“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN GRESIK”
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN GRESIK”
“PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN GRESIK”
ABSTRAK
Seorang anak
yang terpakasa bekerja adalah bentuk penelantaran hak anak, karena pada saat
bersamaan akan terjadi pengabaian hak yang harus diterima mereka. Keadaan ini
menjadikan pekerja anak termasuk dalam kategori yang memerlukan Perlindungan Khusus
yang menuntut penangananserius dari orang tua, keluarga , masyarakat dan
kelompok terkait serta pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Karena pertumbuhan
perkembangan anak untuk menjadi manusia seutuhnya sangat bergantung pada system
moral meliputi nilai-nilai normative yang sesuai dengan nilai yang berlaku
dimasyarakat. Dari aspek ekonomi, pihak pengusaha sangat diuntungkan dengan
banyaknya pekerja anak, yaitu dengan pembayaran upahyang rata-rata lebih
rendah, mereka juga tidak abnyak menuntut bahkan tidak mengetahui apa yang
sebenarnya menjadi haknya sebagai pekerja.
Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ini telah memberikan ketentuan
larangan bagi siapapun untuk mempekerjakan atau melibatkan anak-anak dalam
bentuk pekerjaan terburuk. Undang-Undang ini hanya memberikan perlindungan
hukum bagi pekerja/buruh yang bekerja pada sector formal. Sedangkan para
pekerja anak yang bekerja diluar hubungan kerja (sektor informal) tidak diatur
dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan melainkan
Menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan
Aank.
Akhirnya dengan
melihat pentingnya persoalan pekerja anak, skripsi ini hendak mendeskripsikan
bagaimana syarat-syarat pekerja anak dalam hukum ketenagakerjaan dan hukum
perlindungan anak? Dan bagimana perlindungan hukum terhadap pekerja anak?
Penelitian hukum
yang dilakukan penulis adalah yuridis normative (hukum normatif) yaitu suatu
prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika
keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Pendekatan yang dilakukan dalam
penelitian ini menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach).
Dari hasil
penelitian dapat disimpulakan bahwa dalam rangka memeberikan perlindungan hukum
terhadap pekerja anak, Undang-Undang telah menguraikan dengan jelas dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan terkait dengan
syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam mempekerjakan anak. Diamana telah
dijelaskan dalam Pasal 69 ayat (2), terkecuali bagi anak yang bekerja pada
usaha keluarganya. Namun pelanggaran yang terjadi terhadap Pasal 69 ayat (2) tersebut terletak dalam
pelaksanaan perjanjian kerja anatar pengusaha dengan orang tua atau wali dan
waktu kerja maksimum bagi anak. Sedangkan Undang-Undang Nomor 23 Tentang
Perlindungan Anak, tidak menguraikan dengan jelas tentang perlindungan terhadap
pekerja anak. Sedangakan pelaksaaan perlindungan hukum terhadap pekerja anak
juga diuraikan dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang KetenagakerjaanPasal
183, 185, dan 187, beberapa Pasal tersebut merupakan ketentuan pidana.
Disamping itu juga terdapat sanksi administratif yang hanya dikhususkan untuk
pengusaha atau pemebri kerja yang diuraiakan dalam Pasal 190.
I.
PENDAHULUAN
Latar Belakang dan
Rumusan Masalah
Manusia
mempunyai kebutuhan yang beraneka ragam. Dalam upaya pemenuhan kebutuhannya
itu, manusia dituntut untuk bekerja. Pekerjaan tersebut dapat diusahakan secara
sendiri atau mandiri dengan menciptakan usaha maupun dengan bekerja pada orang
lain. Pekerjaan yang diusahakan secara sendiri atau mandiri, maksudnya adalah
bekerja atas modal dan tanggung jawab sendiri. Sedangkan bekerja pada orang
lain, adalah bergantung pada orang lain yang memberi perintah dan mengutusnya
dan harus tunduk dan patut pada orang lain yang memberikan pekerjaan tersebut.
Setiap
orang mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh pekerjaan dan berhak
memperoleh perlakuan yang sama tanpa adanya perbedaan dari pengusaha. Dengan
perkembangan teknologi yang semakin pesat seperti saat ini, persaingan tidak
lagi dapat dihindari. Perbedaan antara kaya dan miskin semakin jelas terlihat
di Indonesia. Masalah kemiskinan telah menjadi sebuah polemik yang
berkepanjangan bagi semua negara termasuk Indonesia. Secara signifikan jumlah
keluarga miskin juga semakin meningkat, yang salah satunya memberi dampak dalam
peningkatan jumlah pekerja anak.
Pekerja
anak merupakan salah satu masalah yang cukup kompleks. Selain faktor
kemiskinan, faktor budaya juga tampaknya turut berpengaruh terhadap
kecenderungan anak untuk bekerja. Banyak orang tua yang berpendapat bahwa
bekerja merupakan proses belajar yang akan berguna bagi perkembangan anak
dikemudian hari. Hal ini terjadi dalam masyarakat yang mengalami transisi
ekonomi atau kelompok miskin di perkotaan. Bila kondisi keluarga dalam
kemiskinan, mereka akan memanfaatkan sumber yang tersedia. Salah satu upaya
untuk beradaptasi dengan kemiskinan adalah memanfaatkan tenaga kerja keluarga.
Akibatnya banyak orang tua harus rela melepaskan anaknya untuk bekerja demi
membantu meningkatkan perekonomian keluarga.
Sedangkan
bagi anak itu sendiri, di usia mereka semestinya dipergunakan untuk menuntut
ilmu dan menambah keterampilan di sekolah, bahkan untuk bermain dengan anak
seusianya. Akan tetapi pada kenyataannya digunakan untuk bekerja. Anak yang
bekerja merupakan salah satu gambaran betapa rumit dan kompleksnya permasalahan
anak. Seorang anak yang terpaksa bekerja adalah bentuk penelantaran hak anak,
karena pada saat bersamaan akan terjadi pengabaian hak yang harus diterima
mereka.
Keadaan ini
menjadikan pekerja anak termasuk dalam kategori yang memerlukan perlindungan
khusus yang menuntut penanganan serius dari orang tua, keluarga, masyarakat dan
kelompok yang terkait serta pemerintah sebagai pembuat kebijakan. Peran
pemerintah, masyarakat dan lembaga terkait akan semakin signifikan dalam
menangani permasalahan pekerja anak ketika orang tua dalam kemiskinan akut.
Perlindungan khusus menurut ketentuan Pasal 1 butir 15 Undang-Undang Nomor 23
Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yaitu perlindungan yang diberikan kepada
anak dalam situasi darurat, anak berhadapan dengan hukum anak dari kelompok
minoritas dan terisolasi, anak dieksploitasi secara ekonomi dan atau seksual,
anak yang diperdagangkan, anak yang menjadi korban penyalahgunaan narkotika,
alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya, anak korban penculikan,
penjualan, perdagangan anak, anak korban kekerasan fisik dan atau mental, anak
yang meyandang cacat, dan anak korban perlakuan salah dan penelantaran.[1]
Dalam
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, juga disebutkan
bahwa Perlindungan Anak adalah segala kegiatan untuk menjamin anak dan
hak-haknya agar dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara
optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat
perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.[2]
Perlindungan
anak tersebut berkaitan erat untuk mendapatkan hak asasi mutlak dan mendasar
yang tidak boleh dikurangi satu pun atau mengorbankan hak mutlak lainnya untuk
mendapatkan hak-haknya sebagai manusia seutuhnya bila ia menginjak dewasa,
dengan demikian bila anak telah menjadi dewasa, maka anak tersebut akan
mengetahui dan memahami mengenai apa yang menjadi dan kewajiban baik terhadap
keluarga, masyarakat, bangsa dan negara.
Hak
asasi anak adalah hak asasi manusia plus dalam arti kata harus mendapatkan
perhatian khusus dalam memberikan perlindungan, agar anak yang baru lahir,
tumbuh dan berkembang mendapat hak asasi manusia secara utuh. Hak asasi manusia
meliputi semua yang dibutuhkan untuk pembangunan manusia seutuhnya dan hukum
positif mendukung pranata sosial yang dibutuhkan untuk pembangunan manusia
seutuhnya dan hukum positif mendukung pranata sosial yang dibutuhkan untuk
pembangunan seutuhnya tersebut.
Pekerja
anak butuh perlindungan lebih, mengingat keadaan anak yang masih lemah baik
secara fisik, mental, sosial, maupun intelektualitas. Karena pertumbuhan dan
perkembangan anak untuk menjadi manusia seutuhnya sangat bergantung pada sistem
moral meliputi nilai-nilai normatif yang sesuai dengan nilai yang berlaku di
masyarakat.
Meningkatnya
jumlah pekerja anak yang digunakan oleh perusahaan, berdampak semakin
berkurangnya kesempatan kerja bagi pekerja dewasa. Hal ini disebabkan karena
akibat dari hasil produktifitas pekerja anak ternyata tidak jauh berbeda dengan
produktifitas pekerja dewasa. Dari aspek ekonomi, pihak pengusaha sangat
diuntungkan dengan banyaknya pekerja anak, yaitu dengan pembayaran upah yang
rata-rata lebih rendah, mereka juga tidak banyak menuntut bahkan tidak
mengetahui apa yang sebenarnya menjadi haknya sebagai pekerja. Dampak yang
sangat besar yang diderita adalah hilangnya kesempatan anak untuk memasuki
dunia sekolah.
Eksploitasi
anak juga semakin sering dijumpai karena banyak dari mereka yang tidak
mengetahui hak-haknya sebagai pekerja yang sebenarnya dapat memeberikan
peningkatan kesejahteraan mereka. Pemerintah bersama legislatif telah
mengeluarkan sebuah peraturan tentang Ketenagakerjaan yaitu Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003 yang merupakan penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun
1964 tentang Pokok-Pokok Ketenagakerjaan yang memberikan perlindungan hukum
bagi pekerja dan pemberi kerja.
Mengenai
pekerja anak, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ini
telah memberikan ketentuan larangan bagi siapapun untuk mempekerjakan atau
melibatkan anak-anak dalam bentuk pekerjaan terburuk. Namun mengenai
jenis-jenis pekerjaan yang dianggap “pekerjaan terburuk” tersebut tidak diatur
lebih lanjut dalam suatu Undang-Undang melainkan ditetapkan melalui sebuah
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 235/MEN/2003 tentang
jenis-jenis pekerjaan yang membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak,
yang mulai berlaku sejak tanggal 31 Oktober 2003. Pasal 3 dalam KEPMEN tersebut
menetapkan usia 15 (lima belas) tahun atau lebih sebagai usia kerja anak, dan
melarang anak usia dibawah 18 (delapan belas) tahun untuk melakukan pekerjaan
yang berbahaya bagi kesehatan, keselamatan, atau moral mereka.[3]
Undang-Undang
ini juga hanya memberikan perlindungan hukum bagi pekerja/buruh yang bekerja
pada sektor formal dan hanya mewajibkan pengusaha atau pengguna jasa pekerja
formal untuk mematuhi Undang-Undang mengenai perjanjian kerja, upah minimum,
lembur, jam kerja, istirahat, dan hari libur. Sedangkan pekerja anak yang
bekerja di luar hubungan kerja (sektor informal) tidak diatur dalam
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan melainkan masih
menggunakan ketentuan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang Perlindungan
Anak.
Pemerintah
telah banyak mengeluarkan berbagai peraturan guna menciptakan ketertiban dan
keamanan di masyarakat. Namun dalam penerapannya, ternyata tidak semua
peraturan tersebut dapat dilaksanakan dengan sebagaimana mestinya oleh para
pelaksana Undang-Undang yang akibatnya dapat menimbulkan kerugian bagi pihak
lain. Berkaitan di bidang ketenagakerjaan seharusnya pembangunan
ketenagakerjaan dibangun sedemikian rupa sehingga terpenuhi hak-hak dan
perlindungan yang mendasar bagi pekerja/buruh sehingga pada saat yang bersamaan
dapat mewujudkan kondisi yang kondusif bagi pengembangan dunia usaha. Penanggulangan
pekerja anak merupakan dilema pemerintah, di satu sisi pemerintah ingin
melarang pekerja anak dan mengharapkan semua anak usia sekolah dapat
mengembangkan intelektualitasnya di sekolah untuk mendapatkan Sumber Daya
Manusia (SDM) yang bermutu di masa depan, sementara di sisis lain pemerintah
pun tidak dapat menghindari kenyataan bahwa masih banyak keluarga miskin
sehingga mengijinkan anak-anak yang terpaksa harus bekerja.
Berdasarkan
hal tersebut, penulis ingin melakukan penelitian yang menitikberatkan kepada
perlindungan hukum terhadap pekerja anak dengan judul : “PERLINDUNGAN HUKUM
TERHADAP PEKERJA ANAK BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG
KETENAGAKERJAAN DI KABUPATEN GRESIK”.
Berdasarkan
hal-hal yang telah diuraikan dalam latar belakang masalah diatas, dapat
dirumuskan masalah yaitu :
1. Bagaimanakah
Syarat-syarat Pekerja Anak dalam Hukum Ketenagakerjaan dan Hukum Perlindungan
Anak ?
2. Bagimanakah
perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak Berdasarkan Undang-Undang Nomor 13
Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ?
II.
SYARAT
– SYARAT PEKERJA ANAK DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN DAN HUKUM PERLINDUNGAN ANAK
A.
Hukum
Ketenagakerjaan
1.
Pengertian
Hukum Ketenagakerjaan
Dalam
hal ini, Hukum Ketenagakerjaan dulu sering disebut juga dengan Hukum Perburuhan
atau arbeidrechts yang juga sama dengan pengertian hukum itu sendiri, yaitu
masih beraneka ragamnya pengertian hukum ketenagakerjaan yang disesuaikan
dengan sudut pandang masing-masing ahli hukum.
Oleh
karena itu, dalam memberikan pengertian ini tidak ada satupun batasan
pengertian itu dapat memuaskan, karena masing-masing ahli hukum memiliki alasan
tersendiri tentang pengertian Hukum Ketenagakerjaan.
Definisi
Hukum Perburuan berkaitan erat dengan hukum positif di masing-masing negara.
Oleh karena itu, tidak mengherankan kalau definisi hukum perburuhan yang
dikemukakan oleh para ahli hukum juga berbeda, terutama yang menyangkut
keluasannya. Di samping itu perbedaan sudut pandang juga yang menyebabkan para
ahli hukum memberikan definisi hukum perburuhan yang berbeda pula.
Berikut
ini adalah beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli tentang hukum
perburuhan :
Menurut
Molenaar, menyebutkan bahwa Hukum
Perburuhan adalah bagian hukum yang berlaku, yang pokoknya mengatur hubungan
antara tenaga kerja dan pengusaha, antara tenaga kerja dan tenaga kerja serta
antara tenaga kerja dan pengusaha.[4]
Menurut
N.E.H van Esveld, menyebutkan bahwa
Hukum Perburuhan tidak hanya meliputi hubungan kerja dimana pekerjaan dilakukan
dibawah pimpinan, tetapi meliputi pula pekerjaan yang dilakukan oleh swapekerja
yang melakukan pekerjaan atas tanggung jawab dan resiko sendiri.[5]
Menurut
Soetikno, menyebutkan bahwa Hukum
Perburuhan adalah keseluruhan peraturan hukum mengenai hubungan kerja yang
mengakibatkan seseorang secara pribadi ditempatkan dibawah perintah/pimpinan
orang lain dan mengenai keadaan-keadaan penghidupan yang langsung
bersangkut-paut dengan hubungan kerja tersebut.[6]
Menurut
M.G Lavenbach dalam Manulang (1995: 1), menyebutkan bahwa
Hukum Perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan hubungan kerja, dimana
pekerjaan itu dilakukan di bawah pimpinan dan dengan keadaan penghidupan yang
langsung bersangkut-paut dengan hubungan kerja itu.[7]
Menurut
Kansil (1989: 311), menyebutkan
bahwa Hukum Perburuhan adalah hukum yang berkenaan dengan pekerjaan yang
dilakukan di bawah pimpinan orang lain dengan keadaan penghidupan yang langsung
bergandengan dengan pekerjaan itu.
2.
Asas
Hukum Ketenagakerjaan, Tujuan Hukum Ketenagakerjaan, dan Sifat Hukum
Ketenagakerjaan
Pasal
3 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan menegaskan bahwa
pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas asas keterpaduan melalui
koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.
Asas
pembangunan ketenagakerjaan pada dasarnya sesuai dengan asas pembangunan
nasional, khususnya asas demokrasi, adil, dan merata. Hal ini dilakukan karena
pembangunan ketenagakerjaan menyangkut
multidimensi dan terkait dengan berbagai pihak, yaitu antara pemerintah,
pengusaha, dan buruh/pekerja.
Oleh
karenanya, pembangunan ketenagakerjaan dilakukan secara terpadu dalam bentuk
kerja sama yang saling mendukung. Jadi, asas Hukum Ketenagakerjaan adalah asas
keterpaduan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat dan daerah.
Menurut
Manulang (1195: 2), bahwa tujuan Hukum Ketenagakerjaan ialah :
a.
Untuk mencapai atau
melaksanakan keadilan sosial dalam bidang ketenagakerjaan.
b.
Untuk melindungi tenaga
kerja terhadap kekuasaan yang tidak terbatas dari pengusaha.
Sedangkan dalam Pasal 4 Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, menjelaskan bahwa tujuan pembangunan
ketenagakerjaan adalah :
a.
Memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja
secara optimal dan manusiawi,
b.
Mewujudkan pemerataan
kesempatan kerja dan penyediaan kerja yang sesuai dengan kebutuhan pembangunan
nasional dan daerah,
c.
Memberikan perlindungan
kepada tenaga kerja dalam mewujudkan kesejahteraan, dan
d.
Meningkatkan
kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.[8]
Hukum
Ketenagakerjaan mengatur tentang hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha,
yang artinya ialah mengatur kepentingan orang perorangan. Atas dasar itulah,
Hukum Ketenagakerjaan bersifat privat (perdata).
Pendapatnya
Budiono, membagi sifat Hukum Ketenagakerjaan menjadi 2, yaitu bersifat
imperatif dan fakultatif.
Hukum
bersifat imperatif atau dwingenrecht (hukum memaksa) artinya hukum yang harus
ditaati secara mutlak, tidak boleh dilanggar. Contohnya terdapat dalam
ketentuan Pasal 42 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan,
mengenai perlunya izin penggunaan tenaga kerja asing.
Sedangkan
hukum bersifat fakultatif atau regelendrecht / aanvullendrecht (hukum yang
mengatur/melengkapi), artinya hukum yang dapat dikesampingkan pelaksanaanya.
Contohnya terdapat dalam Pasal 51 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, mengenai pembuatan perjanjian kerja bisa tertulis atau
tidak tertulis.[9]
B.
Syarat-syarat
Pekerja Anak Berdasarkan Hukum Ketenagakerjaan dan Hukum Perlindungan Anak
1.
Pengertian
Anak dan Pekerja Anak
a.
Pengertian
Anak
Menurut
KUH Perdata, bahwa orang dikatakan masih dibawah umur apabila ia belum mencapai
usia 21 tahun, kecuali jikalau ia sudah kawin. Jika ia sudah kawin, ia tidak
akan menjadi orang dibawah umur lagi. Meskipun perkawinannya itu diputuskan
sebelum ia mencapai usia 21 tahun.[10]
Sedangkan
dalam Konvensi Hak-Hak Anak, anak berarti setiap manusia yang berusia dibawah
delapan belas tahun kecuali, berdasarkan Undang-Undang yang berlaku untuk
anak-anak, kedewasaan telah dicapai lebih cepat.[11]
Dan
berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, penegertian anak adalah keturunan
yang kedua atau manusia yang masih kecil.[12]
Dalam
ketentuan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Angka 26 menyebutkan bahwa
anak adalah setiap orang yang berumur dibawah 18 tahun.[13]
Sedangkan menurut Pasal 1 Angka 1, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan, menjelaskan bahwa anak
adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak
yang masih dalam kandungan.[14]
Jika
dicermati, maka secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa rentang usia anak
terletak pada skala 0 sampai 21 tahun.
b.
Pengertian
Pekerja Anak
Pekerja
anak adalah sebuah istilah untuk mempekerjakan anak kecil. Istilah pekerja anak
dapat memiliki konotasi pengeksplotasian anak kecil atas tenaga mereka, dengan
gaji yang kecil atau pertimbangan bagi perkembangan kepribadian mereka,
keamananya, kesehatan, dan prospek masa depan. Meskipun sampai saat ini, siapa
yang disebut dengan pekerja anak masih menjadi perdebatan.
Departemen
Tenaga Kerja dan Transmigrasi, menggunakan istilah “anak-anak yang terpaksa
bekerja “ sebagai pengganti istilah buruh anak. Sementara Badan Pusat Statistik
menggunakan istilah “anak-anak yang aktif secara ekonomi”.[15]
Sedangkan
International Labour Organization (ILO) menyebutkan bahwa pekerja anak adalah
anak yang bekerja pada semua jenis pekerjaan yang membahayakan atau menggangu
fisik, mental, intelektual dan moral. Sebagai tambahan terhadap terminology
“pekerja anak”, International Labour Organizatioan (ILO) juga menggunakan
istilah “anak yang bekerja” (working children) dan “anak yang aktif secara
ekonomi” (economically active children).
Kedua
istilah tersebut mengacu pada pekerjaan yang dilakukan seorang anak lebih dari
satu jam selama periode tujuh hari. Pekerjaan tersebut dapat berupah atau tanpa
upah, untuk pasar atau tidak, permanen atau sambilan, dan legal atau tidak
legal.[16]
2.
Syarat-syarat
Pekerja Anak berdasarkan Hukum Ketenagakerjaan dan Hukum Perlindungan Anak
a.
Syarat-Syarat
Pekerja Anak berdasarkan Hukum Ketenagakerjaan
1.
Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Mempekerjakan
anak merupakan suatu tindakan yang buruk, tetapi keadaan seperti ini sudah
terjadi sejak zaman penjajahan. Pada dasarnya Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan tidak menghendaki adanya pekerja anak. Karena dianggap
menelantarkan hak anak, dimana seharusnya anak memperoleh.
Hal
tersebut dapat kita lihat dalam beberapa Pasal yang menjelaskan tentang Anak
dalam kaitannya dengan Hukum Ketenagakerjaan. Pasal-Pasal tersebut adalah
sebagai berikut :
Ketentuan
Pasal 68 menyebutkan bahwa :
“Pengusaha
dilarang mempekerjakan anak”
Ketentuan
Pasal 69 ayat (1) menyebutkan bahwa :
“Ketentuan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 dapat dikecualikan bagi anak yang berumur
antara 13 (tiga belas) tahun sampai dengan 15 (lima belas) tahun untuk
melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan fisik,
mental, dan sosial.”
Ketentuan Pasal 70 ayat (2)
menyebutkan bahwa :
“Anak sebagimana dimaksud dalam ayat
(1) paling sedikit berumur 14 (empat belas) tahun.”
Ketentuan Pasal 70 ayat (3)
menyebutkan bahwa :
“Pekerjaan sebagimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat :
Sedangkan
menurut Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 235 Tahun 2003
tentang Jenis-Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau
Moral Anak, menjelaskan dalam beberapa Pasalnya, yaitu:
Ketentuan Pasal 2 ayat (1)
menyebutkan bahwa :
“Anak dibawah usia 18 (delapan
belas) tahun dilarang bekerja dan/atau dipekerjakan pada pekerjaan yang
membahayakan kesehatan, keselamatan atau moral anak.”
b.
Syarat-Syarat
Pekerja Anak berdasarkan Hukum Perlindungan Anak
Dalam
prespektif Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, seperti
yang tertera dalam ketentuan Pasal 1 ayat (1) menyebutkan, bahwa anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih
dalam kandungan.
Berdasarkan
ketentuan Pasal 1 ayat (2) yang menyebutkan bahwa perlindungan anak adalah
segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya agar dapat
hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi, secara optimal sesuai dengan
harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi.[17]
Secara
tekstual, prinsip-prinsip perlindungan hukum untuk anak, yang berarti termasuk
pekerja anak juga diuraikan didalam Pasal 2, yaitu :
Penyelenggaraan
perlindungan anak berasaskan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 serta prinsip-prinsip dasar Konvensi Hak-Hak Anak
meliputi:
a. Non
diskriminasi;
b. Kepentingan
yang terbaik bagi anak;
c. Hak
untuk hidup, kelangsungan hidup, dan perkembangan;
d. Penghargaan
terhadap pendapat anak.
Anak
sangat memerlukan perlindungan (protection). Hal ini merupakan hal yang
objektif didasarkan pada keadaan raga (fisik) dan jiwa (psikis). Karena raga
atau badan anak sangat kecil dan lemah, sedangkan jiwa anak itu senidri sangat
rentan terhadap aneka pengaruh. Disamping itu pula, pada kenyataan sekarang ini
anak masih saja menjadi korban dalam berbagai hal, misalnya penganiayaan,
pemerkosaan, pembunuhan dan lain-lain. Selain itu, meningkatnya jumlah anak
yang putus sekolah mengakibatkan semakin meningkatnya pekerja anak. Atas dasar
tersebut, maka perlu adanya hak perlindungan anak.
III.
PENERAPAN
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEKERJA ANAK
A.
Pekerja
Anak Di Kabupaten Gresik
Jumlah
tenaga kerja laki-laki sebanyak 99.698 orang dan tenaga kerja wanita sebanyak
43.954 orang. Sedangkan jumlah tenaga kerja wanita Indonesia (TKI) sebanyak
143.652 orang dan jumlah tenaga kerja asing (TKA) sebanyak 376 dengan rincian
TKA wanita sebanyak 96 orang dan TKA laki-laki sebanyak 280 orang. Sementara
itu tidak diketemukan tenaga kerja/pekerja anak dibawah usia 18 tahun.
B.
Perlindungan
Hukum Untuk Pekerja Anak
Atas
dasar memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja anak inilah, maka
disusunlah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan sebagai
perwujudan dalam pemberian perlindungan hukum. Meskipun pada dasarnya
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan ini tidak menyetujui
adanya pekerja anak.
Sebagaimana
telah diuraikan dalam Pasal 1 angka 26 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, bahwa pekerja anak adalah setiap orang yang berumur
dibawah 18 (delapan belas) tahun. Yang mungkin bekerja dalam suatu hubungan
kerja dan menerima upah atau imbalan yang lain. Hubungan kerja dalam pengertian
tentang pekerja anak memiliki makna yang penting, sebab konsekuensi hukum
antara yang bekerja di dalam suatu hubungan yang diluar suatu hubungan kerja
sangat berbeda. Salah satu konsekuensinya, jika anak yang bekerja diluar suatu
hubungan kerja maka tidak termasuk dalam pengertian pekerja anak.
C.
Landasan
Berlakunya Perlindungan Hukum Terhadap Pekerja Anak
Untuk
mewujudkan perlindungan hukum terhadap pekerja anak, maka pemerintah melakukan
berbagai macam upaya dalam bidang ketenagakerjaan.
Atas
dasar tersebut, pemerintah bersama legislatif mengeluarkan berbagai peraturan
perundang-undangan yang mengatur tentang perlindungan hukum bagi tenaga kerja.
Salah satu dari sekian banyaknya peraturan perUndang-Undangan tersebut salah
satunya adalah Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan.
D.
Pelaksanaan
Perlindungan Hukum Bagi Pekerja Anak
Dalam
pelaksanaan perlindungan hukum bagi pekerja anak ini tentunya berkaitan dengan
ketentuan pidana dan sanksi administratif. Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan juga mencantumkan ketentuan pidana dan sanksi
administratif bagi pelanggaran yang terjadi terhadap Pasal-Pasal yang tercantum
didalamnya.
IV.
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
uraian yang ada pada bab-bab dimuka, dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Dalam
rangka memberikan perlindungan hukum terhadap pekerja anak, Undang-Undang telah
menguraikan dengan jelas Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan terkait dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
mempekerjakan anak. Dimana telah dijelaskan dalam Pasal 69 ayat (2), terkecuali
bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya. Namun pelanggaran yang terjadi
terhadap Pasal 69 ayat (2) tersebut terletak dalam pelaksanaan perjanjian kerja
antara pengusaha dengan orangtua atau wali dan waktu kerja maksimum bagi anak.
Sedangkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tentang Perlindungan Anak, tidak
menguraikan dengan jelas tentang perlindungan terhadap pekerja anak.
2. Pelaksanaan
perlindungan hukum terhadap pekerja anak juga diuraikan dalam Undang-Undang
Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 183, 185, dan 187, beberapa
Pasal tersebut merupakan ketentuan pidana. Disamping itu juga terdapat sanksi
administratif yang hanya dikhususkan untuk pengusaha atau pemberi kerja yang
diuraikan dalam Pasal 190.
B.
Saran
1. Selama
ini, perlindungan hukum hanya ditujukan untuk mereka yang bekerja di dalam
hubungan kerja saja. Sedangkan bagi mereka yang tidak terikat dalam hubungan
kerja atau bekerja diluar hubungan kerja, tidak tersentuh sedikitpun. Oleh
karena itu, kepada pihak berwenang saya sarankan agar memperhatikan
perlindungan hukum bagi mereka yang melakukan pekerjaan di luar hubungan kerja.
2. Bagi
pengusaha atau pemberi kerja, agar memperhatikan hak-hak pekerja anak seperti
yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang
Ketenagakerjaan.
DAFTAR PUSTAKA
LITERATUR
Abdul R Budiono, Hukum Perburuhan, PT.
Indeks, Jakarta 2009
Abdul
Khakim, SH, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya
Bakti, Bandung 2003
Peter
Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Universitas Airlangga,
Surabaya
Prof.
Imam Soepomo, SH, Kitab Undang-Undang Hukum Perburuhan,
Djambatan
1976
“Pengusaha
dan Pekerja Anak”, Organisasi Perburuhan Internasional, Jakarta,
International Labour Organization (ILO) 2009
UNICEF, Konvensi Hak-Hak Anak, Jakarta 1999
WEBSITE
PERUNDANG-UNDANGAN
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2003 Tentang
Perlindungan Anak
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor: 235/MEN/2003 Tentang Jenis-Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan,
Keselamatan atau Moral Anak
[3] Keputusan Menteri
tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 235/MEN/2003 tentang jenis-jenis Pekerjaan
Yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Kerja
[5] Abdul Khakim,
SH., Pengantar Hukum Ketenagakerjaan
Indonesia, PT Citra Aditya Bhakti, Bandung 2003
[9] Abdul
Hakim, SH, Pengantar Hukum
Ketenagakerjaan Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung 2003
[12] Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan & Balai
Pustaka, 1990
[16] Pengusaha
dan Pekerja Anak, Organisasi Perburuhan Internasional-Jakarta: International
Labour Organization (ILO)-2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar