pengembangan Karir sebagai variabel bebas (X).
2.2 Landasan Teori
2.2.1.
Pengembangan Karir
2.2.1.1 Pengertian
Pengembangan Karir
Suatu
karir mencerminkan perkembangan para anggota organisasi (karyawan) secara
individu dalam jenjang jabatan atau kepangkatan yang dapat dicapai selama masa
kerja dalam organisasi yang bersangkutan. Dengan demikian, suatu karir
menunjukkan orang-orang pada masing-masing peranan atau status mereka.
Menurut
Rivai (2004:290), pengembangan karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja
individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan. Tujuan dari
seluruh program pengembangan karir adalah untuk menyesuaikan antara kebutuhan
dan tujuan karyawan dengan kesempatan karir yang tersedia di perusahaan saat
ini dan di masa mendatang. Karena itu, usaha pembentukan sistem pengembangan
karir yang dirancang secara baik akan dapat membantu karyawan dalam menentukan
kebutuhan karir mereka sendiri, dan menyesuaikan antara kebutuhan karyawan
dengan tujuan perusahaan. Komitmen dalam program pengembangan karir dapat
menunda keusangan dari SDM yang memberatkan perusahaan. Walaupun perencanaan
karir penting dalam fase sebuah karir, namun terdapat 3 poin dalam perjalanan
karir yang juga cukup krusial. Pertama,
pada saat karyawaan mulai dikontrak. Pengalaman kerja di awal-awal pekerjaan
memiliki pengaruh yang penting dalam membentuk karir mereka. Kedua, Mid-career (pertengahan karir),
yaitu kondisi dimana karyawan sudah mulai menghadapi tekanan dan tanggung jawab
pekerjaan yang berbeda pada saat yang bersangkutan mulai dikontrak. Namun, pada
pertengahan karir ini, karyawan berada pada turning
point, yaitu posisi dimana kemandekan karir menjadi perhatian yang serius. Ketiga, masa prapensiun, pekerja
menghadapi ketidakpastian akibat kondisi ekonomi, sosial dan hubngan
antarpersonal.
Kinerja,
pengalaman, pendidikan, dan kadang-kadang keberuntungan berpengaruh terhadap
pencapaian karir individu. Dengan demikian, pengembangan karir merupakan
tindakan seseorang karyawan untuk mencapai rencana karirnnya. Tindakan ini bisa
disponsori oleh departemen SDM, manajer atau pihak lain.
1. Pengembangan Karir Individu
Setiap
karyawan harus menerima tanggung jawab atas perkembangan karier atau kemajuan
karier yang dialami. Beberapa hal yang berkaitan dengan perkembangan karier
seseorang karyawan menurut Rivai (2004;295), adalah :
a. Prestasi kerja (job performance)
Prestasi kerja merupakan faktor
yang paling penting untuk meningkatkan dan mengembangkan karier seseorang.
Kemajuan karier sebagian besar tergantung pada prestasi kerja yang baik dan
etis. Asumsi kinerja yang baik melandasi seluruh aktivitas pengembangan karier.
Ketika kinerjanya di bawah standar, dengan mengabaikan upaya-upaya pengembangan
karakter lain, bahkan tujuan karier yang paling sederhana sekalipun biasanya
tidak bisa dicapai. Kemajuan karier umumnya terletak pada kinerja dan prestasi.
b. Eksposur (exposure)
Kemajuan karier juga dapat dikembangkan melalui eksposur. Eksposur
menjadi paham (dan diharapkan dapat dipertahankan setinggi mungkin). Mengetahui
apa yang diharapkan dari adanya promosi, pemindahan ataupun kesempatan bekarier
lainnya dengan melakukan kegiaatan yang kondusif. Tanpa eksposur, maka karyawan
yang baik kemungkinan tidak dapat mendapatkan peluang-peluang yang diperlukan
guna mencapai tujuan kar ier mereka. Manajer memperoleh eksposur utamanya
melalui kinerja dan prestasi mereka, laporan tertulis, presentasi lisan,
pekerjaan komite, dan jam-jam yang dihabiskan. Eksposur juga berasal dari
peningkatan tanggung jawab sosial perusahaan melalui keterlibatan dalam
asosiasi profesi dan kelompok komunitas nirlaba, misalnya kadin, dan kelompok
yang berorientasi sipil lainnya. Ringkasnya, eksposur membuat individu tampil
melebihi kadar dan kkeumuman yang dibutuhkan alam kebehasilan karier, utamanya
dalam peusahaan besar. Sebagai contoh : seorang karyawan secara sukarela mau
menambah waktu kerjanya dengan tetap masuk kerja setiap hari sabtu. Disamping
itu karyawan tersebut menaruh hormat pada pimpinan-nya di manapun dia berada
dan dalam situasi apa pun. Dengan demikian, karyawan tersebut menjadi lebih
dikenal oleh pimpinannya serta mempunyai nilai yang positif sehingga karyawan
tersebut diserahi tugas-tugas yang lebih penting serta dipromosikan kejenjang
karier berikutnya.
Pada perusahaan kecil, eksposur
terhadap para pengambil keputusan berlangsung lebih sering dan kurang
tergantung pada laporan, presentasi dan sebagainya. Pada sejumlah situasi,
utamanya, di negara-negara lain, status sosial, ikatan sekolah, dan senioritas
bisa jadi lebih penting dibanding eksposur.
c. Jaringan kerja (net working)
Jaringan kerja berarti
perolehan eksposur diluar perusahaan. Kontak pribadi dan profesional, utamanya
melalui asosiasi profesi akan memberikan kontak kepada seseorang yang bisa jadi
penting dalammengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan yang lebih baik. Kemudian
ketika karier seorang karyawan mencapai jalan buntu atau pemecatan mendorong
seseorang masuk kedalam kelompok paruh waktu, maka kontak-kontak ini bisa
membantu tujuan seseorang menuju pada peluang-peluang pekerjaan. Diantara
beberapa paradoks yang cukup mengenaskan pada era 1980-an dan 1990-an adalah
para karyawan yang loyal, yang bermaksud baik dan tekun yang mendedikasikan diri
mereka pada sebuah perusahaan, hanya mendapati bahwa diri mereka ada pada
daftar PHK. Bagi sejumlah orang, dedikasi terhadap perusahaan, bukan terhadap
karier mereka, mendapati bahwa mereka mengabaikan peluang untuk bersosialisasi
di luar perusahaan melalui konvensi, asosiasi dagang dan kelompok profesi.
Lalu, ketika mereka di PHK, mereka kekurangan jaringan asosiasi di luar
perusahaan yang membantu mereka dalam menemukan perusahaan.
Dengan demikian, melalui
jaringan pribadi antara seorang karyawan dengan karyawan lainnya dan juga
hubungan dengan kelompok profesional akan membentuk suatu ikatan atau jaringan
kerja baik antara karyawan tersebut dengan karyawan lainnya maupun dengan
kelompok profesional. Jaringan tersebut akhirnya akan sangat bermanfaat bagi karyawan
tersebut terutama di dalam perkembangan karirnya.
d. Pengunduran diri (resignations)
Apabila perusahaan tempat
seorang karyawan bekerja tidak memberikan kesempatan berkarir yang banyak dan
ternyata diluar perusahaan terbuka kesempatan yang cukup besar untuk berkarir,
untuk memenuhi tujuan karirnya karyawan tersebut akan mengundurkan diri.
Sejumlah karyawan profesional dan manajer pada khususnya beralih keperusahaan
lain sebagai bagian strategi karir yang disengaja. Jika dilakukan secara
efektif, pengunduran diri tersebut akan menguntungkan karyawan tersebut, yaitu
memperoleh pekerjaan yang lebih bagus atau mendapat promosi dengan penghasilan
yang meningkat serta memperoleh pengalaman kerja yang baru. Mengundurkan diri
untuk mengembangkan karir dengan perusahaan lain dikenal sebagai leveraging. Manajer dan profosional
cermat menggunakan teknik ini karena begitu banyak perpindahan kerja bisa
menyebabkan label ”pengharap pekerjaan”. Orang-orang yang meninggalkan
perusahaan jarang menguntungkan perusahaan sebelumnya karena mereka hampir
tidak pernah kembali dengan pengalaman-pengalaman baru mereka.
Pada studi terhadap 268
eksekutif aktif, hanya 3% (7 dari eksekutif itu) yang pernah kembali ke
perusahaan yang pernah mereka tinggalkan selama karir mereka. Ini berarti
perusahaan jarang memperoleh manfaat dari kembalinya manajer yang hengkang dan
pergi ke perusahaan lain. Karena itu, departemen SDM harus berupaya
mengembangkan loyalitas para karyawan mereka guna mengurangi turnover dan mempertahankan sumber daya
manusia pentingnya.
e. Pembimbing dan sponsor (mentors and sponsors)
Banyak karyawan dengan segera
mempelajari bahwa mentor bisa membantu pengembangan karir mereka. Pembimbing
adalah orang yang memberikan nasihat-nasihat atau saran-saran kepada karyawan
di dalam upaya mengembangkan karirnya. Pembimbing tersebut berasal dari dalam
perusahaan itu sendiri. Sedangkan sponsor adalah seseorang di dalam perusahaan
yang dapat menciptakan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan karirnya.
f. Bawahan yang mempunyai peranan
kunci (key subordinates)
Manajer-manajer yang berhasil
bersandarkan pada bawahan-bawahan yang membantu kinerja mereka. Bawahan bisa
mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang sangat khusus sehingga manajer bisa
belajar darinya, atau bawahan bisa melaksanakan peranan kunci dalam membantu
manajer di dalam menjalankan tugas-tugasnya. Bawahan seperti ini mempunyai
peranan kunci. Mereka memperlihatkan loyalitas pada manejer mereka dengan
standar etis yang tinggi. Mereka mengumpulkan dan menafsirkan informasi,
memberikan keterangan yang melengkapi keterampilan manajer mereka dan bekerja
kooperatif untuk mengembangkan karier manajer mereka. Mereka menguntungkan juga
karena mendaki tangga karier ketika manajer dipromosikan dan menerima penugasan
penting yang berupaya mengembangkan karier meeka. Orang-orang ini melengkapi
berbagai sasaran SDM melalui kerja tim, motivasi, dan dedikasi mereka. Namun,
ketika manajer mengundurkan diri dan membawa serta bawahan-bawahan serta
kuncinya, hasilnya bagi perusahaan bisa jadi kehancuran.
Sebagai strategi karier,
bawahan-bawahan kunci peduli bukan untuk terlibat pada manajer yang tidak
aktif. Seorang ahli menyebut orang-orang yang tidak aktif ini sebagai shelf-sitter. Bukan hanya shelf-sitter menghambat saluran promosi msaja,
tetapi bawahan-bawahan kunci mereka bisa jadi juga dilabelkan secara tidak fair
sebagai shelf-sitter. Meskipun
bekerja untuk shelf terbukti merupakan peluang pengembangan,
tetapi label tersebut bisa menahan kemajuan karier seseorang.
g. Peluang untuk tumbuh (growth opportunies)
Karyawan hendaknya diberi
kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya, misalnya melalui
pelatihan-pelatihan, kursusdan juga melanjutkan jenjang pendidikannya. Hal ini
memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan
rencana kariernya. Di samping itu, kelompok-kelompok di luar perusahaan bisa
membantu karier seseorang.
Aktivitas layanan komunitas
memberikan banyak peluang bagi pertumbuhan dan pengakuan, seperti kadin,
organisasi seni, dan kelompok komunitas lain. Bahkan layanan komunitas
memberikan kepada para manajer junior sejumlah peluang untuk menggunakan
keterampilan kepemimpinan mereka. Belajar untuk bekerja dengan relawan lain
bisa mengungkapkan keterampilan-keterampilan manajemen berbeda dan mengekspos
pada corak kepemimpinan berbeda. Kalangan perusahaan jasa profesional akunting,
hukum, konsultan dan profesional lain sering mengharapkan anggota-anggota
mereka aktif sebagai cara untuk mengembangkan bisnis baru. Di berbagai
perusahaan besar, keterlibatan komunitas bisa menjadi cara yang efektif untuk
memperoleh kejelasan dalam perusahaan. Jaringan kontak hubungan di luar
perusahaan bisa jadi berguna dalam mencari pekerjaan lain atau memulai
wirausaha.
2.
Pengembangan
Karir yang Didukung Departemen SDM
Pengembangan
karier seorang karyawan tidak hanya tergantung pada usaha karyawan tersebut,
tetapi juga tergantung pada peranan dan bimbingan manajer dan departemen SDM
terutama di dalam penyediaan informasi tentang karier yang ada dan juga di
dalam perencanaan karier karyawan tersebut. Departemen SDM membantu
perkembangan karier karyawan melalui program pelatihan dan pengembangan
karyawan. Untuk karyawan yang bekerja di perusahaan global, perkembangan
kariernya sangat tergantung pada pengalaman internasional yang dimilikinya.
Dalam hal ini departemen SDM membantunya dengan menyediakan kursus bahasa serta
pendidikan budaya negara-negara asing secara intensif.
3.
Peran
Pimpinan Dalam Pengembangan Karir
Upaya-upaya
departemen SDM untuk meningkatkan dengan membeikan dukungan perkembangan karier
para karyawan harus didukung oleh pimpinan tingkat atas (top manager) dan juga
para pimpinan tingkat menengah. Tanpa adanya dukungan mereka di semua lini,
maka perkembangan karir karyawan tidak akan berlangsung dengan baik. Dukungan
pimpinan/manajer di dalam perkembangan karir karyawan sangat bervariasi, contoh
Perusahaan Toyota dan Citybank; manajemen terlibat di dalam perencanaan karir
karyawan guna meyakinkan bahwa perencanaan karir karyawan guna meyakinkan bahwa
perencanaan karir karyawan berkaitan dengan tujuan perusahaan. Contoh lain
adalah perusahaan IMB memberikan pekatihan dan pengalaman yang begitu baik bagi
perkembangan karir para karyawan. Setelah lima tahun para karyawan tersebut
diperbolehkan bekerja di perusahaan manapun demi perkembangan karirnya.
4.
Peran
Umpan Balik Terhadap Pengembangan Karir
Tanpa
umpan balik yang menyangkut upaya-upaya pengembangan karir, maka relatif sulit
bagi karyawan bertahan pada tahun-tahun persiapan yang terkadang dibutuhkan
untuk mencapai tujuan-tujuan karir. Departemen SDM bisa memberikan umpan balik
melalui beberapa cara di dalam usaha pengembangan karir karyawan, di antaranya
adalah memberikan informasi kepada karyawan tentang keputusan penempatan
karyawan berikut alasannya.
Dengan demikian, karyawan yang tidak
berhasil menduduki suatu posisi yang diinginkan harus diberitahukan mengapa
mereka tidak memperoleh peluang karir yang mereka upayakan. Umpan balik di
dalam usaha penegembangan karir karyawan mempunyai beberapa sasaran :
a.
Untuk
menjamin bahwa karyawan yang gagal menduduki suatu posisi dalam rangka
perkembangan karirnya masih tetap berharga dan akan dipertimbangkan lagi untuk
promosi di waktu mendatang bila memang mereka memenuhi syarat.
b.
Untuk
menjelaskan kepada karyawan yang gagal kenapa mereka tidak terpilih.
c.
Untuk
mengidentifikasi apa tindakan-tindakan pengembangan karir spesifik yang harus
mereka laksanakan.
Perkembangan
karir seorang karyawan sangat ditentukan oleh kinerjanya, meskipun di dalam
promosi untuk menduduki suatu posisi tertentu ada yang mendasarkan pada siapa
yang dikenal. Untuk memberikan umpan balik kepada karyawan tentang prestasi
kerjanya, departemen SDM mengembangkan prosedur penilaian pekerjaan secara
formal. Hal ini akan memungkinkan karyawan tersebut untuk menyesuaikan prestasi
kerjanya dengan perencanaan karirnya. Kemudian dibuat penempatan kerja,
kesempatan pengembangan karir serta kompensasi yang diberikan guna memenuhi
kebutuhan perusahaan di waktu mendatang dan juga keinginan para karyawan.
2.2.1.2 Prinsip-prinsip Pengembangan Karir
Pengembangan karir (career development) meliputi aktivitas-aktivitas untuk mempersiapkan
seorang individu pada kemajuan jalur karir yang direncanakan. Selanjutnya ada
beberapa prinsip pengembangan karir yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.
Pekerjaan itu sendiri
mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan karir. Bila setiap
hari pekerjaan menyajikan suatu tantangan yang berbeda, apa yang dipelajari di
pekerjaan jauh lebih penting daripada aktivitas rencana pengembangan formal.
2.
Bentuk pengembangan skill yang dibutuhkan
ditentukan oleh permintaan pekerjaan yang spesifik. Skill yang dibutuhkan untuk
menjadi supervisor akan berbeda dengan skill yang dibutuhkan untuk
menjadi middle manager.
3.
Pengembangan akan
terjadi hanya jika seorang individu belum memperoleh skill yang sesuai dengan
tuntutan pekerjaan. Jika tujuan tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh seorang
individu maka individu yang telah memiliki skill yang dituntut pekerjaan
akan menempati pekerjaan yang baru.
4.
Waktu yang digunakan
untuk pengembangan dapat direduksi/dikurangi dengan mengidentifikasi rangkaian
penempatan pekerjaan individu yang rasional.
2.2.1.3
Faktor-faktor pengembangan karir
Faktor-faktor
pengembangan karir menggunakan Career Anchors
(Jangkar Karir). Menurut Henry (2001:395) model jangkar karir dirancang
untuk memandu orang-orang dalam merenungkan perubahan karir dan membantu
organisasi dalam membantu individu-individu untuk merencanakan karir mereka.
Sedangkan menurut Schein dalam Rani (2005:21), Career Anchors adalah suatu pola dari
perasaan pribadi tentang bakat-bakat, motif-motif dan nilai-nilai yang
bermanfaat untuk memandu, menghambat, menstabilkan dan mengintegrasikan karir
seseorang. Faktor yang terdapat dalam Career
Anchors (Jangkar Karir), yaitu :
1.
Kemampuan Manajerial
”A person seeks and values opportunities to manage. This
reflects further values for interpersonal competence, and emotional maturity”. (Seseorang mencari dan menghargai kesempatan-kesempatan
untuk mengatur. Hal ini merefleksikan nilai-nilai lebih jauh pada kemampuan
antar pribadi, kemampuan analisis, dan kematangan emosional). Kemampuan antar
pribadi adalah kemampuan individu dalam mengembangkan dirinya secara optimal,
diantaranya dengan meningkatkan ketrampilan, meningkatkan keefektivitasan
kerja, menghasilkan gagasan baru serta kemampuan individu menjalin hubungan
dengan orang lain. Kemampuan analisis adalah kemampuan individu dalam hal
menganalisa masalah-masalah yang dihadapi perusahaan. Kematangan emosional
adalah kematangan dan kemampuan individu untuk mengendalikan emosi dalam
menghadapi masalah.
2.
Kemampuan Teknis atau
Fungsional
Di dalam kemampuan
teknis atau fungsional selain adanya keinginan untuk melatih ketrampilan dalam
suatu bidang tertentu juga terdapat ketrampilan dalam swamanajemen yaitu jenis
kemampuan yang diperlukan agar dapat bersikap efektif dalam bekerja
sehari-hari, termasuk di dalamnya standar pelaksanaan tugas yaitu : pedoman
dalam menyelesaikan pekerjaan yang ditentukan oleh pihak instansi yang
bersangkutan, ke tetapan waktu dalam bekerja yaitu : ketetapan penyelesaian
tugas apakah sesuai dengan standar waktu yang ditetapkan perusahaan, tingkat ke
gagalan atau kesalahan dalam bekerja,
dan hukuman atau sanksi bila terjadi kesalahan dalam bekerja.
3.
Keseimbangan
Keseimbangan karir
seseorang adalah apakah karir seseorang itu telah sesuai dengan kemampuan,
ketrampilan dan pendidikan yang dimilikinya, dan perpindahan posisi kerja
seseorang yang akan menentukan berkembangnya tingkat karir seseorang
selanjutnya.
4.
Kreativitas
Kreativitas disini
memperlihatkan suatu minat dalam penciptaan dan pengembangan sesuatu (produk
atau proses) yang baru serta kesempatan untuk memmimpin proyek atau kegiatan
baru, dalam hal ini kemampuan dan ketrampilan seseorang akan menjadi faktor
utama. Faktor ini menerangkan keinginan karyawan agar dalam menentukan atau
menilai peningkatan karir seseorang pihak perusahaan juga harus menilai
kreativitas karyawannya.
5.
Kebebasan
Mengartikan bahwa
otonomi atau kemandirian memperlihatkan suatu keinginan untuk terbebas dari
peraturan dan batasan-batasan organisasi dalam menentukan kegiatannya sendiri,
yang artinya mereka berupaya bekerja dengan langkah yang mereka anggap benar,
faktor ini juga menerangkan pengaruh lingkungan kerja terhadap jangkar karir
ini, yaitu masuka-masukan dari lingkungan kerja (pimpinan atau bawahan), serta
dibutuhkannya pendelegasian tugas (memberikan wewenang) guna memperlancar
pekerjaan.
Pengembangan karir (career development) meliputi perencanaan karir (career planning)
dan manajemen karir (career management). Memahami pengembangan karir dalam sebuah organisasi
membutuhkan suatu pemeriksaan atas dua proses, yaitu bagaimana masing-masing
individu merencanakan dan menerapkan tujuan-tujuan karirnya (perencanaan karir)
dan bagaimana organisasi merancang dan menerapkan program-program pengembangan
karir/manajemen karir.
Prestasi kerja yang
memuaskan, pangkal tolak pengembangan karir seseorang adalah prestasi kerjanya
melakukan tugas yang dipercayakan kepadanya sekarang. Tanpa prestasi kerja yang
memuaskan, sukar bagi seorang pekerja untuk diusulkan oleh atasannya agar
dipertimbangkan untuk dipromosikan ke pekerjaan atau jabatan yang lebih tinggi
di masa depan. Begitu juga dengan pengenalan oleh pihak lain, yang dimaksud
pengenalan di sini ialah bahwa berbagai pihak yang berwenang memutuskan layak
tidaknya seseorang dipromosikan, seperti atasan langsung dan pimpinan bagian
kepegawaian, mengetahui kemampuan dan prestasi kerja pegawai yang ingin
merealisasikan rencana karirnya (Sondang, 2005:215-216).
2.2.1.4 Tujuan pengembangan karir
Tujuan pengembangan
karir dikemukakan oleh Dubrin yang dikutip oleh mangkunegara (2000:43) adalah:
1.
Membantu dalam
pencapaian tujuan individu dan perusahaan
Pengembangan karir
membantu pencapain tujuan perusahaan dan tujuan individu. Seorang pegawai yang
sukses dengan prestasi kerja sangat baik akan menduduki posisi jabatan yang
lebih tinggi, hal ini berarti pengelolaan dan pengembangan karir akan meningkat
efektivitas dan kreativitas SDM dalam upaya mendukung perusahaan untuk mencapai
tujuannya.
2.
Menunjukkan hubungan
kesejahteraan pegawai
Perusahaan merencanakan
karir karyawan dengan meningkatkan kesejahteraannya agar produktivitas karyawan
tetap terjaga dan mampu mendorong karyawan untuk selalu melakukan hal yang
terbaik dan menghindari frustasi kerja yang berakibat penurunan kinerja
perusahaan.
2.2.2
Turnover Intentions
2.2.3.1 Pengertian Turnover Intentions
Mutiara (2004 : 91)
mendefinisikan Turnover Intentions adalah keinginan untuk meninggalkan
organisasi dengan sengaja dan sadar. Artinya karyawan tersebut memang
berkeinginan meninggalkan pekerjaan dari perusahaan itu dengan sengaja.
Sedangkan menurut Good et al dalam Pareke (2003 : 152)
mendefinisikan keinginan berpindah sebagai keinginan atau kecenderungan (intentions)
seseorang untuk secara aktual berpindah (turnover) dari suatu
organisasi.
Biasanya dengan adanya
keinginan untuk keluar kerja di barengi dengan adanya persiapan untuk mencari
pekerjaan yang lain di organisasi atau perusahaan yang lain. Seperti yang
disampaikan oleh Suwandi dan Indriantoro (1999 : 177) mengatakan bahwa
keinginan berpindah mencerminkan keinginan individu untuk meninggalkan
organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain.
Sedangkan turnover berarti lebih mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi
organisasi jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu,
sedangkan keinginan pindah mengacu pada hasil evalusi individu mengenai
kelanjutan hubungannya dengan organisasi yang belum diwujudkan dalam tindakan
pasti meninggalkan organisasi (Suwandi dan Indriantoro, 1999 : 176).
Turnover Intentions
perusahaan perlu mendapat perhatian yang serius dari pihak manajemen
perusahaan terutama divisi Human Resource and Development (HRD), karena akan
berakibat negatif pada perusahaan jika tidak segera ditangani. Hal ini
diperkuat oleh pendapat dari Prapti, Lilis and Inon (2004 : 285) yang
mengatakan bahwa tingkat turnover intentions yang tinggi akan
mengakibatkan dampak negatif bagi organisasi, seperti menciptakan
ketidakstabilan terhadap kondisi tenaga kerja dan peningkatan biaya sumber daya
manusia. Keadaan tersebut menyebabkan organisasi menjadi tidak efektif karena
kehilangan karyawan yang berpengalaman. Dari dalam beberapa kasus tertentu, turnover memang diperlukan oleh
perusahaan, terutama terhadap karyawan dengan kinerja rendah, namun tingkat turnover tersebut harus diupayakan agar
tidak terlalu tinggi sehingga perusahaan masih memiliki kesempatan untuk
memperoleh manfaat atau keuntungan atas peningkatan kinerja dari karyawan baru
yang lebih besar dibanding biaya rekruitmen yang ditanggung organisasi.
Dari definisi diatas, secara
umum turnover dapat diartikan sebagai
aliran karyawan yang masuk dan keluar perusahaan, tetapi dalam hal ini peneliti
lebih menekankan pada turnover
intentionsnya karyawan dari pekerjaanya (Turnover Intentions).
2.2.3.2 Faktor – faktor Penyebab Terjadinya Turnover
Menurut Susilo dalam Retno (2004:30), menyatakan
bahwa penyebab karyawan keluar dari perusahaan adalah alasan sebagai berikut :
1. Ketidaktepatan pemberian tugas
Karyawan, khususnya pada masa percobaan, merasa
kurang cocok dengan tugas yang diberikan pada masa percobaan tersebut, sehingga
menurut pertimbangannya tak akan mungkin ada perkembanganya di masa depan.
2. Alasan mendesak
Alasan mendesak yang menyebabkan karyawan minta berhenti adalah :
a. Upah atau gaji tidak pernah diberikan pada
waktunya meskipun karyawan telah bekerja dengan baik.
b. Pimpinan perusahaan/organisasi melalaikan
kewajiban yang sudah disetujui dengan karyawan.
c. Bila pekerjaan yang ditugaskan pada
karyawan ternyata dapat membahayakan keselamatan dirinya maupun moralnya.
d. Karyawan memperoleh perlakuan pimpinannya
secara tidak manusiawi atau bersifat sadis dan sebagainya.
3. Menolak pimpinan baru
Apabila karyawan tidak cocok dan tidak sehati dengan sepak terjang pimpinan
barunya, dapat saja timbulnya stres yang tidak menguntungkan dirinya.
2.2.3.3 Bentuk – bentuk alternatif pengunduran
diri
Menurut Mobley dalam Retno (2004:32), mengatakan
pergantian karyawan dalam perilaku–perilaku yang artinya seperti kemangkiran
dan kelesuan seringkali dikelompokkan dalam perilaku pengunduran diri.
Sebagaimana diketahui dari
uraian diatas pergantian karyawan dapat terjadi diantara karyawan yang merasa
puas yang tertarik oleh harapan yang sangat positif mengenai pekerjaan di luar.
Namun apabila seseorang ingin meninggalkan pekerjaan yang tidak disenangi
tetapi terkendala karena, misalnya kurangnya kerjaan yang menarik,
faktor–faktor ekstren seperti karier pasangan hidup dan lain–lain, bentuk
pengunduran diri lain dapat berupa kemangkiran, kelesuan dan sebagainya.
Model meninggalkan pekerjaan
dari Mobley, Homer dan Hollingsworeth dalam Ashar Sunyoto (2001:366) yang dapat
dilihat dalam gambar 2.1 menunjukkan bahwa setelah tenaga kerja tidak puas
terjadi beberapa tahap (misalnya berpikir untuk meninggalkan pekerjaan) sebelum
keputusan untuk meninggalkan pekerjaan diambil. Dari penelitian dengan
menggunakan kerja berkolerasi dengan pikiran–pikiran untuk meningkatkan
pekerjaan, dan bahwa niat untuk meninggalkan kerja berkolerasi dengan
meninggalkan pekerjaan secara aktual.
Sumber : Mobley,
Horner, Hollingsworth, 1978 dalam Ashar Sunyoto (2001:366).
Gambar 2.1
Langkah-langkah Dalam Proses
Keputusan Meninggalkan Pekerjaan
2.2.3.4 Dampak (akibat) dari Turnover bagi Perusahaan
Turnover sebenarnya tidak selalu berdampak
negatif, melainkan juga positif terutama bila turnover yang ada memang
dikehendaki oleh perusahaan terutama yang berhubungan dengan prestasi kerja
karyawan yang dianggap kurang, tindakan disiplin dari karyawan ataupun pensiun.
Mathis and Jackson (2004:102)
mengatakan bahwa kehilangan beberapa tenaga kerja kadang memang diinginkan,
apabila jika tenaga kerja yang pergi adalah yang kinerjanya rendah.
Flippo dalam Retno (2004:35)
menyebutkan bahwa turnover merupakan
indeks stabilitas dari tenaga kerja dimana suatu pergerakan yang berlebihan
merupakan hal yang tidak diinginkan dan mahal karena dapat menimbulkan berbagai
dampak (biaya) seperti :
1. Hirrring
costs (biaya perekrutan)
meliputi waktu dan fasilitas untuk rekrumen, wawancara dan penempatan.
2. Training
costs meliputi waktu dari
supervisor, bagian personalia dan pelatih.
3. Tingkat kecelakaan dari pekerjaan baru
yang cenderung lebih tinggi.
4. Hilangnya produkrivitas dalam interval
waktu antara keluarnya pekerjaan lama sampai dengan diperoleh penggantinya.
5. Peralatan produksi yang tidak dapat
difungsikan secara penuh secara proses perekruten dan masa training.
6. Tingkat kerusakan dan waktu yang terbuang
cenderung lebih tinggi pada pekerjaan baru.
7. Kerja lembur yang disebabkan oleh
banyaknya pekerjaan yang keluar mengakibatkan masalah dalam memenuhi jadwal
pengiriman yang telah disepakati.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dampak
negarif yang ditimbulkan oleh turmover
tidak hanya berhubungan dengan faktor biaya sehingga perlu segera diselesaikan
karena dapat mempengaruhi efektivitas organisasi secara keseluruhan.
2.2.3.5
Pengendalian labor turnover
Perusahaan harus dapat mengusahakan tingkat
perputaran karyawan yang terkendali. Interview
bagi karyawan yang keluar adalah cara yang baik sekali untuk mengeksplorasi
alasan-alasan yang membuat karyawan untuk memutuskan untuk keluar dari
pekerjaannya. Langkah berikutnya adalah untuk menetapkan prosedur kebijaksanaan
baru untuk mencegah keluar masuknya karyawan pada waktu yang akan datang.
Berikut ini adalah sejumlah hal yang dapat
dilakukan perusahaan dalam memerangi masalah tingginya tingkat keluar masuknya
karyawan menurut Grensing dalam Retno (2004:33-34) yaitu :
a. Evaluasi kembali praktek perekrutan
karyawan. Mungkin perusahaan sedang memperkerjakan karyawan yang kualifikasinya
terlau tinggi dan tentu saja memiliki kemungkinan besar untuk merasa jemu atau
tidak puas.
b. Ketika memungkinkan pekerjakanlah kembali
mantan karyawan. Ini bisa memberikan pesan kepada yang lain bahwa perusahaan
ini adalah benar – benar tempat yang baik untuk bekerja jika sampai orang yang
sudah keluarpun masuk kembali.
c. Pertimbangkan perkembangan rencana pensiun
atau pembagian keuntungan.
d. Yakinkah diri bahwa perusahaan telah
membuat kesempatan – kesempatan bagi promosi adil dan dapat dimengerti secara
baik.
e. Bukalah saluran komunikasi bagi manajemen.
Ketika karyawan tidak mengerti tujuan dari perusahaan dan bagaimana hal itu
akan mempengaruhi hidup mereka, rasa tak puas bisa berkembang.
f. Tindakan penggunaan insentif – insentif
nonfinansial. Penghargan terhadap prestasi kerja, dan tanggung jawab tambahan
adalah beberapa cara untuk melakukan hal ini.
g. Lakukanlah interview untuk karyawan yang
mau pindah kerja dan meninggalkan perusahaan. Tema–tema umum pada diskusi ini
dapat membantu perusahaan untuk memodifisikan prosedur atau praktek yang saat
sekarang menyebabkan rasa tidak puas karyawan di perusahaan.
h. Tanyakan kepada karyawan sekarang tentang
apa yang mereka suka atau tidak suka
dari hal–hal yang dipraktekan di perusahaan. Survei sikap merupakan cara yang
baik untuk mendapatkan informasi ini.
i.
Lakukan
penelitian kerja secara teratur. Para karyawan perlu tahu bagaimana kerja
mereka, kecuali perusahaan memberitahu mereka. Karyawan akan berspekulasi bahwa
mereka bekerja secara baik sekali namun perusahaan tidak menghargai sehingga
karyawan bisa kehilangan arah. Karyawan berspekulasi bahwa mereka tak bisa
bekerja memenuhi standar perusahaan, mereka akan patah semangat, kehilangan
kepercayaan dan pindah kerja ke perusahaan lain.
2.2.3.6
Pengukuran Turnover Intentions
Mutiara (2004:91) berpendapat bahwa
keinginan untuk pindah kerja didefinisikan sebagai keinginan untuk meninggalkan
organisasi dengan senagaja dan sadar. Sebagaimana halnya dengan konsep – konsep
lainya yang bersifat kualitatif atau yang disebut konstruk. Konsep ini dapat
diukur dengan menggunakan Daftar Pernyataan (Kuesioner) yang dapat terdiri dari
beberapa perntayaan. Sebagai contoh, Hom, et all (1984) menggunakan dua
pertanyaan, yaitu (1) saya acapkali berpikir untuk pindah kerja, dan (2)
seberapa sering anda berpikir untuk pindah kerja. Stephen (1995) menggunakan
tiga pertanyaan, yaitu (1) sebetapa sering mereka berpikir untuk meninggalkan
perusahaan, (2) seberapa seangnya mereka dengan pekerjaan yang sekarang
sehingga mereka tidak mau mencari jabatan dengan majikan yang lain, dan (3)
seberapa senangnya mereka selama ini, sehingga mereka tidak berniat untuk
pindah kerja pada tahun mendatang. Selanjutnya, Chen and Fransesco (2000)
menggunakan empat pertanyaan, yaitu (1) adanya pemikiran untuk meninggalkan
pekerjaan, (2) kemungkinan untuk pindah kerja pada waktu yang akan datang, (3)
keinginan untuk tetap tinggal guna mengembangkan karir di perusahaan yang
sekarang, dan (4) merasa tidak mempunyai masa depan, jika tetap bekerja di
perusahaan ini. Dalam hal ini penelitian menggunakan pertanyaan dari Chen and
fransesco (2000) yang sudah dimodifikasi dan disesuaikan.
2.2.3
Hubungan antara pengembangan karir, terhadap turnover intentions
Mengikuti Delery and Doty yang dikutip oleh
Nasurdin, (2006:25), pengembangan karir sebagai derajat persepsi karyawan
tentang adanya program perencanaan karir untuk membantu anggotanya mencapai
tujuan karir mereka. Brewer and Nauenberg
yang dikutip oleh Nasurdin, (2006:25), bahwa peluang untuk promosi dan
pengembangan karir, merupakan variabel penentu penting terhadap turnover intentions karyawan.
Connel et al dalam Nasurdin, (2006:27),
mengindikasikan bahwa turnover intentions
karyawan secara signifikan akan menurun seiring dengan semakin tingginya
kepercayaan karyawan terhadap manajemen puncak. Hal ini juga didukung oleh
hasil meta-analysis Koopman dalam
Nasurdin, (2006:27), bahwa hubungan yang saling mempercayai antara karyawan
dengan atasan akan meningkatkan loyalitas karyawan dan menurunkan turnover intentions.
2.3
Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran diperlukan sebagai
acuan berpikir untuk memudahkan pembaca untuk mengetahui apa sesungguhnya yang
dibahas pada penelitian ini. Berdasarkan tujuan
penelitian dan landasan teori, maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam
penelitian ini disusun seperti gambar 2.2. Kerangka pemikiran ini menggambarkan
bahwa pengembangan karir mempengaruhi secara langsung terhadap turnover intentions.
Kerangka
pemikiran yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
|
|
Gambar 2.2
Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran
yang menjelaskan pengaruh Pengembangan Karir terhadap Turnover Intentions yang
dimediasi oleh Kepercayaan pada Organisasi.
2.4
Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang penulis ajukan adalah
sebagai berikut :
Diduga pengembangan karir berpengaruh secara
signifikan terhadap turnover intentions.
BAB III
|
3.1 Rancangan Penelitian
Rancangan
penelitian merupakan kerangka kerja atau cetak biru yang berguna sebagai
pedoman utama dalam melakukan serangkaian kegiatan dalam penelitian menurut
Malhotra yang dikutip oleh Sutarso (2003: 27). Rancangan penelitian dapat
ditinjau dari tiga perspektif yang berbeda (Cooper and Emory, 1996 : 120).
Berdasarkan
tinjauan tersebut, pertama, penelitian ini merupakan penelitian formal dilihat
dari tingkat perumusan masalah dimana untuk menguji hipotesis atau menjawab
pernyataan-pernyataan yang diajukan peneliti. Kedua, dilihat dari metode
pengumpulan data, penelitian ini merupakan metode survei dimana peneliti
menyebarkan kuesioner yang berbentuk pernyataan sebagai alat pengumpul data
yang pokok yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh
pengembangan karir terhadap turnover
Intentions. Ketiga, tujuan penelitian adalah penelitian deskriptif, karena
di dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan obyek yang akan diteliti.
3.2 Batasan Penelitian
|
3.3 Identifikasi Variabel
Identifikasi
variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu variabel bebas,
variabel terikat, dan variabel intervening.
Variabel – variabel tersebut adalah :
1. Variabel bebas (X) yaitu pengembangan
karir
2. Variabel terikat (Y) yaitu turnover intentions
3.4
Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.4.1 Definisi Operasional
Untuk
memudahkan pemahaman dan lebih memperjelas apa yang dimaksud dengan
variabel-variabel penelitian yang telah diidentifikasi, maka diberikan definisi
operasional sebagai berikut :
1. Variabel
Bebas (X) : Pengembangan Karir
Pengembangan karir merupakan
penilaian karyawan tentang proses peningkatan kemampuan kerja individu yang
dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan. Indikator-indikator yang
digunakan dalam variabel pengembangan karir adalah :
a.
Kemampuan Manajerial (X1.1)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang peningkatan kemampuan
pribadi, peningkatan kemampuan analisis, dan kematangan emosional.
b. Kemampuan
Teknis atau Fungsional (X1.2)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang standar pelaksanaan tugas,
ketepatan waktu, tingkat kegagalan / kesalahan dalam menyelesaikan tugas dan
hukuman atau sanksi bila terjadi kesalahan pengerjakan tugas.
c.
Keseimbangan (X1.3)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang kesesuaian pekerjaan dengan
pendidikan, keahlian, dan keseimbangan karirnya serta perpindahan posisi
kerjanya.
d.
Kreativitas (X1.4)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang kesempatan dalam menciptakan
dan mengembangkan sesuatu yang baru serta kesempatan untuk memimpin proyek atau
kegiatan-kegiatan baru.
e.
Kebebasan (X1.5)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang masukan dari lingkungan
kerja (pimpinan atau bawahan). Pemberian otonomi kebebasan dalam menjalankan
tugas serta pendelegasian.
2. Variabel Terikat (Y) : Turnover
Intentions
Turnover
Intentions, merupakan keinginan untuk meninggalkan organisasi dengan
sengaja dan sadar. Indikator-indikator
yang digunakan dalam variabel Turnover
Intentions adalah :
a.
Pemikiran meninggalkan pekerjaan. (Y1.1)
Penilaian
karyawan sebagai responden tentang pemikiran karyawan
apakah karyawan
akan meninggalkan pekerjaan yang sekarang di masa yang akan datang.
b.
Kemungkinan pindah kerja. (Y1.2)
Penilaian
karyawan sebagai responden tentang kemungkinan meninggalkan pekerjaan yang
sekarang dan untuk masa yang akan datang.
c.
Keinginan tetap tinggal. (Y1.3)
Penilaian
karyawan sebagai responden tentang keinginannya untuk tetap tinggal dari
pekerjaan yang sekarang guna untuk mengembangkan karir di perusahaan yang
sekarang.
d.
Perasaan terhadap pekerjaan. (Y1.4)
Penilaian
karyawan sebagai responden tentang respon emosional karyawan terhadap pekerjaan
yang saat ini sedang di jalani menyangkut prospek karir di masa depan.
3.4.2
Pengukuran
Variabel
Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan skala interval untuk mengukur variabel. Dengan menggunakan skala
ini, variabel yang akan diukur dijabarkan dalam komponen terukur, kemudian
dijadikan titik tolak untuk menyusun item pernyataan yang kemudian dijawab oleh
responden. Untuk keperluan analisis kuantitatif jawaban responden diberi skor
satu sampai lima. Semakin tinggi skor berarti semakin baik atau semakin tinggi
nilai indikator tersebut. Dalam hal ini peneliti menggunakan skala Likert yang merentang dari “sangat tidak
setuju” sampai “sangat setuju”.
Untuk mencari nilai atau
masing-masing responden dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai jawaban
kuesioner masing-masing variabel dan dibagi dengan banyaknya jumlah pernyataan
masing-masing variabel.
Untuk
mempermudah proses tabulasi, maka jawaban pernyataan diatas akan diberi skor
antara satu sampai dengan lima, skor dari pernyataan tersebut tercantum dalam
tabel sebagai berikut :
Tabel 3.1
INTERVAL KELAS DAN SKOR
JAWABAN
Kategori
|
Bobot Nilai
|
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Sangat Setuju
|
1
2
3
4
5
|
Sumber :
Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis 2004
3.5
Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh
peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya
lebih baik, dalam arti cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah
untuk diolah (Suharsismi, 2002:136). Berikut ini merupakan kisi-kisi dari
rancangan pernyataan kuesioner untuk variabel bebas, variabel terikat :
Tabel 3.3
Daftar
kisi-kisi (Pernyataan Kuesioner)
Variabel
|
Indikator
|
Jumlah
Butir
|
Keterangan
|
Pengembangan Karir (X)
|
1. Kemampuan manajerial
2. Kemampuan teknis
atau fungsional
3. Keseimbangan
4. Kreativitas
5. Kebebasan
|
4
4
4
4
4
|
Replikasi
Schein, dalam Rani Wijayanti
(2005:21)
|
Turnover Intentions (Y)
|
1. Pemikiran meninggalkan pekerjaan
2. Kemungkinan pindah kerja
3.
Keinginan tetap tinggal
4. Perasaan terhadap
pekerjaan
|
1
1
1
1
|
Replikasi
Chen dan Fransesco, (2000)
dalam Fariz Frizal (2006:38)
|
3.6
Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan
Sampel
Sebelum dijelaskan mengenai populasi
dan sampel pada penelitian ini, maka sebaiknya terlebih dahulu perlu dijelaskan
mengenai pengertian populasi dan sampel. Populasi merupakan suatu kelompok
elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, obyek, transaksi, atau
kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek
penelitian (Kuncoro, 2003:103). Dalam penelitian ini populasinya adalah para
karyawan dari perusahaan yang bergerak di bidang alat jasa. Dimana respondennya
adalah para karyawan di bagian mekanik pada PT. Aneka Jasa Grhadika di Gresik
yang berjumlah 72 orang yang akan dijadikan sebagai responden dalam penelitian
ini.
Setelah menentukan populasi, maka langkah berikutnya yaitu menentukan
sampel. Sampel adalah bagian dari populasi (Husein, 2002:136). Dalam penelitian
ini seluruh anggota populasi dijadikan sampel. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini disebut Sensus, karena sampel yang diolah diambil dari semua
anggota populasi.
3.7
Data dan Metode Pengumpulan Data
3.7.1
Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian
ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh dengan survei lapangan yang
menggunakan semua metode pengumpulan data original (Kuncoro, 2003: 127). Metode
Pengumpulan Data diambil dari data kuesioner yaitu metode pengambilan data
dengan cara menyebarkan daftar pernyataan kepada responden atau sampel.
3.7.2
Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan
metode kuesioner, yaitu metode pengumpulan data yang diperoleh dengan
mengajukan daftar pernyataan yang telah disusun dalam bentuk angket kepada para
responden. Hal ini dilakukan agar hasil yang diterima dapat lebih jelas.
Selanjutnya akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas.
3.8 Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
3.8.1 Uji Validitas
Suatu angket dikatakan valid (sah) jika
pernyataan pada angket mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh
angket tersebut, yaitu dengan cara menghitung korelasi untuk masing-masing
pernyataan dengan skor total memakai rumus teknik korelasi product moment.
Korelasi pearson (r) digunakan untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan
bagian kuat suatu variabel dengan variabel lain (Husein, 2002:178). Instrumen
dikatakan valid apabila koefisien korelasinya sudah lebih besar dari nilai r
tabel dengan alpha 5 %.
Untuk memudahkan perhitungan mengenai uji
validitas, maka digunakan program statistik SPSS
ver.12 for windows. Angka korelasi yang diperoleh masing-masing pernyataan
dapat menunjukkan signifikan atau tidaknya pernyataan tersebut. Selain itu jika
angka korelasi yang diperoleh negatif, hal ini menunjukkan bahwa pernyataan
tersebut bertentangan dengan pernyataan lainnya. Dalam pengujian tersebut, bisa
saja ada butir pernyataan yang ternyata tidak valid, sehingga harus dieliminasi
atau diganti dengan pernyataan lain. Rumus dari
validitas menggunakan Product Moment Person sebagai berikut :
r =
dimana : X = skor perbandingan ke -n
Y = skor total
Menurut Santoso (2000: 277) menyatakan bahwa :
1. Jika
r hasil positif, serta r hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut
valid.
2. Jika
r hasil tidak positif, serta r hasil < r tabel, maka butir atau variabel
tersebut tidak valid.
3. Jadi
jika r hasil bertanda negatif tetapi > r tabel, maka item variabel tersebut
dinyatakan tidak valid.
3.8.2 Uji Reliabilitas
Singgih (2000:280), menyatakan bahwa
tujuan pengujian reliabilitas adalah proses menguji butir-butir pernyataan yang
ada dalam sebuah kuesioner, apakah isi dan butir-butir tersebut sudah bisa
untuk mengukur faktornya. Dalam penelitian ini, ukuran kehandalan suatu
instrumen diuji dengan Cronbach Alpha (α). Menurut Husein
(2002:194-196), suatu instrumen dikatakan memiliki kehandalan sangat baik dalam
memprediksi suatu gejala yang diukur apabila dikelompok intrumen yang diuji
memiliki alpha (α) yang tinggi.
Suatu angket dikatakan
reliabel (andal) jika jawaban responden terhadap pernyataan adalah konsisten
atau stabil dari waktu kewaktu. Dalam rumus uji reliabilitas Cronbach Alpha ini dapat dituliskan
sebagai berikut :
rn =
dimana : rn
= reliabilitas instrumen
k
= banyaknya butir pertanyaan
= varians total
= jumlah varians butir
Menurut Santoso (2000: 280) menyatakan bahwa :
1. Jika r alpha positif dan r hasil > r
tabel, maka butir atau variabel tersebut reliabel.
2. Jika r alpha positif dan r hasil < r
tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak reliabel.
3. Jadi jika r alpha bertanda negatif tetapi
> r tabel, maka butir atau variabel tersebut dinyatakan tidak reliabel.
3.9 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistik untuk
menguji hipotesis yaitu sebagai berikut :
3.9.1 Teknik Analisis Statistik
Dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan
peneliti untuk menjawab permasalahan apakah pengaruh pengembangan karir
terhadap turnover intentions pada
karyawan PT. Aneka Jasa Grhadika di Gresik.
3.9.1.1 Teknik Analisis Regresi Linier
Menurut Algifari (1997: 134) ”Analisis
Regresi bertujuan untuk menentukan persamaan regresi yang baik yang dapat
digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen”. Analisis regresi linier
digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh antara variabel bebas pengembangan
karir (X) terhadap variabel terikat yaitu turnover
intention (Y).
Rumus : Y =
a + bX
Dimana :
Y : Variable terikat (turnover intention)
a : Konstanta
b, : Koefisien regresi
variable
bebas :
X : Pengembangan karir
3.9.2.2. Melakukan Uji t
Hasil Uji t ini
digunakan untuk menyimpulkan pengaruh masing-masing variabel bebas secara
parsial terhadap variabel terikat. Langkah-langkah yang dilakukan dalam Uji
t (uji parsial) ini sebagai berikut :
a. Memformulasikan
hipotesis
1. H0 : = 0 (i = 1)
Artinya
: Variabel bebas secara parsial memiliki
pengaruh yang tidak signifikan terhadap variabel terikat.
2. H1
: (i = 1)
Artinya
: Variabel bebas secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
variabel terikat
b. Menentukan
taraf signifikansi
Taraf
signifikansi yang digunakan sebesar 95% ().
c. Menentukan daerah penerimaan dan
penolakan H0
Gambar 3.3 Daerah Penerimaan Dan Penolakan H0 Uji t
d. Menghitung nilai t hitung dengan
menggunakan statistika dapat dirumuskan sebagai berikut :
t =
Se (bj)
= standar deviasi koefisien regresi variabel X, yang dapat diperoleh dengan
rumus sebagai berikut :
Se (bj)
=
Dimana
: bj = Koefisien regresi variabel X
membandingkan hasil dari t hitung dan t tabel
e. Penarikan
kesimpulan dengan memanfaatkan print out komputer dengan memperhatikan
signifikansi T pada tabel coefficientnya.
Kriteria
yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis yang telah ditetapkan
adalah sebagai berikut :
1. Jika
t hitung lebih besar t tabel atau t hitung lebih kecil t tabel akan nilai
probabilitas (sig t) lebih kecil dibanding dengan taraf signifikansi () sebesar 5% maka H0 ditolak dan H1 diterima
artinya variabel bebas secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan
terhadap variabel terikat.
2. Jika
t tabel lebih kecil t hitung atau t hitung lebih kecil t tabel atau nilai probabilitas (sig t) lebih
besar dibandingkan dengan taraf
signifikansi () sebesar 5%, maka H0
diterima dan H1 ditolak artinya variabel bebas secara parsial
memiliki pengaruh yang tidak signifikan
terhadap variabel terikat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar