Minggu, 26 Mei 2013

Jurnal Hukum


KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT DALAM PENYELESAIAN SENGKETA HAK MILIK ATAS TANAH SETELAH  BERLAKUNYA  PERATURAN  PEMERINTAH NOMOR 24 TAHUN 1997

JURNAL
Diajukan Guna Memenuhi Sebagian Tugas-Tugas dan Syarat Untuk mencapai
Gelar Sarjana Hukum Pada Fakultas Hukum Universitas Gresik


Oleh :
AHZAB
NIM : 2008010011



Universitas Gresik
Fakultas Hukum
2012


ABSTRAKSI
Pemberian jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, diperlukan penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasainya, dan bagi para pihak yang berkepentingan seperti calon pembeli dan calon kreditor, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi objek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintahannnya. Para pemegang hak yang telah mendaftarkan haknya, akan mendapatkan sertifikat, sertifikat tersebut dapat digunakan sebagai alat pembuktian yang kuat. Walaupun jaminan kepastian hukum telah diberikan oleh pemerintah sejak ditetapkannya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), namun dalam kenyataanya masih banyak terjadi sengketa atas tanah, terutama sengketa hak milik atas tanah, yang beberapa diantaranya berakhir dengan dibatalkannya sertifikat hak milik atas tanah, oleh hakim yang menangani dan memutuskan sengketa tanah tersebut. Melihat kenyataan yang demikian, masyarakat akan semakin ragu atas jaminan kepastian hukum yang diberikan oleh pemerintah. Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 Tentang kekuatan hukum sertifikat dalam menyelesaikan sengketa hak milik atas tanah ini, maka sejumlah tanah yang selama ini diragukan tentang bukti keabsahannya, telah dipertegas sebagai tanah-tanah yang dapat dialihkan menjadi hak-hak atas tanah menurut Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka dirumuskan dua permaslahan yaitu bagaimanakah kekuatan hukum sertifikat hak milik atas tanah setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997? Dan bagaimanakah upaya penyelesaian yang dilakukan apabila terjadi sengketa hak milik atas tanah?
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan tipe penelitian hukum yuridis normatif (hukum normatif) yaitu suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya. Sedangkan pendekatan yang digunakan adalah  pendekatan Perundang-undangan  (Statue Approach) yaitu yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi focus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Dan pendekatan konsep (Conceptual Approuch) yaitu untuk melihat konsep-konsep yang terkait denga kekuatan sertifikat dalam penyelesaian sengketa hak milik atas tanah. Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah bahn hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas bahan hukum  terdiri dari perundang-undangan, catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Adapun bahan hukum primer meliputu: Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Undang-Undang Pokok Agraria, Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah. Sedangkan bahan sekunder, yaitu bahan yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para sarjana dan kasus-kasus hukum. Baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan  dan diklasifikasikan menurut sumber dan hirarkhinya untuk dikaji secara komprehensif. Adapun bahan hukum diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan, yang penulis uraian dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan kongkrit yang dihadapi. Selanjutnya bahan hukum dianalisa untuk melihat bagaimana kekuatan hukum sertifikat dalam penyelesaian sengketa hak milik atas tanah.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
a.         Sertifikat hak milik atas tanah berfungsi sebagai alat bukti yang kuat dan dijamon kepasyian hukumnya. Maksud dari jaminan kepastian hukum tersebut, bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Jadi dengan kata lain bahwa kekuatan hukum sertifikat tidak bersifat mutlak. Sertifikat Nomor 2398 atas nama Koko Gunawan Thamrin, berdasarkan kronologis pemilikan hak, adalah cacat hukum. Sehingga sertifikat hak milik atas tanah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, dan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti sebagaimana disebutkan di atas. Oleh karena itu sertifikat itu harus dibatalkan.
b.         Pada sengketa tanah sebagaimana telah disebutkan pada bagian fakta dapat disimpulkan bahwa jual beli antara Saidina Oemar dengan Dra. Martina Toto Kasihan dinyatakan sah, berdasarkan bukti akta jual beli dan surat penyerahan hak atas tanah. Oleh karena itu Mahkamah Agung dalam putusannya menyatakan bahwa tanah sengketa adalah sah milik penggugat atau Dra Martina Toto Kasihan. Pada dasarnya, yang beritikad tidak baik dalam kasus tersebut adalah Saidina Oemar, Karena telah menjual tanah sengketa dua kali pada orang yang berbeda. Walaupun demikian, karena Koko Gunawan Thamrin tidak segera menyerahkan sertifikat hak milik nomor 2398 kepada Kepala Kantor Pertanahan Tuban, setelah dikeluarkannya keputusan Pengadilan Tata Usaha Surabaya yang telah berkekuatan hukum tetap, dan karena Kepala Kantor Pertanahan Tuban telah melakukan onrechtmatige overheiddead (perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pejabat negara), maka diputuskan oleh Mahkamah Agung bahwa Koko Gunawan Thamrin dan Kepala Kantor Pertanahan Tuban telah melakukan perbuatan melawan hukum.
 BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
               Pemberian jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan, diperlukan penyelenggaraan pendaftaran tanah, yang memungkinkan bagi para pemegang hak atas tanah untuk dengan mudah membuktikan haknya atas tanah yang dikuasainya, dan bagi para pihak yang berkepentingan seperti calon pembeli dan calon kreditor, untuk memperoleh keterangan yang diperlukan mengenai tanah yang menjadi objek perbuatan hukum yang akan dilakukan, serta bagi pemerintah untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintahannnya.
               sertifikat dalam menyelesaikan sengketa hak milik atas tanah yang merupaklan peraturan pelaksana dari Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA), diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan masyarakat atas jaminan kepastian hukum yang diberikan pemerintah terhadap hak atas tanah.
B.   Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, maka ada beberapa permasalahan yang akan penulis bahas dalam penulisan skripsi ini yang mana mengenai :
1.            Bagaimanakah kekuatan hukum sertifikat hak milik atas tanah setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997?
2.            Bagaimanakah upaya penyelesaian yang dilakukan apabila terjadi sengketa hak milik atas tanah?
3.    Tujuan Penulisan
1.            Untuk mengetahui  kekuatan hukum sertifikat hak milik atas tanah setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997
2.            Untuk mengetahui upaya penyelesaian yang dilakukan apabila terjadi sengketa hak milik atas tanah.
4.    Manfaat Penulisan
               Adapun manfaat yang dapat diambil dari penulisan skripsi ini yaitu :
  1. Manfaat Teoritis:
Hasil penelitian ini diharapkan turut memberikan sumbangan pemikiran dan pengembangan lebih lanjut di bidang ilmu hukum, khususnya dalam bidang pertanahan.
  1. Manfaat Praktis:
Diharapkan dari hasil penelitian skripsi ini dapat memberikan sumbang pikiran atau masukan bagi kantor Badan Pertanahan Nasional, Pemerintah Desa maupun masyarakat yang berkepentingan mengurus setifikat hak atas tanah.
E.     Metode Penelitian
1.       Tipe Penelitian
Tipe penelitian hukum yang dilakukan adalah yuridis normatif (hukum normatif). Metode penelitian hukum normatif adalah suatu prosedur penelitian ilmiah untuk menemukan kebenaran berdasarkan logika keilmuan hukum dari sisi normatifnya.[1] 
2.       Pendekatan Masalah
Sehubungan tipe penelitian Yuridis Normatif, maka pendekatan masalah adalah  pendekatan Perundang-undangan  (Statue Approach) yaitu yang akan diteliti adalah berbagai aturan hukum yang menjadi focus sekaligus tema sentral suatu penelitian. Dan pendekatan konsep (Conceptual Approuch) yaitu untuk melihat konsep-konsep yang terkait denga kekuatan sertifikat dalam penyelesaian sengketa hak milik atas tanah.
3.       Bahan Hukum
Bahan hukum yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
a.         Bahan hukum primer:  bahan hukum primer merupakan bahan hukum yang bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas bahan hukum  terdiri dari perundang-undangan, catatan resmi, atau risalah dalam pembuatan perundang-undangan dan putusan hakim. Bahan sekunder, yaitu bahan yang diperoleh dari buku teks, jurnal-jurnal, pendapat para sarjana dan kasus-kasus hukum.[2]
4.   Prosedur pengumpulan bahan hukum
Baik bahan hukum primer maupun bahan hukum sekunder dikumpulkan berdasarkan topik permasalahan yang telah dirumuskan  dan diklasifikasikan menurut sumber dan hirarkhinya untuk dikaji secara komprehensif.
5.   Pengolahan dan Analisis Bahan Hukum
Adapun bahan hukum diperoleh dalam penelitian studi kepustakaan, aturan perundang-undangan, yang penulis uraian dan dihubungkan sedemikian rupa, sehingga disajikan dalam penulisan yang lebih sistematis guna menjawab permasalahan yang dirumuskan. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan secara deduktif yakni menarik kesimpulan dari suatu permasalahan yang bersifat umum terhadap permasalahan kongkrit yang dihadapi. Selanjutnya bahan hukum dianalisa untuk melihat bagaimana kekuatan hukum sertifikat dalam penyelesaian sengketa hak milik atas tanah.
E.     Sistematika Penulisan
Penulisan disusun dengan sistematika yang terbagi dalam empat bab masing-masing bab terdiri atas beberapa sub bab. Adapun urutan dan tata letak masing-masing bab serta pokok pembahasannya adalah sebagai berikut:
Bab I sebagai pendahuluan menguraikan tentang latar belakang, perumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan metode yang dipergunakan dalam penulisan skripsi ini serta sistematika penulisan.
Bab II sebagai jawaban dari permasalahan yang pertama yaitu  kekuatan hukum sertifikat hak milik atas tanah setelah berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997. Dalam bab ini juga diuraikan dalam subbab yaitu mengenai kekuatan sertifikat tanah, pengaaturan hak milik atas tanaah dan pendaftaran tanah.
Bab III menguraikan dan membahas tentang pPenyelesaian Sengketa Hak Milik Atas Tanah Setelah Berlakunya Peraturan Pemerintahan Nomer. 24 Tahun 1997 serta akibat hukum sengketa hak milik atas tanah.
               Bab IV merupakan bab penutup yang menyimpulkan dari jawaban-jawaban atas permasalahan berdasarkan uraian dalam Bab II dan Bab III dan disertai dengan saran-saran sebagai kelengkapan dari penulisan.
BAB II
KEKUATAN HUKUM SERTIFIKAT HAK MILIK                    ATAS TANAH
A.   Kekuatan Hukum Sertifikat
               Fakta dalam penulisan skripsi ini didapat dari contoh sengketa atas sebidang tanah seluas 1.420 M2 yang terletak di Merakurak Kabupaten Tuban sebagai kajian dalam penulisan sekripsi
                           Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya dalam perkara tersebut, pada tanggal 14 November 1993 memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut:
1.      Menerima gugatan untuk seluruhnya:
2.      Menyatakan batal dan tidak sah, surat gugatan tanggal 3 Mei 1993 No. 571/1861/BPN/1993
1.            Menyatakan batal sertifikat No. 1398 atas nama Koko Gunawan Thamrin dengan segala akibat hukumnya;
2.            Mewajibkan tergugat untuk menerbitkan sertifikat hak milik atas nama penggugat;      
5.      Menghukum tergugat membayar ganti rugi kepada penggugat akibat kelalaiannya  Rp. 5.000.000,00;
6.      Menghukum tergugat membayar biaya perkara sebesar Rp. 357.500.00;
                           Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya dalam perkara gugatan tingkat banding No. 04/Bdg/G/PL/PT.TUN/Sby/1994, pada tanggal 15 November memberikan putusan yang amarnya sebagai berikut :
1.      Menerima permohonan banding
2.      Menguatkan putusan pengadilan Tata Usaha Negara tanggal 24 November 1993 No.     26/P.TUN/G/Sby/1993 dengan perbaikan sehingga amarnya berbunyi sebagai berikut :
a.   Menolak gugatan terbanding  / penggugat asal sebagian
b.   Menyatakan tidak sah pembanding / tergugat asal tanggal 3 mei 1993 No.507 /1861 /BPN/1993
c.   Menyatakan batal sertifikat No.2398 atas nama Koko Gunawan Thamrin dengan segala akibat hukumnya
d.   Mewajibkan pembanding/tergugat asal untuk menertibkan sertifikat hak milik atas nama terbanding/penggugat asal berdasarkan ketentuan-ketentuan yang berlaku pada Badan Pertahanan Nasional tentang cara penertiban sertifikat
e.   Menghukum pembanding / tergugat asal untuk membayar biaya perkara pada  kedua  tingkat  peradilan,  yang  pada  tingkat  banding sebesar Rp. 50.000,00;
f.    Menolak gugatan  terbanding / penggugat asal selebihnya.
               sertifikat hak milik yang secara sah diterbitkan oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tuban. Oleh karena putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara  Surabaya No. 04/Bdg/G/PL/PT.TUN/Sby /1994 mengalami kebutuhan dan tidak dapat terlaksana dengan baik, maka Dra. Martina pada bulan Maret 1996 mengajukan gugatan pada Pengadilan Negeri Kabupaten Tuban terhadap:
1.      Koko Gunawan Thamrin sebagai tergugat I
2.      Kepala Kantor Pertahanan Kabupaten Tuban sebagai tergugat II
               Majelis Pengadilan Negeri Kabupaten Tuban yang mengadili gugatan tersebut memberi putusan mengabulkan gugatan untuk sebagian yang amarnya pada intinya sebagai berikut:
1.      Tanah  sengketa milik penggugat
2.      Memerintahkan tergugat I untuk menyerahkan Sertifikat Hak Milik No.2.398 kepada tergugat II
3.      Menyatakan tergugat I dan II melakukan perbuatan melawan hukum
4.      Memerintahkan tergugat II memusnahkan sertifikat hak milik atas nama Koko Gunawan Thamrin.
5.      Memerintahkan tergugat II untuk menerbitkan Serifikat Hak Milik atas nama tergugat
6.      Menyatakan tidak mempunyai ketentuan hukum serta batal dengan segala akibat hukumnya Sertifikat Hak Milik No.2.398 atas nama Koko Gunawan Thamrin
7.      Menghukum tergugat I dan II untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.143.500,00
8.      Menolak gugatan penggugat selebihnya.
               Memori banding yang diajukan pembanding Koko Gunawan Thamrin yang pokoknya sebagai berikut :
1.            Hakim Pengadilan Negeri tidak memperhatikan telah ada putusan Mahkamah Agung R.I No.1072 K/P DT/1993 yang membenarkan bahwa tanah sengketa adalah milik pembanding  / tergugat  asal I
2.            Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara No. 04 / Bdg / G / PL / PT. TUN / G / Sby / 1995
3.            Hakim Pengadilan Negeri  sengaja tidak memuat  bukti tergugat I berupa Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No. 15/P.TUN/G/Sby/1995
               Selanjutnya Kontra Memori Banding yang diajukan oleh terbanding mengemukakan bahwa segala sesuatu telah  cukup dipertimbangkan sehingga putusan Pengadilam Negeri patut dikuatkan. Majelis Pengadilan Tinggi yang mengadili perkara  ini dalam putusannya memberi pertimbangan yang ada pokoknya sebagai berikut:
1.      Bahwa bukti yang diajukan penggugat asal  / terbanding berupa akta jual dan surat penyerahan hak atas tanah menurut Pengadilan Tinggi bukan merupakan bukti sempurna, sehingga kekuatan bukti ini masih dapat diuji dengan bukti yang diajukan pembanding;
2.      Pembanding telah mengajukan bukti hak pemilikan tanah berupa sertifikat hak milik No. 2.398 yang semula tertulis atas nama Ny. Puspowati Satio. Pembanding melakukan jual beli dengan Ny.Puspowati Satio pada tanggal 2 April 1984;
3.      Dari Sertifikat No.2398, terbukti pula bahwa sebelum atas nama Ny. Puspowati Satio, juga tertulis atas nama Saidina Oemar. Selanjutnya Saidina Oemar ini juga menjual dan mengalihkan tanah sengketa kepada terbanding (Dra. Martina Toto Kasihan). Keadaan ini memberikan petunjuk bukti bahwa Saidina Oemar telah beri’tikad buruk terhadap penggugat asal/terbanding;
4.      Seharusnya penggugat asal/terbanding membuktikan kepalsuan sertifikat hak milik No.2398. Hal ini tidak dilakukan sehingga ia tidak berhasil/gagal membuktikan dalil gugatannya;
5.      Sebaliknya, tergugat asal I/Pembanding mengajukan bukti putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No.15/P.TUN/G/Sby/1995/TN, yang secara sempurna melumpuhkan kekuatan bukti putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara No. 04/Bdg/G/PL/PT.TUN/Sby/1984, yaitu bahwa putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara Surabaya tidak dapat dieksekusi terhadap pemegang sertifikat hak milik yang sah No. 2.398 (Koko Gunawan Thamrin) yang telah diterbitkan secara sah oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Tuban;
               Dengan pertimbangan tersebut, maka Majelis Hakim Pengadilan Tinggi memberi putusan, yaitu :
1.            Menerima Permohonan banding;
2.            Membatalkan putusan Pengadilan Negeri Kabupaten Tuban No.35/Pdt.G/1996/Tbn;
3.            Menolak Gugatan penggugat;
               Pendirian Mahkama Agung tersebut di dasari oleh alasan yuridis yang inti sarinya sebagai berikut :
1.            Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Kabupaten Tuban No. 26 / P.TUN / G / Tbn / 1993.
2.            Putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara No.. 04 / Bdg / G/PL/P.TUN/Tbn/1994, kedua putusan Peradilan Tata Usaha Negara di atas obyek sengketanya adalah pembatalan sertifikat hak milik No. 2398 atas nama Koko Gunawan Thamrin. Kedua putusan tersebut telah berkekuatan tetap.
3.            Di samping kedua putusan tersebut di atas, ada putusan lain yaitu, putusan Pengadilan Tata Usaha Negara No.15 / P.TUN / G / Sby / 1995 / TN, dengan obyek sengketa berupa pembatalan Surat Badan Pertanahan Nasional Kabupaten Tuban No. 570 / 2619 / 1995, tanggal 24 April 1995.
         Peraturan Hak Milik Atas Tanah
            Peraturan-peraturan yang digunakan sebagai dasar hukum dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut :
1.      Pasal 1459 KUH Perdata yang berbunyi:
         “Hak milik atas nama baru beralih pada pembelinya dilakukan apa yang disebut penyerahan Yuridis”.
2.      Pasal 13 (2) HIR yang menyatakan :
         “Perselisihan kecil-kecil yang semata-mata hanya kepentingan penduduk Indonesia, hendaklah didamaikan dengan mufakat oleh orang-orang tua di desa itu”
3.      Pasal 19 (1) Undang-Undang Pokok agraria yang berbunyi:
         “Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang di atur dengan peraturan pemerintah”.
4.      Pasal 19 (2) c Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi:
         “Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat”.
5.      Pasal 21 Undang-Undang Pokok Agraria yang berbunyi:
         “Yang dapat mempunyai hak atas tanah secara penuh dan luas (semua macam hak) adalah Warga Indonesia”.
6.      Penjelasan umum Undang-undang Nomor. 20 Tahun 1961 yang berbunyi :
         “Pada asasnya maka jika diperlukan tanah dan atau benda lainnya kepunyaan orang lain untuk suatu keperluan haruslah lebih dulu diusahakan agar tanah itu dapat diperoleh dengan persetujuan yang empunya, misalnya atas dasar jual beli, tukar menukar atau lain sebagainya”.
7.      Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi:
         “Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka”.
8.      Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi:
         “Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan”.
1.            Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 tahun 1999 tentang tata cara pemberian dan pembatalan hak atas tanah negara dan hak pengelolaan.
C.    Pendaftaran Tanah
a.      Pengertian Pendaftaran Tanah                         Dalam pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengelolaan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya.
                              Isi pasal 1 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dapat dipertegas sebagai berikut:
1).     Pendaftaran awal yang mendaftarkan hak-hak atas tanah untuk pertama kali dan harus terus dipelihara. (Ajudikasi)
2).     Pendaftaran hak-hak karena adanya mutasi hak, ataupun adanya pengikatan jaminan hutang dengan tanah sebagai agunan dan pendirian hak baru. (H.G.B. atau Hak Pakai di atas Hak Milik)
3).     Hak-hak yang timbul dari rumah susun dan bagian-bagian dari rumah susun.
4).     Pendaftaran tersebut meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta memelihara data fisik dan data yuridis.
b.      Sistem Publikasi Pendaftaran Tanah Yang diterapkan
                  Sistem publikasi pendaftaran tanah menurut Boedi Harsono ada dua system yaitu System Positif dan System Negatif.
                  “Yang dimaksud dengan Sistem Positif dalam pendaftaran tanah adalah apa yang terkandung di dalam buku tanah dan surat-surat tanda bukti hak yang dikeluarkan merupakan alat pembuktian yang mutlak”.
                  Dalam system publikasi positif orang yang dengan i’tikad baik dan dengan pembayaran, memperoleh hak dari orang yang namanya terdaftar sebagai pemegang register, memperoleh apa yang disebut Indefiasible tittle (Hak yang tidak dapat diganggu gugat) dengan didaftarnya namanya sebagai pemegang dalam register, meskipun kemudian hari terbukti bahwa yang terdaftar sebagai pemegang hak tersebut bukan pemegang hak yang sebenarnya.
                  berlaku sebagai alat pembayaran yang kuat. Pernyataan tersebut mengandung arti, bahwa pemerintah sebagai penyelenggara pendaftaran tanah harus berusaha, agar sejauh mungkin dapat disajikan data yang benar dalam buku tanah dan peta pendaftaran, sehingga selama tidak dapat dibuktikan yang sebaliknya, data yang disajikan dalam buku tanah dan peta pendaftaran harus diterima sebagai data yang benar. Demikian juga data yang dimuat dalam sertifikat hak, sepanjang data tersebut sesuai dengan yang ada dalam buku tanah dan peta pendaftaran.
                  Tetapi meskipun demikian sistemnya juga bukan system positif. Dalam system positif data yang disajikan dijamin kebenarannya dan bukan hanya berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat, tapi data tersebut mempunyai daya pembuktian yang mutlak.
                  Berkaitan dengan hal tersebut, Undang-undang Pokok Agraria (UUPA) sudah tiba waktunya untuk beralih dari system negatif ke system positif di dalam pendaftaran tanah, sehingga menjadikan sertifikat hak atas tanah merupakan satu satunya alat bukti hak, dengan pengertian apabila dapat dibuktikan bahwa sertifikat tersebut ternyata palsu atau dipalsukan atau diperoleh dengan jalan tidak sah, maka tentu saja sertifikat tersebut dianggap tidak sah dan menjadi batal dengan sendirinya.
c.      Pengertian Sertifikat
                  Dalam pasal 1 nomor 20 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa sertifikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) untuk hak atas tanah, hak pengelolaan, tanah wakaf, hak milik atas satuan rumah susun, dan hak tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.
                  Menurut sertifikat merupakan salinan buku tanah dan surat ukurnya setelah dijilid menjadi satu bersama-sama dengan suatu kertas sampul yang bentuknya ditetapkan dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri. Secara Fisik sertifikat hak atas tanah terdiri dari Sampul Luar, Sampul Dalam, Buku Tanah dan Surat Ukur. Sertifikat tersebut diberikan kepada yang berhak dan merupakan surat tanda bukti seperti yang yang dimaksud dalam Pasal 19 Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA).
                  d.         Tujuan diterbitkannya Sertifikat Hak Milik Atas Tanah
                  Pada Pasal 31 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 disebutkan bahwa sertifikat diterbitkan untuk kepentingan pemegang hak yang bersangkutan sesuai dengan data fisik dan data yuridis yang telah didaftar dalam buku tanah. “Penerbitan sertifikat dimaksud agar pemegang hak dapat dengan mudah membuktikan haknya”.
                  Kepastian hukum di bidang pertanahan diatur dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) Nomor 24 Tahun 1997 yang dijelaskan dalam pasal 19 ayat (1) yang menyatakan bahwa “Menjamin kepastian hukum oleh pemerintah diadakan melalui pendaftaran tanah di seluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah. Kepastian hukum itu sendiri meliputi hal-hal sebagai berikut:
1.      Kepastian mengenai orang/badan hukum yang menjadi pemegang hak tersebut atau disebut dengan kepastian mengenai subyek hak atas tanah.
2.      Kepastian mengenai tanah, batas-batas tanah, panjang dan lebar tanah atau disebut dengan kepastian hukum mengenai obyek tanah.
                  Karena itulah data-data yang disimpan di Kantor Agraria baik tentang subyek maupun obyek hak atas tanah disusun sedemikian rupanya agar dikemudian hari dapat memudahkan siapa pun yang ingin melihat data-data tersebut, apakah itu dalam rangka memperlancar setiap peralihan hak atas tanah maupun dalam rangka pelaksanaan pembangunan oleh pemerintah.

e.      Kekuatan Pembuktian Sertifikat.
                  Menurut ketentuan yang tercantum dalam Pasal 32 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 yang berbunyi “Sertifikat merupakan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya, sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan”. Ketentuan tersebut mengandung arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, maka data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalam sertifikat tersebut harus diterima sebagai data yang benar. Ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor Nomor 24 Tahun 1997 tersebut merupakan bagian dari jaminan kepastian hukum yang diberikan oleh pemerintah.
                                                      Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa sertifikat hak atas tanah merupakan alat bukti yang kuat dalam pemilikan hak atas tanah seorang atau badan hukum, maka pada bagian ini akan dijelaskan mengenai hal apa saja yang dapat dibuktikan dalam sertifikat tersebut. Menurut hal-hal yang dapat dibuktikan dalam sertifikat hak atas tanah adalah sebagai berikut:
1.   Jenis hak atas tanah
      Dari sertifikat dapat diketahui, apakah tanah tertentu yang disebut di dalamnya berstatus hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atau hak pengelolaan.
      Dan berapa lama hak itu diberikan serta kapan berakhirnya. Sertifikat dikeluarkan hanya untuk tanah-tanah yang berstatus sebagai hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan, hak pakai atau hak pengelolaan yang sampai saat ini oleh peraturan perundang-undangan wajib didaftarkan dan dikeluarkan sertifikatnya. Kita mengetahui jenis hak itu karena ditulis di sampul dalam sertifikat  dan di kolom pertama bagian atas dari buku tanah.
2.   Pemegang hak
      Nama pemegang hak dapat dibaca dalam kolom kedua di atas buku tanah. Disitu tertulis nama pemegang hak. Kalau pemegang hak berganti karena menjual tanah itu kepada orang lain, maka nama pemegang hak yang terdahulu dicoret oleh pejabat yang berwenang, dan dalam kolom pencatatan peralihan hak ditulis nama orang yang membeli tanah tersebut sebagai pemegang hak baru. Apabila pemegang hak tersebut meninggal dunia, maka nama pemegang hak atas tanah tersebut diganti dengan nama ahli warisnya. Bagaima kalau sudah terjadi jual beli, tetapi belum didaftarkan, sehingga sebagai pemegang hak masih tercatat pemegang hak yang lama. Pasal 23 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 mengandung perintah untuk segera mendaftarkan perbuatan jual beli tersebut. Bila pendaftaran itu dilalaikan, sanksi yang tegas memang tidak ada. Tetapi dalam praktiknya, hal tersebut dapat merugikan pihak pembeli. Apabila sertifikat itu karena sesuatu sebab jatuh ke tangan si penjual atau ia berhasil memperoleh sertifikat pengganti, maka ia dapat menjual tanah itiu kepada orang lain, maka terjadilah kesulitan bagi si pembeli. Orang yang melakukan tindakan karena keterangan-keterangan yang tercantum dalam sertifikat dan ternyata ia beritikad baik, maka ia akan mendapat perlindungan hukum, sehingga si pembeli yang demikian akan kuat posisinya dalam sengketa. Sebaliknya si pembeli yang lalai sangat lemah posisinya dalam suatu sengketa.

3.   Keterangan Fisik tentang tanah
      Karena dalam sertifikat terdapat surat ukur, maka dengan melihat sertifikat kita tahu tentang luas, panjang dan lebar tanah. Selain itu dalam surat ukur digambarkan pula bentuk fisik tanah, apakah berupa segi empat, segi enam, lonjong dan sebagainya. Letak dan batas-batas tanah juga dijelaskan dalam sertifikat, bahkan keadaan tanah misalnya rawa atau bergunung-gunung dan bangunan bangunan yang ada di atasnya.
4.   Beban di atas tanah.
      Dari sertifikat dapat diketahui, apakah ada beban di atas tanah itu. Misalnya dicatat dalam sertifikat itu ada hipotik atas nama bank, atau ada hak sewa atau hak bangunan. Mungkin pula dalam sertifikat dicatat adanya sitaan atas perintah pengadilan.
5.   Peristiwa hukum yang terjadi dengan tanah
      Semua peristiwa penting sehubungan tanah tertentu juga dicatat oleh kantor pendaftaran tanah dalam sertifikat. Misal adanya jual beli, hibah, ataupun lelang ke dalam suatu PT atau terjadinya pewarisan atau adanya penyitaan dan terjadinya beban-beban seperti yang telah diuraikan di atas, begitu pula penghapusannya.
     
f.       Prosedur Pendaftaran Hak Atas Tanah.
Secara Garis besar, tata cara permohonan dan pemberian hak atas tanah berlangsung dalam tahap sebagai berikut:
1.      Pemohon mengajukan permohonan tertulis yang ditujukan kepada Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional melalui Kantor Pertanahan setempat;
2.      Surat permohonan tersebut dilampiri dengan:
a.       Fotocopi surat bukti identitas pemohon dan surat bukti kewarga negaraan Indonesia. Bagi badan hukum yang telah ditetapkan pemerintah yaitu Bank Pemerintah dan Badan Keagamaan maupun badan sosial yang ditunjuk oleh pemerintah, melampirkan foto copi akta atau peraturan pendiriannya dan salinan surat keputusan penunjukannya sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang Undangan yang telah ditetapkan atau berlaku;
b.      Surat bukti kepemilikan atau dasar penguasaan yang dapat berupa sertifikat, girik, surat kapling, bukti pelepasan hak dan pelunasan yang telah dibeli dari pemerintah, putusan pengadilan, akte PPAT, dan bukti perolehan tanah lainnya. (Data Yuridis);
c.       Surat ukur, Gambar Situasi dan ijin mendirikan bangunan (apabila ada). (Data Fisik);
d.      Surat pernyataan pemohon mengenai jumlah bidang, luas, dan status tanah-tanah yang telah dimiliki oleh pemohon, termasuk bidang tanah yang dimohon;
3.      Kepala kantor pertanahan meneliti kelengkapan dan kebenaran data yuridis dan data fisik permohonan hak milik atas tanah dan memeriksa kelayakan permohonan tersebut dapat / tidaknya dikabulkan atau diproses lebih lanjut. Dalam hal ini tanah yang dimohon belum ada surat ukurnya, Kepala Kantor Pertanahan memerintahkan kepada Kepala Seksi Pengukuran dan Pendaftaran Tanah untuk melakukan pengukuran;
4.      Selanjutnya Kepala Kantor Pertanahan memerintahkan kepada:
a.       Kepala Seksi hak atas tanah atau petugas yang ditunjuk untuk memeriksa permohonan terhadap tanah yang sudah terdaftar dan tanah yang data yuridis dan data fisiknya telah cukup untuk mengambil keputusan yang dituangkan dalam risalah pemeriksaan tanah;
b.      Tim penelitian tanah untuk memeriksa permohonan hak terhadap tanah yang belum terdaftar yang dituangkan dalam berita acara;
c.       Panitia pemeriksa tanah A untuk memeriksa permohonan hak selain yang diperiksa sebagaimana dimaksud pada huruf a dan huruf b, yang dituangkan dalam risalah pemeriksaan tanah;
5.      Dalam hal keputusan pemberian hak milik dilimpahkan kepada Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Pertanahan menerbitkan keputusan pemberian hak milik atas tanah yang dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakan. Dalam hal keputusan pemberian hak dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah, setelah mempertimbangkan pendapat Kepala Kantor Pertanahan, Kepala Kantor Wilayah menerbitkan keputusan pemberian hak milik atas tanah tanah yang dimohon atau keputusan penolakan yang disertai dengan alasan penolakan. Jika keputusan pemberian hak milik tidak dilimpahkan kepada Kepala Kantor Wilayah, Menteri Negara Agraria / Kepala Badan Pertanahan Nasional yang berwenang menerbitkan keputusan pemberian hak milik atas tanah yang dimohon atau keputusan penolakan  yang disertai dengan alasan penolakan, setelah mempertimbangkan pendapat dan pertimbangan Kepala Kantor Wilayah;
6.      Surat Keputusan pemberian hak milik atas tanah diserahkan kepada pemohon;
7.      Hak atas tanah tersebut didaftarkan oleh pemohon di Kantor Pertanahan Setempat;
8.      Kantor Pertanahan mengeluarkan sertifikat hak milik atas tanah dan diserahkan kepada pemohon;
BAB III
UPAYA PENYELESAIAN SENGKETA HAK MILIK
ATAS TANAH

A.   Upaya Penyelesaian Sengketa
Sebagaimana telah dijelaskan pada bagian fakta, bahwa sertifikat hak milik nomor 2398 atas tanah seluas 1.420 M2 yang terletak di Merakurak Kabupaten Tuban milik Koko Gunawan Thamrin, dinyatakn tidak sah dan batal oleh Majelis Mahkamah Agung dalam perkara nomor 1687.K/Pdt/1998.
B.   Penyelesaian Sengketa di Depan Sidang Pengadilan
Sebelum menginjak pada pembahasan sengketa hak milik atas tanah, maka terlebih dahulu akan dijelaskan mengenai acaranya atau hukum formalnya.
C.   Akibat Hukum Sengketa Hak Milik Atas Tanah
            Pada bagian ini penulis akan mencoba mengkaji putusan Mahkamah Agung. Majelis Mahkamah Agung atas perkara Nomor 1687.K/Pdt/1998 memberi putusan sebagai berikut:
1.      Menyatakan tanah sengketa dan bangunan di atasnya yang terletak di Merakurak Kabupaten Tuban adalah sah milik penggugat.
2.      Menyatakan sah dan berharga sita jaminan yang dilakukan juru sita Pengadilan Negeri pada tanggal 9 April 1996 terhadap serifikat hak milik Nomor 2398 atas nama Koko Gunawan Tamrin dan terhadap sebidang tanah seluas 1420 M2  yang terletak di Merakurak Kabupaten Tuban.
3.      Menyatakan tergugat I dan tergugat II telah melakukan perbuatan melawan hukum.
4.      Menyatakan sertifikat hak milik Nomor 2398 atas nama Koko Gunawan Tamrin tidak memiliki kekuatan hukum.
5.      Memerintahkan tergugat II untuk menerbitkan sertifikat tanah atas nama penggugat di atas tanah yang semula menjadi sertifikat hak milik Nomor 2398 atas nama Koko Gunawan Tamrin yang sudah tidak berlaku dan tidak berkekuatan hukum lagi, setelah diajukan permohonannya oleh penggugat dan memenuhi syarat administratif yang berlaku.
6.      Menolak gugatan penggugat selebihnya
               Berikut akan dijelaskan mengenai kajian atas putusan Mahkamah Agung tersebut. Dalam mengkaji penulis menggunakan beberapa pertimbangan hukum, yaitu:
1.            Bahwa jual beli yang dilakukan antara Dra. Martina Toto Kasihan dengan Saidina Oemar adalah Sah, karena jual beli tersebut dilakukan dihadapan saksi IV yaitu Drs.H.A.Merchan Mukti dan ditulis di atas akta jual beli Nomor 79/JB/18-1/1975 juga disertai surat penyerahan hak atas tanah sengketa.
2.            Saidina Oemar menjual tanah sengketa kepada Ny. Puspowati dianggap tidak sah, karena tanah tersebut sudah menjadi hak Dra Martina Toto Kasihan berdasarkan akta jual beli di atas. Oleh karema itu jual beli antara Ny. Pospowati dengan Koko Gunawan Tamrin dianggap tidak sah. Jadi sertifikat hak milik Nomor 2398 atas nama Koko Gunawan Tamrin dianggap cacat hukum.
3.            Kepala Kantor PertanahanTuban dianggap melakukan onrechtnatige oferheiddead (perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pejabat Negara), atas tidak terlaksanakannya putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara meskipun Kepala Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Tuban berdasarkan surat tanggal 28 Juli 1995 Nomor W.5.PTUN.AT.02-05-125 sudah meminta Kepala Kantor Pertanahan untuk melaksanakan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tersebut.
4.            Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara Nomor 26/P.TUN.G/1993 Sby jo. No 04/Bdg.G/PT.TUN.G/1994/Sby yang digunakan sebagai alat bukti materinya harus diterima sebagai kebenaran, karena merupakan bukti otentik.
5.            Putusan Pengadilan Tata Usaha Negara yang kedua yaitu putusan no.15/P.TUN.G/1995/TN, bukan merupakan Tegen Bewijs yang melumpuhkan kekuatan hukum putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara tersebut sebelumnya serta putusan pengadilan tinggi Tata usaha Negara yang telah dijatuhkan lebih dulu, karena putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara yang kedua tersebut, obyek sengketanya adalah pembatalan surat Badan Pertanahan Nasional no. W.5.P.TUN.AT.04-05-125.
6.           Bahwa Pengadilan Tinggi dalam mengambil keputusan kurang cukup mempertimbangkan perkara ini (onvoldoende gemotiveerd), sehingga putusan pengadilan tinggi ini harus dibatalkan.
               BAB IV
PENUTUP
A.   Kesimpulan
a.      Sertifikat hak milik atas tanah berfungsi sebagai alat bukti yang kuat dan dijamon kepasyian hukumnya. Maksud dari jaminan kepastian hukum tersebut, bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Jadi dengan kata lain bahwa kekuatan hukum sertifikat tidak bersifat mutlak. Sertifikat Nomor 2398 atas nama Koko Gunawan Thamrin, berdasarkan kronologis pemilikan hak, adalah cacat hukum. Sehingga sertifikat hak milik atas tanah tersebut tidak mempunyai kekuatan hukum, dan tidak dapat digunakan sebagai alat bukti sebagaimana disebutkan di atas. Oleh karena itu sertifikat itu harus dibatalkan.
b.      Pada sengketa tanah sebagaimana telah disebutkan pada bagian fakta dapat disimpulkan bahwa jual beli antara Saidina Oemar dengan Dra. Martina Toto Kasihan dinyatakan sah, berdasarkan bukti akta jual beli dan surat penyerahan hak atas tanah. Oleh karena itu Mahkamah Agung dalam putusannya menyatakan bahwa tanah sengketa adalah sah milik penggugat atau Dra Martina Toto Kasihan. Pada dasarnya, yang beritikad tidak baik dalam kasus tersebut adalah Saidina Oemar, Karena telah menjual tanah sengketa dua kali pada orang yang berbeda. Walaupun demikian, karena Koko Gunawan Thamrin tidak segera menyerahkan sertifikat hak milik nomor 2398 kepada Kepala Kantor Pertanahan Tuban, setelah dikeluarkannya keputusan Pengadilan Tata Usaha Surabaya yang telah berkekuatan hukum tetap, dan karena Kepala Kantor Pertanahan Tuban telah melakukan onrechtmatige overheiddead (perbuatan melanggar hukum yang dilakukan oleh pejabat negara), maka diputuskan oleh Mahkamah Agung bahwa Koko Gunawan Thamrin dan Kepala Kantor Pertanahan Tuban telah melakukan perbuatan melawan hukum.

B.   Saran
         Dalam penulisan skripsi ini, penulis ingin sekali mengemukakan sedikit saran-saran dan hal ini mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum agraria.
a.             Pemegang hak milik atas tanah hendaknya mendaftarkan hak yang dimilikinya ke Kantor Pertanahan setempat melalui prosedur yang telah ditetapkan dalam perundang-undangan untuk mendapatkan tanda bukti berupa sertifikat hak milik atas tanah yang sah dengan tujuan untuk menjamin kepastian dan perlindungan hukum atas hak yang dimilikinya.
b.            Kantor pertanahan sebelum menerbitkan sertifikat hak atas tanah, hendaknya bertindak lebih teliti dalam pendataan setiap pendaftaran hak atas tanah agar tidak menimbulkan sengketa di kemudian hari.
a.             Hakim dalam menangani setiap perkara, hendaknya bertindak lebih teliti, untuk menghindari terjadinya kesalahan menilai atas perkara yang bersangkutan demi tegaknya keadilan.




[1]  Johnny Ibrahim, Teori & Metode Penelitian Hukum Normatif, Banyumedia Publishing, Malang 2006, h..57


[2] Peter Mahmud Marzuki. Penelitian Hukum. Universitas Air Langga. Surabaya. h. 15.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar