Jumat, 31 Mei 2013

Jurnal Ekonomi


BAB I
PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang
Setiap organisasi atau perusahaan memerlukan sumber daya untuk mencapai tujuannya. Sumber daya merupakan sumber energi, tenaga, kekuatan yang diperlukan untuk menciptakan daya, gerakan, aktivitas, kegiatan, dan tindakan. Sumber daya tersebut antara lain terdiri atas sumber daya alam, sumber daya finansial, sumber daya manusia, sumber daya ilmu pengetahuan, dan sumber daya teknologi. Di antara sumber daya tersebut, sumber daya yang paling penting adalah sumber daya manusia (SDM-human resources). Sumber Daya Manusia merupakan sumber daya alam yang digunakan untuk menggerakkan dan menyinergikan sumber daya lainnya untuk mencapai tujuan organisasi, tanpa Sumber Daya Manusia, sumber daya lainnya menganggur dan kurang bermanfaat.
Dalam mencapai tujuan perusahaan dengan tepat dan sesuai sasaran yang telah ditetapkan, peranan Sumber Daya Manusia sangat penting dan merupakan salah satu kunci keberhasilan semua aktivitas dunia kerja.  Penggunaan Sumber Daya Manusia yang terarah dan efektif akan membawa perusahaan mencapai tujuan. Untuk itu dibutuhkan kebijakan yang tepat dalam memaksimalkan Sumber Daya Manusia agar mampu bekerja lebih baik dan produktif. Peranan seorang pemimpin sangat diperlukan dalam memberikan pelatihan kerja atau dorongan yang tepat kepada karyawan sebagai Sumber Daya Manusia dalam perusahaan, sehingga karyawan mempunyai kinerja yang maksimal.
Hal tersebut diharapkan agar seorang karyawan akan terdorong untuk bekerja lebih baik dan pada diri mereka akan timbul keyakinan bahwa dengan bekerja baik, tujuan perusahaan akan dapat lebih mudah tercapai, sehingga tujuan pribadipun akan terpenuhi, maka kinerja karyawan dalam perusahaan menjadi optiamal. Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu, Wirawan (2009:5).
Pelatihan adalah faktor yang perlu dipertimbangkan oleh perusahaan yang akan menjadi modal karyawan melakukan pekerjaan secara teknis dan sesuai prosedur yang ada dalam perusahaan. Pelatihan atau training adalah suatu kegiatan yang bermaksud untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan, Nitisemito (1996:53).
Pengalaman banyak perusahaan menunjukkan bahwa dengan program pengenalan yang bagus sekalipun masih belum menjamin bahwa karyawan baru langsung dapat melakukan pekerjaan dengan prestasi yang memuaskan perusahaan, sehingga karyawan tersebut masih memerlukan pelatihan yang berhubungan dengan tugas dan pekerjaan mereka. Demikian pula dengan karyawan lama saat mengatasi masalah dalam situasi dan kondisi tertentu. Hal tersebut merupakan salah satu kendala perusahaan dalam memaksimalkan kinerja karyawan.
Pelatihan pada umumnya dimulai dengan orientasi, yaitu suatu proses di mana para pegawai diberi informasi dan pengetahuan tentang kepegawaian, organisasi dan harapan-harapan perusahaan. Mangkunegara (2003:51) mendefinisikan bahwa pelatihan sebagai proses belajar mengajar yang menggunakan teknis yang dimiliki pegawai pelaksana. Dalam pelatihan diciptakan suatu lingkungan di mana para pegawai dapat memperoleh atau mempelajari sikap dan keahlihan, dan perilaku yang spesifik yang berkaitan dengan kepegawaian. Di samping itu pelatihan diberikan arahan untuk mengembangkan keahlian yang ada dalam diri pegawai.
Perusahaan yang cenderung lebih dituntut kinerjanya secara profesional adalah perusahaan jasa, bukan berarti perusahaan lainnya tidak dituntut profesional, karena perusahaan jasa pada dasarnya adalah menjual pelayanan. Seperti saat ini cukup marak yaitu wisata arung jeram yang beresiko cukup tinggi.
Perkembangan wisata era sekarang ini mengalami perubahan, pada dekade tahun 1990 sampai 1998 wisata maupun kunjungan wisata memiliki kecenderungan mengarah pada wisata-wisata yang bersifat pariwisata belanja, sedangkan pada era 1999 sampai 2007 cenderung mengarah pada wisata wisata yang benuansa religius. Sedangkan pada tahun 2008 sampai dengan tahun 2010 ternyata masyarakat lebih tertarik untuk berwisata dengan tema "Back To Nature". Hal ini merupakan dampak dari terus menguatnya basis-basis ekonomi dan sosial budaya yang ada di sekitar kita. peluang ini tentu saja langsung di tangkap oleh para investor yang secara jeli melihat kencenderungan masyarakat yang membutuhkan sarana wisata yang bersifat alami seperti out bond, rafting dan wisata alam lainnya. Wisata belanja yang di maksudkan adalah berupa hasil-hasil kerajinan dan makanan tradisional,  wisata religi berupa kunjungan ke tempat-tempat peribadahan seperti, wisata Wali Songo, masjid-masjid agung di seluruh Indonesia dan masih banyak lagi, sedangkan wisata petualangan inilah yang sampai saat ini dinilai baru dan potensial bagi wisatawan yang menyukai hal baru serta menantang.
Kegiatan wisata saat ini sangat beragam, seiring dengan perkembangan ekonomi khususnya di bidang wisata arung jeram, banyak bermunculan operator baru yang akan menimbulkan persaingan khususnya di Jawa Timur. Seperti hal nya Kediri rafting, Kediri rafting adalah tempat rafting baru yang sudah dioperasikan mulai 1 januari 2011.”, (http://outboundmalang.com), Selain itu di Kabupaten Blitar juga muncul sebuah operator baru dengan nama Soko Adventure yang resmi di buka pada tahun 2011. “Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Jawa Timur kembali launching Wisata Air Arung Jeram di Desa Tegal Asri Kecamatan Wlingi Kabupaten Blitar, kemarin (15 Mei 2011)”, (http://www.harianbhirawa.co.id).
Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang tersebut adalah “CV. OBECH Pesona Nusantara atau dikenal dengan OBECH Wilderness Experience yang didirikan pada tahun 2009 oleh para pelaku bisnis wisata alam yang kreatif dan sudah sangat berpengalaman di bidang wisata alam khususnya wisata arung jeram. OBECH Pesona Nusantara adalah perusahaan jasa penyelenggara kegiatan wisata arung jeram (rafting), out bound dan sarana rekreasi wisata alam serta pendidikan yang beroperasi di Kawasan Wisata Alam Bandulan, Pacet, Mojokerto. Berada diatas lahan seluas 2 Ha, OBECH Pesona Nusantara diciptakan menjadi tempat yang nyaman untuk melaksanakan kegiatan wisata arung jeram, out bound perusahaan maupun tempat yang nyaman untuk berekreasi keluarga, dan dilengkapi oleh fasilitas Pendopo (lobby), camping ground, out bound area, high rope area serta Shower Room yang representatif”, (http://obech.com).
Jika dilihat dari namanya OBECH Pesona Nusantara memang baru, akan tetapi sebenarnya yang berada di balik nama tersebut adalah orang-orang yang sudah berpengalaman di dunia wisata petualangan seperti rafting itu sendiri. Walaupun demikian perusahaan perlu memperhatikan di sisi manajemen tingkat bawah, sepertihalnya pemandu (guide) yang mempunyai latar belakang pendidikan serta pengalaman yang masih minim, sehingga memerlukan pelatihan kerja serta pelatihan yang cukup untuk meningkatkan kualitas kinerja karyawan sebagai Sumber Daya Manusia yang profesional.
Selama ini pelatihan karyawan arung jeram yang dilakukan oleh CV. OBECH Pesona Nusantara lebih diarahkan pada teknis arung jeram itu sendiri sepertihalnya beginner rafting yang di dalamnya diberikan materi dasar arung jeram yang di dalamnya diberikan materi teknis seperti pengenalan peralatan, teknik pendayungan, self rescue, dan yang paling utama di arung jeram adalah team work. Setelah melaluai pelatihan dasar berikutnya adalah pelatihan tingkat lanjut atau intermediet  dengan kriteria pengenalan karakteristik sungai, membaca arus sungai sehingga tingkat advance, di mana peserta pelatihan melakukan pengarungan di sungai yang memiliki tingkat kesulitan lebih tinggi. Dengan pelatihan yang dilakukan dengan bertahap seperti disebut di atas, maka karyawan akan memiliki kemampuan baik dalam arung jeram, sehingga karyawan dapat menjadi Sumber Daya Manusia yang profesional di bidangnya.
Pelatihan merupakan modal awal bagi karyawan untuk menjalankan perusahaan. Tanpa adanya pelatihan karyawan akan kesulitan dalam melakukan pekerjaan, seperti halnya yang terjadi di CV. OBECH Pesona Nusantara yang bergerak dalam wisata arung jeram dengan resiko pekerjaan yang cukup tinggi sehingga membutuhkan perhatian yang harus direalisasikan oleh perusahaan untuk meningkatkan kualitas kinerja karyawannya.
Berdasarkan paparan di atas, maka sudah sewajarnya perusahaan menitik beratkan perhatiannya terhadap pelatihan kerja karyawan demi peningkatan kinerja perusahaan khususnya di sisi Sumber Daya Manusia sebagai penggerak semua sember daya lain yang ada dalam perusahaan. Penelitian yang dilakukan oleh Lucinda N M (2009), yang membuktikan bahwa pelatihan berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul Pengaruh Pelatihan Kerja Terhadap Kinerja Karyawan CV. OBECH Pesona Nusantara Pacet Mojokerto”.

1.2  Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini sebagai berikut :
Apakah pelatihan berpengaruh terhadap kinerja karyawan CV. OBECH Pesona Nusantara Pacet Mojokerto?


1.3   Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini antara lain :
Untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh pelatihan kerja terhadap kinerja karyawan arung jeram CV. OBECH Pesona Nusantara Pacet Mojokerto.

1.4  Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini antara lain :
1.    Bagi Penulis.
Untuk mengetahui sejauh mana teori-teori yang telah di dapat selama perkuliahan bisa diterapkan khususnya dalam bidang manajemen sumber daya manusia.
2.    Bagi Perusahaan
Diharapkan bisa menjadi bahan masukan bagi perusahaan dalam memberikan pelatihan kepada karyawan di CV. OBECH Nusantara Pacet Mojokerto.
3.      Bagi Peneliti berikutnya
Diharapkan dapat digunakan sebagai bahan perbandingan atau acuan bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian maupun pengembangan dalam bidang kajian yang sama.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1  Landasan teori
2.1.1        Pengertian Pelatihan
Beberapa pengertian mengenai pelatihan yang dikemukakan oleh beberapa ahli antara lain sebagai berikut :
a)        Pelatihan atau training adalah suatu kegiatan yang bermaksud untuk memperbaiki dan mengembangkan sikap, tingkah laku, keterampilan, dan pengetahuan dari karyawan sesuai dengan keinginan perusahaan, Nitisemito (1996:53)
b)      Menurur Gomes (2002:197), Pelatihan adalah usaha untuk memperbaiki performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi tanggungjawabnya, atau satu pekerjaan yang ada kaitannya dengan pekerjaannya.
c)      Mangkunegara (2003:51) mendefinisikan bahwa Pelatihan sebagai proses belajar mengajar yang menggunakan teknis yang dimiliki pegawai pelaksana.
d)     Ruky (2003:230), Pelatihan kerja adalah proses sistematis untuk merubah perilaku seseorang atau sekelompok karyawan dalam usaha meningkatkan kinerja organisasi.



2.1.2        Komponen-komponen pelatihan
Menurut As’ad (1998:74) komponen-komponen yang ada dalam pelatihan, sebagai berikut:
1)        Sasaran pelatihan
Setiap pelatihan harus mempunyai sasaran yang jelas dan dapat diuraikan ke dalam perilaku-perilaku yang dapat diamati dan di ukur. Karena jika sasaran pendidikan dan latihan tidak jelas maka akan tidak bisa diketahui efektivitas dari training itu sendiri sesuai dengan sasaran yang telah ditetapkan oleh perusahaan.
2)        Pelatih/Trainer
Tugas pelatih adalah mengajarkan bahan-bahan latihan dengan metode-metode tertentu sehingga akan memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang diperlukan sesuai dengan sasaran yang diinginkan perusahaan.
3)        Bahan-bahan pelatihan
Berdasarkan sasaran pelatihan barulah disusun untuk menentukan bahan-bahan yang relevan. Kalau bahan tersebut tidak relevan jelas sasaran pelatihan tidak akan tercapai.
4)        Metode-metode pelatihan
Setelah bahan latihan ditentukan maka langkah berikutnya adalah menyusun metode latihan yang tepat. Apabila metode latihan tidak tepat, maka sasaran latihan juga tidak bias didapat.
5)        Trainers/Peserta
Peserta adalah komponen yang cukup penting, sebab berhasilnya suatu program latihan tergantung pada pesertanya. Sejauh mana peserta memerlukan dan merasa mampu untuk mengikuti program pelatihan merupakan hal yang mempengaruhi kadar keberhasilan suatu program latihan.

2.1.3        Tujuan pelatihan
Menurut Simamora (2004:276), tujuan pelatihan dapat dikelompokkan dalam beberapa hal, antara lain:
1)        Memperbaiki kinerja.
2)        Memutakhirkan keahlian karyawan sejalan dengan kemampuan teknologi.
3)        Mengurangi waktu pembelajaran bagi karyawan agar menjadi kompeten dalam pekerjaan.
4)        Membantu memecahkan masalah operasional.
5)        Mempersiapkan karyawan untuk promosi.
6)        Mengorientasikan karyawan terhadap organisasi.
7)        Memenuhi kebutuhan pertumbuhan pribadi.

2.1.4        Unsur-unsur program pelatihan
Sebuah program pelatihan yang kompetitif dan dapat memenuhin kebutuhan organisasi menurut Hamalik (2001:35) memperhatikan unsur-unsur program pelatihan :
1)        Peserta latihan
2)        Pelatih / instruktur
3)        Jabatan lamanya latihan
4)        Pengalaman kerja bahan latihan
5)        Motivasi dan minat bentuk latihan
6)        Kepribadian peserta
7)        Intelektual, tingkat berpikir dan pengetahuan.
Syamsulbahri (2004) menjelaskan bahwa seorang pelatih atau pengajar harus memiliki interpersonal skill, meliputi :
1)      Sikap positif.
2)      Proaktif dan komunikasi yang baik.
3)      Motivator unggul.
4)      Menguasai materi dan referensi yang baik.
5)      Mampu memberikan contoh dan soal, serta panduan yang relevan.
6)      Memiliki tata karma yang baik.
7)      Menguasai kelas dan menjelaskan materi yang baik.

2.1.5        Kurikulum atau materi pelatihan
Moekijat (1991:88) mengemukakan bahwa Materi pelatihan biasanya diinginkan bahan tertulis sebagai dasar intruksi dan referensi.
Hardjana (2001:12) menjelaskan bahwa pelatihan yang baik harus memiliki materi pelatihan yang sesuai peserta pelatihan, mudah dimengerti, mudah dilaksanakan, tidak bertele-tele, dan juga disampaikan dengan cara tepat.
Hamalik (2001:46) menjelaskan bahwa seyogyanya materi yang diberikan memenuhi persyaratan sebagai berikut :
1)        Obyektif, artinya berdasarkan tujuan yang jelas dan operasional yang bertalian tujuan tingkah laku yang diamati dan dapat diukur.
2)        Realistic, artinya berdasarkan kenyataan-kenyataan yang ada di lingkungan organisasi dan masyarakat.
3)        Keserasian, artinya memiliki keserasian dengan kebutuhan para peserta pelatihan, pelatih, kondisi dan situasi organisasi yang berubah dengan cepat serta nilai-nilai yang berlaku.
4)        Koherensi, artinya semua unsur kurikulum satu dengan yang lainnya memiliki keterkaitan satu sama lain secara harmonis.
5)        Aplikatif, artinya kurikulum tersebut dapat dapat diterapkan di lapangan dan dapat diterima dengan mudah oleh semua pelatihan.
6)        Keberhasilan, artinya kurikulum dapat memberikan hasil-hasil yang diharapkan sesuai dengan tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
7)        Inovatif, artinya kurikulum senantiasa mengikuti dan sejalan dengan kemajuan ilmu dan teknologi.
8)        Konstruktif, artinya kurikulum-kurikulum berorientasi pada persiapan tenaga kerja yang terampil.

2.1.6        Prinsip-prinsip perencanaan pelatihan
Mangkunegara (2003:51), merumuskan prinsip-prinsip pelatihan dan pengembangan:
1)      Materi harus diberikan secara sistematis dan berdasarkan tahapan-tahapan.
2)      Tahapan-tahapan tersebut harus disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.
3)      Penatar harus memotivasi dan menyebarkan respon yang berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran.
4)      Adanya penguat (reinforcement) guna membangkitkan respon yang positif dari peserta.
5)      Menggunakan konsep Shaping (pembentukan perilaku).

2.1.7        Tahap-tahap pelatihan
Menurut Barnardin and Russel dalam Sulistyani dan Rosidah (2003:178) program pelatihan mempunyai tiga tahap aktivitas, antara lain:
a)        Penilaian kebutuhan pelatihan, yang tujuannya adalah mengumpulkan informasi untuk menentukan dibutuhkan atau tidaknya program pelatihan.
b)        Pengembangan program pelatihan, bertujuan untuk merancang lingkungan pelatihan dan metode-metode pelatihan yang dibutuhkan guna mencapai tujuan pelatihan.
c)        Evaluasi program pelatihan, yang mempunyai tujuan untuk menguji dan menilai apakah program-program pelatihan yang telah dijalani secara efektif mampu mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

2.1.8        Metode pelatihan
Menurut Handoko (2000:112) metode-metode pelatihan dikategorikan menjadi dua, yaitu:
1)        Metode praktis (on the job trainng)
Metode ini paling banyak digunakan, di mana karyawan belajar ilmu baru didampingi oleh supervise langsung yang lebih berpengalaman, adapun dalam prakteknya berupa:
a)        Rotasi Jabatan
Memberikan kepada karyawan pengetahuan tentang bagian-bagian organisasi yang berbeda dan praktek berbagai macam kemampuan manajerial.
b)      Latihan Intruksi Jabatan
Petunjuk-petunjuk pengerjaan diberikan secara langsung pada pekerjaan dan digunakan terutama untuk melatih para karyawan tentang cara pelaksanaan pekerjaan mereka sekarang.
c)      Magang (Apprenticeships)
Merupakan proses belajar dari seorang atau beberapa orang yang lebih berpengalaman, metode ini dapat dikombinasikan dengan metode Off The Job Training, asistensi dan intership adalah bentuk lain program magang.
d)     Coaching
Atasan berperan sebagai pelatih yang memberikan bimbingan dan pengarahan kepada karyawan dalam pelaksanaan kerja, sehingga terjadi hubungan  antara atasan dan bawahan.
e)      Penugasan sementara
Penempatan karyawan pada posisi manajerial atau sebagai anggota panitia tertentu untuk jangka waktu yang ditetapkan.
2)        Metode Simulasi Presentasi (Off The Job Training)
a)        Lecture (kuliah)
Presentasi atau ceramah yang diberikan oleh pelatih atau pengajar kepada peserta pelatihan.
b)      Role Playing
Metode pelatihan yang dilakukan dengan cara peserta diberi peran tertentu  untuk bertindak dalam situasi khusus.
c)      Laboratory Training
Latihan untuk meningkatkan kemampuan antar hubungan pribadi melalui sharing pengalaman, perasaan, persepsi dan perilaku di antara beberapa peserta.
3      . Pelatih/Instruktur
Pelatih/Instrukur yang baik sebaiknya memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:
1)      Teaching Skill
Seorang pelatih harus mempunyai kecakapan untuk mendidik, mengajarkan, membimbing, memberikan petunjuk dan mentransfer pengetahuannya kepada peserta pengembangan.
2)      Communication Skill
Seorang pelatih harus mempunyai kecakapan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif.
3)      Personality Authory
Seorang pelatih harus memiliki kewibawaan terhadap peserta pelatihan
4)      Social Skill
Seorang pelatih harus pandai bersosial, agar terjamin kepercayaan dan kesetiaan dari para peserta pelatihan.
5)      Technical Competent
Seorang pelatih harus berkemampuan teknis, kecakapan teoritis, dan tangkas dalam mengambil suatu keputusan.
6)      Stabilitas Emosi
Seorang pelatih tidak boleh berprasangka buruk terhadap anak didiknya, tidak boleh cepat marah, mempunyai sifat kebapakan, keterbukaan, tidak mendendam, serta memberikan nilai yang obyektif.

2.1.9        Pengertian Kinerja
1)        Kinerja adalah keluaran yang dihasilkan oleh fungsi-fungsi atau indikator-indikator suatu pekerjaan atau suatu profesi dalam waktu tertentu” Wirawan (2009:5).
2)      Menurut Mangkunegara (2005:9) “Kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggungjawab yang diberikan”.
3)      As’ad (1998:47) menyatakan bahwa “Kinerja merupakan hasil yang dicapai seseorang menurut ukuran yang berlaku untuk pekerjaan yang bersangkutan”.

2.1.10    Perencanaan Kinerja
Menurut Wirawan (2009:100) “Perencanaan kinerja adalah pertemuan antara ternilai (appraise) dengan superiornya atau penilai (appraisor)”, antara lain membahas:
1)        Tugas, pekerjaan, tanggungjawab ternilai, yaitu tugas atau pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh ternilai dan prosedur yang harus diikuti oleh ternilai dalam melaksanakan pekerjaannya.
2)        Kompetensi yang diperlukan ternilai agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik, serta perilaku kerja dan sifat pribadi yang harus dilakukan dan dimiliki oleh ternilai agar dapat melaksanakan tugasnya dengan baik.
3)        Standard kinerja ternilai dalam melaksanakan pekerjaannya dalam system MBO (Management by Objectives) diformulasikan sebagai objektif, sasaran atau target kerja ternilai, pembahasan indikator kinerja dan definisi operasionalnya, serta cara pengukuran yang dilakukan oleh penilai.
4)        Menentukan cara pegawai agar mencapai kinerjanya.
5)        Proses pengukuran kerja dan instrument yang digunakan, serta waktu pelaksanaan penilai dan ternilai harus memahami teknik dan pengukuran kinerja ternilai.
6)        Merencanakan pengembangan kompetensi ternilai jika belum memiliki kompetensi tersebut sepenuhnya, jika belum mempunyai kompetensi inti yang diperlukan untuk melaksanakan pekerjaan, penilai dilatih dan dikembangkan.
  
2.1.11    Pelaksanaan Kinerja
Menurut Wirawan (2009:103), “Pelaksanan kinerja adalah proses sepanjang tahun di mana pegawai melaksanakan tugas atau pekerjaannya dan berupaya mencapai kinerjanya dengan cara menggunakan kompetensi kerjanya”. Pelaksanaan kinerja merupakan aktivitas bersama pegawai dan manajernya. Pegawai dan manajer mempunyai tanggung tertentu, antara lain:
Pegawai mempunyai tanggungjawab sebagai berikut:
1)        Komitmen pencapaian tujuan
2)        Meminta balikan dan pelatihan kinerja
3)        Berkomunikasi secara terbuka dan teratur dengan manajernya
4)        Mengumpulkan dan berbagi data kinerja
5)        Mempersiapkan telaah kinerja.
Manajer penilai mempunyai tanggungjawab berikut:
1)        Menciptakan kondisi yang memotivasi karyawan
2)        Mengobservasi dan mendokumentasi kinerja pegawai
3)        Menyesuaikan dan merevisi tujuan, standard kinerja, dan kompetensi pekerjaan untuk mengkondisikan perubahan
4)        Memberikan balikan dan pelatihan
5)        Menyediakan pengalaman pengembangan
6)        Memperkuat perilaku yang efektif para karyawan dan kemajuan kea rah pencapaian tujuan yang telah ditetapkan.


2.1.12    Dimensi kinerja
Menurut Wirawan (2009:54) “Secara umum, dimensi kinerja dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis, yaitu hasil kerja, perilaku kerja, dan sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan”.
1)        Hasil kerja
Hasil kerja adalah hasil keluaran kerja dalam bentuk barang atau jasa yang dapat dihitung kualitas dan kuantitasnya.
2)        Perilaku kerja
perilaku kerja adalah perilaku karyawan yang ada hubungannya dengan pekerjaan.
3)        Sifat pribadi yang ada hubungannya dengan pekerjaan
Adalah sifat pribadi karyawan yang diperlukan dalam melaksanakan pekerjaannya.

2.1.14    Penilaian Kinerja
Penilaian kinerja dimulai dengan pengumpulan data kinerja para pegawai sepanjang masa evaluasi kinerja. Pengumpulan data dilakukan melalui observasi tentang apa yang dilakukan para karyawan.
Menurut Bernadin and Russel (1993:380) kinerja dapat diukur dengan enam primer, meliputi:
1)        Quality
Sejauh mana proses atau hasil pelaksanaan kegiatan mendekati kesempurnaan atau mendekati tujuan yang diharapkan.
2)        Quantity
Merupakan jumlah yang dihasilkan, misalnya ; jumlah rupiah, jumlah unit, jumlah siklus kegiatan yang dihasilkan.
3)        Time Lines
Sejauh mana suatu kegiatan diselesaikan pada waktu yang dikehendaki dengan memperhatikan koordinasi output serta waktu yang tersedia untuk kegiatan yang lain.
4)        Cost Effectiveness
Sejauh mana penerapan SDM keuangan, teknologi dan material dimaksimalkan untuk mencapai hasil tertinggi atau pengurangan kerugian dari setiap unit penggunaan SDM.
5)        Need for Supervision
Sejauh mana seorang pekerja melaksanakan suatu fungsi tanpa memerlukan pengawasan seorang supervision untuk mencegah tindakan yang tidak diinginkan.
6)        Interpersonal Import
Merupakan tingkat sejauh mana karyawan memelihara harga diri, nama baik, dan kerja sama di antara rekan kerja dan bawahan.

2.1.15    Kerangka Konseptual
Dasar kerangka konseptual adalah kerangka proses berpikir. Berdasarkan latar belakang, rumusan masalah, tujuan studi dan tinjauan pustaka, maka terlebih dahulu disusun kerangka proses berfikir. Kerangka proses berfikir tersebut disusun berdasarkan pendekatan deduktif (studi teoritik), yaitu menganalisis permasalahan penelitian dari hal-hal yang bersifat umum ke arah hal-hal yang bersifat khusus untuk memperjelas wawasan dalam melakukan analisis melalui teori dan konsep yang telah mapan, maupun memberikan tuntunan induktif (studi empirik), yaitu menganalisis permasalahan penelitian dari hal-hal yang bersifat khusus kearah hal-hal yang bersifat umum untuk memperjelas wawasan dalam melakukan analisis melalui studi empirik. Dengan pendekatan deduktif dan induktif yang saling berhubungan dan bersifat resiprokal (ditunjukkan oleh dua arah anak panah) atau bersifat bolak balik, diharapkan peneliti akan memperoleh gambaran konsep berpikir yang sesuai dengan landasan teoritik dan empirik yang telah dibangun, sehingga peneliti mampu berpikir sesuai dengan landasan teoritik maupun landasan empirik tersebut. Dengan pendekatan deduktif dan induktif yang saling berhubungan dan saling melengkapi tersebut, dimaksudkan untuk menetapkan variabel-variabel penelitian, yaitu: motivasi, pelatihan dan kinerja, yang selanjutnya disusunlah hipotesis penelitian.
Menurut Nasir (2003:151), hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah penelitian, yang perlu dikaji kebenarannya melalui uji statistik. Dikatakan sementara karena jawaban yang diberikan baru didasarkan pada teori yang relevan, belum didasarkan pada fakta-fakta empiris yang diperoleh melalui pengumpulan data dan uji statistik. Nasir (2003:151) mengatakan bahwa Secara garis besar kegunaan hipotesis adalah sebagai berikut:
a.       Memberikan batasan serta memperkecil jangkauan penelitian dan kerja penelitian.
b.      Menyiagakan peneliti kepada kondisi fakta dan hubungan antarfakta, yang kadangkala hilang begitu saja dari perhatian peneliti.
c.       Sebagai alat yang sederhana dalam memfokuskan fakta yang bercerai-berai tanpa koordinasi ke dalam suatu kesatuan penting dan menyeluruh.
d.      Sebagai panduan dalam pengujian serta penyesuaian dengan fakta dan antarfakta.
Uji statistik memberikan informasi tentang pembuktian hipotesis sehingga dapat dievaluasi apakah hipotesis tersebut mendukung atau menolak atau mengembangkan studi teoritik atau empirik yang tentunya diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu.
Berdasarkan pengujian statistik, akan menghasilkan skripsi, dan dari skripsi tersebut akan memberikan kontribusi terhadap studi teoritik yang mendukung, menolak atau mengembangkan teori yang sudah ada khususnya di bidang Ilmu Manajemen (ditunjukkan oleh anak panah ke arah studi teoritik). Pada sisi lain, disertasi akan memberikan kontribusi terhadap studi emprik yang mendukung, menolak atau mengembangkan studi empirik sebagai acuan penelitian selanjutnya atau untuk pengambilan keputusan secara praktis (ditunjukkan oleh anak panah ke arah studi empirik).
Dari uraian tersebut kiranya dapat menunjukkan bagaimana proses berpikir peneliti, sehingga penelitian ini memang memiliki arah yang jelas, dasar-dasar teori dan empirik yang kokoh, ilmiah dan rasional.
Dengan mengacu pada rumusan masalah, landasan teori, dan kerangka proses berfikir maka dirancang sebuah kerangka konseptual. Kerangka konseptual ini menjelaskan pengaruh antar variabel, yaitu variabel-variabel dependent terhadap variabel independent, baik pengaruh langsung maupun pengaruh tidak langsung.
Gambar 2.1
Kerangka Proses Berpikir
 













Adapun kerangka
konseptual dalam penyusunan seminar manajemen ini dapat digambarkan dalam model sebagai berikut :
Gambar 2.2
Kerangka Konseptual
       Kinerja (Y)
1.       Quality
2.       Quantity
3.       Time Lines
4.       Cost Effectiveness
5.       Need for Supervision
6.       Interpersonal Import
Bernadin and Russel (1993:380)
 
 













Dari gambar diatas kerangka konseptual diatas dilihat bahwa variabel bebas (X) pelatihan kerja akan mempengaruhi variabel terikat (Y) yaitu kinerja karyawan di CV. Obech Pesona Nusantara, Pacet, Mojokerto.

2.1.16    Hipotesis
Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan penelitian dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk kalimat tanya (Sugiyono, 2009:64).
Berdasarkan paparan pada latar belakang masalah, rumusan masalah, landasan teori, kerangka proses berpikir dan kerangka konseptual, maka hipotesis yang pada penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.    Pelatihan berpengaruh signifikan terhadap Kinerja Karyawan CV. OBECH Pesona Nusantara.


2.2          Penelitian Terdahulu
1.      Pengaruh Pelatihan Terhadap Kinerja Karyawan Di Pondok Jatim Park Kota Batu.
Penelitian ini bertujuan untuk; (1) Untuk mengetahui pelaksanaan pelatihan dengan menggunakan metode on the job training, (2) Untuk mengetahui pelaksanaan pelatihan dengan menggunakan metode off the job training, (3) Untuk mengetahui kondisi kinerja karyawan, (4) Untuk mengetahui pengaruh On The Job Training terhadap kinerja karyawan, (5) Untuk mengetahui pengaruh Off The Job Training terhadap kinerja karyawan, (6) Untuk mengetahui pengaruh On The Job Training dan Off The Job Training terhadap kinerja karyawan.
Variable penelitian ini adalah pelatihan (X) sebagai variable independent dan kinerja karyawan (Y) sebagai variable dependent.
Dari hasil penelitian yang dilakukan diketahui bahwa berdasarkan hasil analisis regresi secara parsial terbukti bahwa variable motivasi (X) berpengaruh signifikan terhadap variable kinerja karyawan (Y).
Persamaan penelitian sekarang dengan penelitian diatas adalah pada salah satu variabel yang diteliti yaitu pada variabel pelatihan (X). dan kinerja (Y), sedangkan perbedaan penelitian sekarang dengan penelitan diatas adalah terletak pada penggunaan indikator variabel pelatihan (Y) yaitu; On The Job Training dan Off The Job Training terhadap kinerja karyawan (Y).



Tidak ada komentar:

Posting Komentar