Selasa, 21 Mei 2013

jurnal skripsi ekonomi



BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang Masalah
Keberadaan kemampuan potensi dari SDM yang berkualitas akan sangat menentukan maju mundurnya bisnis perusahaan di masa mendatang. Mengingat pentingnya peran SDM dalam perusahaan agar tetap dapat ”survive” dalam iklim persaingan bebas tanpa batas, maka peran Manajemen SDM tidak lagi hanya menjadi tanggung jawab para pegawai atau karyawan, akan tetapi merupakan tanggung jawab pimpinan perusahaan. SDM perlu dikelola secara baik dan profesional agar dapat tercipta keseimbangan antara kebutuhan SDM dengan tuntutan serta kemajuan bisnis perusahaan. Keseimbangan tersebut merupakan kunci sukses utama bagi perusahaan agar dapat berkembang dan tumbuh secara produktif dan wajar. Adapun hal-hal yang dapat mempengaruhi keseimbangan antara kebutuhan SDM adalah pengembangan karir dan kepercayaan pada organisasi, kedua variabel tersebut merupakan faktor terpenting yang dapat mempengaruhi terjadinya tingkat turnover intentions dalam perusahaan.
Menurut Rivai (2004:290) pengembangan karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan. Tujuan dari seluruh program pengembangan karir adalah untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan kesempatan karir yang tersedia di perusahaan saat ini dan di masa mendatang. Karena itu, usaha pembentukan sistem pengembangan karir yang dirancang secara baik akan dapat membantu karyawan dalam menentukan kebutuhan karir mereka sendiri dan menyesuaikan antara kebutuhan karyawan dengan tujuan perusahaan.
Perkembangan karir sangat membantu karyawan di dalam menganalisis kemampuan dan minat mereka untuk lebih dapat disesuaikan dengan kebutuhan SDM sejalan dengan pertumbuhan dan berkembangnya perusahaan. Dengan adanya perkembangan karir di dalam suatu perusahaan maka sangat membantu untuk mengurangi tingkat turnover yang tinggi.
Turnover Intentions (keinginan pindah kerja) adalah keinginan untuk meninggalkan organisasi dengan sengaja dan sadar (Mutiara, 2004:91). Turnover atau pergantian tenaga kerja, yang merupakan wujud nyata dari Turnover Intentions bisa menjadi masalah yang serius bagi perusahaan atau organisasi yang ditinggalkan, khususnya bila yang keluar itu adalah tenaga yang cakap punya keahlian, kemampuan, terampil dan berpengalaman atau pekerja yang menduduki posisi vital dalam perusahaan, sehingga dapat mengganggu efektivitas jalannya perusahaan apabila orang tersebut keluar.
Keluarnya atau pindahnya karyawan dari pekerjaan terkadang memang benar-benar diharapkan oleh pihak manajemen atau perusahaan, karena yang keluar atau pindah tersebut ternyata banyak merugikan perusahaan. Seperti yang disampaikan Mathis and Jackson (2004:102) mengatakan kehilangan beberapa tenaga kerja kadang memang diinginkan, apalagi jika tenaga kerja yang pergi adalah yang kinerjanya rendah.
Turnover ini merupakan petunjuk kestabilan karyawan. Semakin tinggi turnover, berarti semakin sering terjadi pergantian karyawan (Sunarto, 2003:19). Jalan keluar atau langka tepat yang biasanya diambil oleh perusahaan adalah lebih baik mengganti karyawan yang tidak produktif dengan karyawan yang baru, yang memiliki semangat dan motivasi kerja yang tinggi, walaupun karyawan yang diganti tersebut telah bekerja cukup lama dalam perusahaan. Namun tingkat turnover tersebut harus diupayakan agar tidak terlalu tinggi sehingga perusahaan masih memiliki kesempatan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan atas peningkatan kinerja dari karyawan baru tersebut.
Ancaman akibat adanya Turnover Intentions ini yaitu turnover (keluarnya karyawan dari pekerjaan) harus secepatnya diatasi agar tidak semakin merugikan baik dari segi biaya, waktu maupun citra perusahaan.
Suatu tingkat perputaran/keluar-masuknya karyawan (turnover rate) dalam suatu organisasi berarti naiknya biaya perekrutan, seleksi, dan pelatihan. Tingginya tingkat keluar/masuknya karyawan juga menghambat suatu organisasi, secara efisien bila personil yang berpengalaman dan berpengetahuan keluar maka pengganti harus ditemukan dan disiapkan untuk mengambil posisi yang bertanggung jawab. Untuk mengurangi tingginya tingkat turnover karyawan dalam perusahaan.
PT. Aneka Jasa Grhadika terletak di kawasan Gresik bagian barat yang merupakan instansi yang bergerak di bidang jasa. Saat ini PT. Aneka Jasa Grhadika mengalami masalah dengan terjadinya turnover intentions yang disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain dengan tidak adanya sistem pengembangan karir yang jelas dan tidak dilaksanakan dengan baik, kurangnya rasa kepercayaan terhadap perusahaan, dan promosi kenaikan jabatan serta gaji, tunjangan, dll. Dimana menarik peneliti untuk mengkaji apakah dengan adanya pengembangan karir yang jelas dan dilaksanakan dengan baik diharapkan dapat menciptakan rasa kepercayaan karyawan terhadap perusahaan, sehingga memberikan pengaruh negatif terhadap turnover intentions. Dengan kata lain, semakin tinggi kepercayaan pada perusahaan maka kecenderungan karyawan untuk meninggalkan perusahaan menjadi semakin kecil.
Keberadaan persaingan di dunia usaha yang kompetitif ini juga menunjang peningkatan turnover intentions karyawan di perusahaan termasuk bagi pihak PT. Aneka Jasa Grhadika, di mana kondisi peta persaingan untuk usaha atau bisnis di bidang jasa penyediaan karyawan outsourching yang ada di kabupaten Gresik sudah cukup ketat, oleh karena itu pihak PT. Aneka Jasa Grhadika secara intensif harus mampu mengoptmalkan segala sumberdayanya untuk membendung ancaman terjadinya peningkatan turnover intentions, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menerapakn program pengembangan karir yang jelas, berorientasi pada karier, benefit dan kompensasi yang sesuai, kesesuaian inilah yang terkadang belum matching, antara harapan karyawan, dengan kemampuan dan planning perusahaan. Hal inilah yang menjadi fenomena dan pokok permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan sehingga secara spesifik, kondisi ini layak untuk dikaji lebih jauh dalam penelitian ini.
Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk mengkaji :  Pengaruh Pengembangan Karir terhadap Turnover Intentions Karyawan PT. Aneka Jasa Grhadika di Gresik”. 
1.2              Rumusan Masalah
Apakah pengembangan karir berpengaruh terhadap turnover intentions?
1.3              Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui pengaruh pengembangan karir terhadap turnover intentions.
1.4              Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan ini diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
a.  Bagi Perusahaan
     Memberikan sumbang saran bagi perusahaan agar dapat memecahkan masalah dan memberikan masukan bagi perusahaan dalam menyelesaikan  masalahnya yang berkaitan dengan pengembangan karir dan turnover intentions.
b.   Bagi Universitas Gresik
            Penelitian ini dapat memberikan manfaat kepada Universitas Gresik khususnya untuk menambah perbendaharaan di perpustakaan Universitas Gresik.
c.   Bagi Peneliti
            Penelitian ini memberikan manfaat bagi penulis sebagai media dalam menerapkan pengetahuan teoritis yang pernah diperoleh di bangku kuliah pada dunia usaha nyata serta melatih diri di dalam menganalisa masalah pemecahannya sebagai pemenuhan persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan S1 di Universitas gresik.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 
2.1  Penelitian Terdahulu

 
Penelitian yang pernah dilakukan mengenai pengembangan karir terhadap turnover intentions adalah penelitian yang dilakukan oleh Mohamad Abdullah Hemdi, Aizzat Mohd. Nasurdin yang berjudul ”Predicting Turnover Intentionss of Hotel Employees : The Influence of Employee Development Human Resource Management Practices and Trust in Organization” (January-April, 2006), bermanfaat sebagai bahan acuan bagi penulis. Penelitian terdahulu ini bertujuan untuk menyelidiki pengaruh pengembangan pengelolaan SDM terhadap dan turnover intentions, dan untuk menelaah apakah kepercayaan pada organisasi bertindak sebagai mediasi dalam hubungan antara persepsi pengelolaan SDM dengan turnover intentions. .
Responden pada penelitian terdahulu adalah karyawan bagian produksi . Jumlah sampel yang ditetapkan sebanyak 380 responden. Pengumpulan data yang dilakukan dengan menggunakan instrumen berbentuk kuesioner yang menggunakan model skala Likert. Sedangkan analisis data menggunakan Structural Equation Modelling (SEM). 
Hasil dari penelitian tersebut adalah :
1.              
7
 
Menunjukkan bahwa ada hubungan yang tidak signifikan antara penilaian kinerja, pelatihan dan pengembangan dengan turnover intentions. Menunjukkan bahwa ada hubungan yang signifikan positif antara pengembangan karir dengan turnover intentions.
Berdasar uraian diatas terdapat persamaan dan perbedaan antara penelitian terdahulu dan penelitian yang dilakukan oleh peneliti saat ini, yaitu :
Persamaan :
1.      Teknik pengumpulan data yang digunakan penelitian sekarang dan penelitian terdahulu yaitu melalui penyebaran kuesioner kepada responden.
2.      Pengukuran variabel yang digunakan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang sama-sama menggunakan skala Likert.
Perbedaan :
1.   Obyek yang digunakan pada penelitian terdahulu yaitu karyawan bagian produksi, sedangkan penelitian sekarang yaitu pada karyawan bagian mekanik PT. Aneka Jasa Grhadika Gresik.
2.   Metode analisis yang digunakan pada penelitian terdahulu adalah Structural Equation Modelling (SEM), sedangkan pada penelitian sekarang menggunakan teknik Path Analysis (Analisis Jalur).
3.   Variabel penelitian yang digunakan pada penelitian terdahulu adalah Penilaian Kinerja, Pelatihan dan Pengembangan serta Pengembangan Karir sebagai variabel bebas (X), sedangkan pada penelitian sekarang adalah hanya menggunakan variabel Pengembangan Karir sebagai variabel bebas (X).

2.2  Landasan Teori
2.2.1.      Pengembangan Karir
2.2.1.1   Pengertian Pengembangan Karir
Suatu karir mencerminkan perkembangan para anggota organisasi (karyawan) secara individu dalam jenjang jabatan atau kepangkatan yang dapat dicapai selama masa kerja dalam organisasi yang bersangkutan. Dengan demikian, suatu karir menunjukkan orang-orang pada masing-masing peranan atau status mereka.
Menurut Rivai (2004:290), pengembangan karir adalah proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan. Tujuan dari seluruh program pengembangan karir adalah untuk menyesuaikan antara kebutuhan dan tujuan karyawan dengan kesempatan karir yang tersedia di perusahaan saat ini dan di masa mendatang. Karena itu, usaha pembentukan sistem pengembangan karir yang dirancang secara baik akan dapat membantu karyawan dalam menentukan kebutuhan karir mereka sendiri, dan menyesuaikan antara kebutuhan karyawan dengan tujuan perusahaan. Komitmen dalam program pengembangan karir dapat menunda keusangan dari SDM yang memberatkan perusahaan. Walaupun perencanaan karir penting dalam fase sebuah karir, namun terdapat 3 poin dalam perjalanan karir yang juga cukup krusial. Pertama, pada saat karyawaan mulai dikontrak. Pengalaman kerja di awal-awal pekerjaan memiliki pengaruh yang penting dalam membentuk karir mereka. Kedua, Mid-career (pertengahan karir), yaitu kondisi dimana karyawan sudah mulai menghadapi tekanan dan tanggung jawab pekerjaan yang berbeda pada saat yang bersangkutan mulai dikontrak. Namun, pada pertengahan karir ini, karyawan berada pada turning point, yaitu posisi dimana kemandekan karir menjadi perhatian yang serius. Ketiga, masa prapensiun, pekerja menghadapi ketidakpastian akibat kondisi ekonomi, sosial dan hubngan antarpersonal.
Kinerja, pengalaman, pendidikan, dan kadang-kadang keberuntungan berpengaruh terhadap pencapaian karir individu. Dengan demikian, pengembangan karir merupakan tindakan seseorang karyawan untuk mencapai rencana karirnnya. Tindakan ini bisa disponsori oleh departemen SDM, manajer atau pihak lain.
1.      Pengembangan Karir Individu
Setiap karyawan harus menerima tanggung jawab atas perkembangan karier atau kemajuan karier yang dialami. Beberapa hal yang berkaitan dengan perkembangan karier seseorang karyawan menurut Rivai (2004;295), adalah :
a.    Prestasi kerja (job performance)
Prestasi kerja merupakan faktor yang paling penting untuk meningkatkan dan mengembangkan karier seseorang. Kemajuan karier sebagian besar tergantung pada prestasi kerja yang baik dan etis. Asumsi kinerja yang baik melandasi seluruh aktivitas pengembangan karier. Ketika kinerjanya di bawah standar, dengan mengabaikan upaya-upaya pengembangan karakter lain, bahkan tujuan karier yang paling sederhana sekalipun biasanya tidak bisa dicapai. Kemajuan karier umumnya terletak pada kinerja dan prestasi.
b.    Eksposur (exposure)
   Kemajuan karier juga dapat dikembangkan melalui eksposur. Eksposur menjadi paham (dan diharapkan dapat dipertahankan setinggi mungkin). Mengetahui apa yang diharapkan dari adanya promosi, pemindahan ataupun kesempatan bekarier lainnya dengan melakukan kegiaatan yang kondusif. Tanpa eksposur, maka karyawan yang baik kemungkinan tidak dapat mendapatkan peluang-peluang yang diperlukan guna mencapai tujuan kar ier mereka. Manajer memperoleh eksposur utamanya melalui kinerja dan prestasi mereka, laporan tertulis, presentasi lisan, pekerjaan komite, dan jam-jam yang dihabiskan. Eksposur juga berasal dari peningkatan tanggung jawab sosial perusahaan melalui keterlibatan dalam asosiasi profesi dan kelompok komunitas nirlaba, misalnya kadin, dan kelompok yang berorientasi sipil lainnya. Ringkasnya, eksposur membuat individu tampil melebihi kadar dan kkeumuman yang dibutuhkan alam kebehasilan karier, utamanya dalam peusahaan besar. Sebagai contoh : seorang karyawan secara sukarela mau menambah waktu kerjanya dengan tetap masuk kerja setiap hari sabtu. Disamping itu karyawan tersebut menaruh hormat pada pimpinan-nya di manapun dia berada dan dalam situasi apa pun. Dengan demikian, karyawan tersebut menjadi lebih dikenal oleh pimpinannya serta mempunyai nilai yang positif sehingga karyawan tersebut diserahi tugas-tugas yang lebih penting serta dipromosikan kejenjang karier berikutnya.
Pada perusahaan kecil, eksposur terhadap para pengambil keputusan berlangsung lebih sering dan kurang tergantung pada laporan, presentasi dan sebagainya. Pada sejumlah situasi, utamanya, di negara-negara lain, status sosial, ikatan sekolah, dan senioritas bisa jadi lebih penting dibanding eksposur.
c.    Jaringan kerja (net working)
Jaringan kerja berarti perolehan eksposur diluar perusahaan. Kontak pribadi dan profesional, utamanya melalui asosiasi profesi akan memberikan kontak kepada seseorang yang bisa jadi penting dalammengidentifikasi pekerjaan-pekerjaan yang lebih baik. Kemudian ketika karier seorang karyawan mencapai jalan buntu atau pemecatan mendorong seseorang masuk kedalam kelompok paruh waktu, maka kontak-kontak ini bisa membantu tujuan seseorang menuju pada peluang-peluang pekerjaan. Diantara beberapa paradoks yang cukup mengenaskan pada era 1980-an dan 1990-an adalah para karyawan yang loyal, yang bermaksud baik dan tekun yang mendedikasikan diri mereka pada sebuah perusahaan, hanya mendapati bahwa diri mereka ada pada daftar PHK. Bagi sejumlah orang, dedikasi terhadap perusahaan, bukan terhadap karier mereka, mendapati bahwa mereka mengabaikan peluang untuk bersosialisasi di luar perusahaan melalui konvensi, asosiasi dagang dan kelompok profesi. Lalu, ketika mereka di PHK, mereka kekurangan jaringan asosiasi di luar perusahaan yang membantu mereka dalam menemukan perusahaan.
Dengan demikian, melalui jaringan pribadi antara seorang karyawan dengan karyawan lainnya dan juga hubungan dengan kelompok profesional akan membentuk suatu ikatan atau jaringan kerja baik antara karyawan tersebut dengan karyawan lainnya maupun dengan kelompok profesional. Jaringan tersebut akhirnya akan sangat bermanfaat bagi karyawan tersebut terutama di dalam perkembangan karirnya.
d.    Pengunduran diri (resignations)
Apabila perusahaan tempat seorang karyawan bekerja tidak memberikan kesempatan berkarir yang banyak dan ternyata diluar perusahaan terbuka kesempatan yang cukup besar untuk berkarir, untuk memenuhi tujuan karirnya karyawan tersebut akan mengundurkan diri. Sejumlah karyawan profesional dan manajer pada khususnya beralih keperusahaan lain sebagai bagian strategi karir yang disengaja. Jika dilakukan secara efektif, pengunduran diri tersebut akan menguntungkan karyawan tersebut, yaitu memperoleh pekerjaan yang lebih bagus atau mendapat promosi dengan penghasilan yang meningkat serta memperoleh pengalaman kerja yang baru. Mengundurkan diri untuk mengembangkan karir dengan perusahaan lain dikenal sebagai leveraging. Manajer dan profosional cermat menggunakan teknik ini karena begitu banyak perpindahan kerja bisa menyebabkan label ”pengharap pekerjaan”. Orang-orang yang meninggalkan perusahaan jarang menguntungkan perusahaan sebelumnya karena mereka hampir tidak pernah kembali dengan pengalaman-pengalaman baru mereka.
Pada studi terhadap 268 eksekutif aktif, hanya 3% (7 dari eksekutif itu) yang pernah kembali ke perusahaan yang pernah mereka tinggalkan selama karir mereka. Ini berarti perusahaan jarang memperoleh manfaat dari kembalinya manajer yang hengkang dan pergi ke perusahaan lain. Karena itu, departemen SDM harus berupaya mengembangkan loyalitas para karyawan mereka guna mengurangi turnover dan mempertahankan sumber daya manusia pentingnya. 
e.    Pembimbing dan sponsor (mentors and sponsors)
Banyak karyawan dengan segera mempelajari bahwa mentor bisa membantu pengembangan karir mereka. Pembimbing adalah orang yang memberikan nasihat-nasihat atau saran-saran kepada karyawan di dalam upaya mengembangkan karirnya. Pembimbing tersebut berasal dari dalam perusahaan itu sendiri. Sedangkan sponsor adalah seseorang di dalam perusahaan yang dapat menciptakan kesempatan bagi karyawan untuk mengembangkan karirnya.
f.     Bawahan yang mempunyai peranan kunci (key subordinates)
Manajer-manajer yang berhasil bersandarkan pada bawahan-bawahan yang membantu kinerja mereka. Bawahan bisa mempunyai pengetahuan dan ketrampilan yang sangat khusus sehingga manajer bisa belajar darinya, atau bawahan bisa melaksanakan peranan kunci dalam membantu manajer di dalam menjalankan tugas-tugasnya. Bawahan seperti ini mempunyai peranan kunci. Mereka memperlihatkan loyalitas pada manejer mereka dengan standar etis yang tinggi. Mereka mengumpulkan dan menafsirkan informasi, memberikan keterangan yang melengkapi keterampilan manajer mereka dan bekerja kooperatif untuk mengembangkan karier manajer mereka. Mereka menguntungkan juga karena mendaki tangga karier ketika manajer dipromosikan dan menerima penugasan penting yang berupaya mengembangkan karier meeka. Orang-orang ini melengkapi berbagai sasaran SDM melalui kerja tim, motivasi, dan dedikasi mereka. Namun, ketika manajer mengundurkan diri dan membawa serta bawahan-bawahan serta kuncinya, hasilnya bagi perusahaan bisa jadi kehancuran.
Sebagai strategi karier, bawahan-bawahan kunci peduli bukan untuk terlibat pada manajer yang tidak aktif. Seorang ahli menyebut orang-orang yang tidak aktif ini sebagai shelf-sitter. Bukan hanya shelf-sitter menghambat saluran promosi msaja, tetapi bawahan-bawahan kunci mereka bisa jadi juga dilabelkan secara tidak fair sebagai shelf-sitter. Meskipun bekerja untuk shelf  terbukti merupakan peluang pengembangan, tetapi label tersebut bisa menahan kemajuan karier seseorang. 
g.    Peluang untuk tumbuh (growth opportunies)
Karyawan hendaknya diberi kesempatan untuk meningkatkan kemampuannya, misalnya melalui pelatihan-pelatihan, kursusdan juga melanjutkan jenjang pendidikannya. Hal ini memberikan kesempatan kepada karyawan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan rencana kariernya. Di samping itu, kelompok-kelompok di luar perusahaan bisa membantu karier seseorang.
Aktivitas layanan komunitas memberikan banyak peluang bagi pertumbuhan dan pengakuan, seperti kadin, organisasi seni, dan kelompok komunitas lain. Bahkan layanan komunitas memberikan kepada para manajer junior sejumlah peluang untuk menggunakan keterampilan kepemimpinan mereka. Belajar untuk bekerja dengan relawan lain bisa mengungkapkan keterampilan-keterampilan manajemen berbeda dan mengekspos pada corak kepemimpinan berbeda. Kalangan perusahaan jasa profesional akunting, hukum, konsultan dan profesional lain sering mengharapkan anggota-anggota mereka aktif sebagai cara untuk mengembangkan bisnis baru. Di berbagai perusahaan besar, keterlibatan komunitas bisa menjadi cara yang efektif untuk memperoleh kejelasan dalam perusahaan. Jaringan kontak hubungan di luar perusahaan bisa jadi berguna dalam mencari pekerjaan lain atau memulai wirausaha.
2.      Pengembangan Karir yang Didukung Departemen SDM
Pengembangan karier seorang karyawan tidak hanya tergantung pada usaha karyawan tersebut, tetapi juga tergantung pada peranan dan bimbingan manajer dan departemen SDM terutama di dalam penyediaan informasi tentang karier yang ada dan juga di dalam perencanaan karier karyawan tersebut. Departemen SDM membantu perkembangan karier karyawan melalui program pelatihan dan pengembangan karyawan. Untuk karyawan yang bekerja di perusahaan global, perkembangan kariernya sangat tergantung pada pengalaman internasional yang dimilikinya. Dalam hal ini departemen SDM membantunya dengan menyediakan kursus bahasa serta pendidikan budaya negara-negara asing secara intensif.
3.      Peran Pimpinan Dalam Pengembangan Karir
Upaya-upaya departemen SDM untuk meningkatkan dengan membeikan dukungan perkembangan karier para karyawan harus didukung oleh pimpinan tingkat atas (top manager) dan juga para pimpinan tingkat menengah. Tanpa adanya dukungan mereka di semua lini, maka perkembangan karir karyawan tidak akan berlangsung dengan baik. Dukungan pimpinan/manajer di dalam perkembangan karir karyawan sangat bervariasi, contoh Perusahaan Toyota dan Citybank; manajemen terlibat di dalam perencanaan karir karyawan guna meyakinkan bahwa perencanaan karir karyawan guna meyakinkan bahwa perencanaan karir karyawan berkaitan dengan tujuan perusahaan. Contoh lain adalah perusahaan IMB memberikan pekatihan dan pengalaman yang begitu baik bagi perkembangan karir para karyawan. Setelah lima tahun para karyawan tersebut diperbolehkan bekerja di perusahaan manapun demi perkembangan karirnya.      
4.      Peran Umpan Balik Terhadap Pengembangan Karir
Tanpa umpan balik yang menyangkut upaya-upaya pengembangan karir, maka relatif sulit bagi karyawan bertahan pada tahun-tahun persiapan yang terkadang dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan karir. Departemen SDM bisa memberikan umpan balik melalui beberapa cara di dalam usaha pengembangan karir karyawan, di antaranya adalah memberikan informasi kepada karyawan tentang keputusan penempatan karyawan berikut alasannya.
      Dengan demikian, karyawan yang tidak berhasil menduduki suatu posisi yang diinginkan harus diberitahukan mengapa mereka tidak memperoleh peluang karir yang mereka upayakan. Umpan balik di dalam usaha penegembangan karir karyawan mempunyai beberapa sasaran :
a.    Untuk menjamin bahwa karyawan yang gagal menduduki suatu posisi dalam rangka perkembangan karirnya masih tetap berharga dan akan dipertimbangkan lagi untuk promosi di waktu mendatang bila memang mereka memenuhi syarat.
b.    Untuk menjelaskan kepada karyawan yang gagal kenapa mereka tidak terpilih.
c.    Untuk mengidentifikasi apa tindakan-tindakan pengembangan karir spesifik yang harus mereka laksanakan.
Perkembangan karir seorang karyawan sangat ditentukan oleh kinerjanya, meskipun di dalam promosi untuk menduduki suatu posisi tertentu ada yang mendasarkan pada siapa yang dikenal. Untuk memberikan umpan balik kepada karyawan tentang prestasi kerjanya, departemen SDM mengembangkan prosedur penilaian pekerjaan secara formal. Hal ini akan memungkinkan karyawan tersebut untuk menyesuaikan prestasi kerjanya dengan perencanaan karirnya. Kemudian dibuat penempatan kerja, kesempatan pengembangan karir serta kompensasi yang diberikan guna memenuhi kebutuhan perusahaan di waktu mendatang dan juga keinginan para karyawan.  

2.2.1.2  Prinsip-prinsip Pengembangan Karir
            Pengembangan karir (career development) meliputi aktivitas-aktivitas untuk mempersiapkan seorang individu pada kemajuan jalur karir yang direncanakan. Selanjutnya ada beberapa prinsip pengembangan karir yang dapat dijelaskan sebagai berikut :
1.            Pekerjaan itu sendiri mempunyai pengaruh yang sangat besar terhadap pengembangan karir. Bila setiap hari pekerjaan menyajikan suatu tantangan yang berbeda, apa yang dipelajari di pekerjaan jauh lebih penting daripada aktivitas rencana pengembangan formal.
2.            Bentuk pengembangan skill yang dibutuhkan ditentukan oleh permintaan pekerjaan yang spesifik. Skill yang dibutuhkan untuk menjadi supervisor akan berbeda dengan skill yang dibutuhkan untuk menjadi middle manager.
3.            Pengembangan akan terjadi hanya jika seorang individu belum memperoleh skill yang sesuai dengan tuntutan pekerjaan. Jika tujuan tersebut dikembangkan lebih lanjut oleh seorang individu maka individu yang telah memiliki skill yang dituntut pekerjaan akan menempati pekerjaan yang baru.
4.            Waktu yang digunakan untuk pengembangan dapat direduksi/dikurangi dengan mengidentifikasi rangkaian penempatan pekerjaan individu yang rasional.
                          
2.2.1.3  Faktor-faktor pengembangan karir
Faktor-faktor pengembangan karir menggunakan Career Anchors (Jangkar Karir). Menurut Henry (2001:395) model jangkar karir dirancang untuk memandu orang-orang dalam merenungkan perubahan karir dan membantu organisasi dalam membantu individu-individu untuk merencanakan karir mereka.
            Sedangkan menurut Schein dalam Rani (2005:21), Career Anchors adalah suatu pola dari perasaan pribadi tentang bakat-bakat, motif-motif dan nilai-nilai yang bermanfaat untuk memandu, menghambat, menstabilkan dan mengintegrasikan karir seseorang. Faktor yang terdapat dalam Career Anchors (Jangkar Karir), yaitu :
1.            Kemampuan Manajerial
”A person seeks and values opportunities to manage. This reflects further values for interpersonal competence, and emotional maturity”. (Seseorang mencari dan menghargai kesempatan-kesempatan untuk mengatur. Hal ini merefleksikan nilai-nilai lebih jauh pada kemampuan antar pribadi, kemampuan analisis, dan kematangan emosional). Kemampuan antar pribadi adalah kemampuan individu dalam mengembangkan dirinya secara optimal, diantaranya dengan meningkatkan ketrampilan, meningkatkan keefektivitasan kerja, menghasilkan gagasan baru serta kemampuan individu menjalin hubungan dengan orang lain. Kemampuan analisis adalah kemampuan individu dalam hal menganalisa masalah-masalah yang dihadapi perusahaan. Kematangan emosional adalah kematangan dan kemampuan individu untuk mengendalikan emosi dalam menghadapi masalah.
2.            Kemampuan Teknis atau Fungsional
Di dalam kemampuan teknis atau fungsional selain adanya keinginan untuk melatih ketrampilan dalam suatu bidang tertentu juga terdapat ketrampilan dalam swamanajemen yaitu jenis kemampuan yang diperlukan agar dapat bersikap efektif dalam bekerja sehari-hari, termasuk di dalamnya standar pelaksanaan tugas yaitu : pedoman dalam menyelesaikan pekerjaan yang ditentukan oleh pihak instansi yang bersangkutan, ke tetapan waktu dalam bekerja yaitu : ketetapan penyelesaian tugas apakah sesuai dengan standar waktu yang ditetapkan perusahaan, tingkat ke gagalan atau  kesalahan dalam bekerja, dan hukuman atau sanksi bila terjadi kesalahan dalam bekerja.
3.            Keseimbangan
Keseimbangan karir seseorang adalah apakah karir seseorang itu telah sesuai dengan kemampuan, ketrampilan dan pendidikan yang dimilikinya, dan perpindahan posisi kerja seseorang yang akan menentukan berkembangnya tingkat karir seseorang selanjutnya.
4.            Kreativitas
Kreativitas disini memperlihatkan suatu minat dalam penciptaan dan pengembangan sesuatu (produk atau proses) yang baru serta kesempatan untuk memmimpin proyek atau kegiatan baru, dalam hal ini kemampuan dan ketrampilan seseorang akan menjadi faktor utama. Faktor ini menerangkan keinginan karyawan agar dalam menentukan atau menilai peningkatan karir seseorang pihak perusahaan juga harus menilai kreativitas karyawannya.
5.            Kebebasan
Mengartikan bahwa otonomi atau kemandirian memperlihatkan suatu keinginan untuk terbebas dari peraturan dan batasan-batasan organisasi dalam menentukan kegiatannya sendiri, yang artinya mereka berupaya bekerja dengan langkah yang mereka anggap benar, faktor ini juga menerangkan pengaruh lingkungan kerja terhadap jangkar karir ini, yaitu masuka-masukan dari lingkungan kerja (pimpinan atau bawahan), serta dibutuhkannya pendelegasian tugas (memberikan wewenang) guna memperlancar pekerjaan.  
Pengembangan karir (career development) meliputi perencanaan karir (career planning) dan manajemen karir (career management). Memahami pengembangan karir dalam sebuah organisasi membutuhkan suatu pemeriksaan atas dua proses, yaitu bagaimana masing-masing individu merencanakan dan menerapkan tujuan-tujuan karirnya (perencanaan karir) dan bagaimana organisasi merancang dan menerapkan program-program pengembangan karir/manajemen karir.
Prestasi kerja yang memuaskan, pangkal tolak pengembangan karir seseorang adalah prestasi kerjanya melakukan tugas yang dipercayakan kepadanya sekarang. Tanpa prestasi kerja yang memuaskan, sukar bagi seorang pekerja untuk diusulkan oleh atasannya agar dipertimbangkan untuk dipromosikan ke pekerjaan atau jabatan yang lebih tinggi di masa depan. Begitu juga dengan pengenalan oleh pihak lain, yang dimaksud pengenalan di sini ialah bahwa berbagai pihak yang berwenang memutuskan layak tidaknya seseorang dipromosikan, seperti atasan langsung dan pimpinan bagian kepegawaian, mengetahui kemampuan dan prestasi kerja pegawai yang ingin merealisasikan rencana karirnya (Sondang, 2005:215-216).
                   
2.2.1.4   Tujuan pengembangan karir
Tujuan pengembangan karir dikemukakan oleh Dubrin yang dikutip oleh mangkunegara (2000:43) adalah:
1.            Membantu dalam pencapaian tujuan individu dan perusahaan
Pengembangan karir membantu pencapain tujuan perusahaan dan tujuan individu. Seorang pegawai yang sukses dengan prestasi kerja sangat baik akan menduduki posisi jabatan yang lebih tinggi, hal ini berarti pengelolaan dan pengembangan karir akan meningkat efektivitas dan kreativitas SDM dalam upaya mendukung perusahaan untuk mencapai tujuannya.
2.            Menunjukkan hubungan kesejahteraan pegawai
Perusahaan merencanakan karir karyawan dengan meningkatkan kesejahteraannya agar produktivitas karyawan tetap terjaga dan mampu mendorong karyawan untuk selalu melakukan hal yang terbaik dan menghindari frustasi kerja yang berakibat penurunan kinerja perusahaan.

2.2.2        Turnover Intentions
2.2.3.1    Pengertian Turnover Intentions
Mutiara (2004 : 91) mendefinisikan Turnover Intentions adalah keinginan untuk meninggalkan organisasi dengan sengaja dan sadar. Artinya karyawan tersebut memang berkeinginan meninggalkan pekerjaan dari perusahaan itu dengan sengaja.
Sedangkan menurut Good et al dalam Pareke (2003 : 152) mendefinisikan keinginan berpindah sebagai keinginan atau kecenderungan (intentions) seseorang untuk secara aktual berpindah (turnover) dari suatu organisasi.
Biasanya dengan adanya keinginan untuk keluar kerja di barengi dengan adanya persiapan untuk mencari pekerjaan yang lain di organisasi atau perusahaan yang lain. Seperti yang disampaikan oleh Suwandi dan Indriantoro (1999 : 177) mengatakan bahwa keinginan berpindah mencerminkan keinginan individu untuk meninggalkan organisasi dan mencari alternatif pekerjaan lain.
Sedangkan turnover berarti lebih mengarah pada kenyataan akhir yang dihadapi organisasi jumlah karyawan yang meninggalkan organisasi pada periode tertentu, sedangkan keinginan pindah mengacu pada hasil evalusi individu mengenai kelanjutan hubungannya dengan organisasi yang belum diwujudkan dalam tindakan pasti meninggalkan organisasi (Suwandi dan Indriantoro, 1999 : 176).
Turnover Intentions  perusahaan perlu mendapat perhatian yang serius dari pihak manajemen perusahaan terutama divisi Human Resource and Development (HRD), karena akan berakibat negatif pada perusahaan jika tidak segera ditangani. Hal ini diperkuat oleh pendapat dari Prapti, Lilis and Inon (2004 : 285) yang mengatakan bahwa tingkat turnover intentions yang tinggi akan mengakibatkan dampak negatif bagi organisasi, seperti menciptakan ketidakstabilan terhadap kondisi tenaga kerja dan peningkatan biaya sumber daya manusia. Keadaan tersebut menyebabkan organisasi menjadi tidak efektif karena kehilangan karyawan yang berpengalaman. Dari dalam beberapa kasus tertentu, turnover memang diperlukan oleh perusahaan, terutama terhadap karyawan dengan kinerja rendah, namun tingkat turnover tersebut harus diupayakan agar tidak terlalu tinggi sehingga perusahaan masih memiliki kesempatan untuk memperoleh manfaat atau keuntungan atas peningkatan kinerja dari karyawan baru yang lebih besar dibanding biaya rekruitmen yang ditanggung organisasi.
Dari definisi diatas, secara umum turnover dapat diartikan sebagai aliran karyawan yang masuk dan keluar perusahaan, tetapi dalam hal ini peneliti lebih menekankan pada turnover intentionsnya karyawan dari pekerjaanya (Turnover Intentions).

2.2.3.2     Faktor – faktor Penyebab Terjadinya Turnover
Menurut Susilo dalam Retno (2004:30), menyatakan bahwa penyebab karyawan keluar dari perusahaan adalah alasan sebagai berikut :
1.      Ketidaktepatan pemberian tugas
Karyawan, khususnya pada masa percobaan, merasa kurang cocok dengan tugas yang diberikan pada masa percobaan tersebut, sehingga menurut pertimbangannya tak akan mungkin ada perkembanganya di masa depan.
2.      Alasan mendesak
Alasan mendesak yang menyebabkan karyawan minta berhenti adalah :
a.       Upah atau gaji tidak pernah diberikan pada waktunya meskipun karyawan telah bekerja dengan baik.
b.      Pimpinan perusahaan/organisasi melalaikan kewajiban yang sudah disetujui dengan karyawan.
c.       Bila pekerjaan yang ditugaskan pada karyawan ternyata dapat membahayakan keselamatan dirinya maupun moralnya.
d.      Karyawan memperoleh perlakuan pimpinannya secara tidak manusiawi atau bersifat sadis dan sebagainya.
3.      Menolak pimpinan baru
Apabila karyawan tidak cocok dan tidak sehati dengan sepak terjang pimpinan barunya, dapat saja timbulnya stres yang tidak menguntungkan dirinya.

2.2.3.3    Bentuk – bentuk alternatif pengunduran diri
Menurut Mobley dalam Retno (2004:32), mengatakan pergantian karyawan dalam perilaku–perilaku yang artinya seperti kemangkiran dan kelesuan seringkali dikelompokkan dalam perilaku pengunduran diri.
Sebagaimana diketahui dari uraian diatas pergantian karyawan dapat terjadi diantara karyawan yang merasa puas yang tertarik oleh harapan yang sangat positif mengenai pekerjaan di luar. Namun apabila seseorang ingin meninggalkan pekerjaan yang tidak disenangi tetapi terkendala karena, misalnya kurangnya kerjaan yang menarik, faktor–faktor ekstren seperti karier pasangan hidup dan lain–lain, bentuk pengunduran diri lain dapat berupa kemangkiran, kelesuan dan sebagainya.
Model meninggalkan pekerjaan dari Mobley, Homer dan Hollingsworeth dalam Ashar Sunyoto (2001:366) yang dapat dilihat dalam gambar 2.1 menunjukkan bahwa setelah tenaga kerja tidak puas terjadi beberapa tahap (misalnya berpikir untuk meninggalkan pekerjaan) sebelum keputusan untuk meninggalkan pekerjaan diambil. Dari penelitian dengan menggunakan kerja berkolerasi dengan pikiran–pikiran untuk meningkatkan pekerjaan, dan bahwa niat untuk meninggalkan kerja berkolerasi dengan meninggalkan pekerjaan secara aktual.



 

















Sumber : Mobley, Horner, Hollingsworth, 1978 dalam Ashar Sunyoto (2001:366).

Gambar 2.1

Langkah-langkah Dalam Proses Keputusan Meninggalkan Pekerjaan






2.2.3.4     Dampak (akibat) dari Turnover bagi Perusahaan
Turnover sebenarnya tidak selalu berdampak negatif, melainkan juga positif terutama bila turnover  yang ada memang dikehendaki oleh perusahaan terutama yang berhubungan dengan prestasi kerja karyawan yang dianggap kurang, tindakan disiplin dari karyawan ataupun pensiun.
Mathis and Jackson (2004:102) mengatakan bahwa kehilangan beberapa tenaga kerja kadang memang diinginkan, apabila jika tenaga kerja yang pergi adalah yang kinerjanya rendah.
Flippo dalam Retno (2004:35) menyebutkan bahwa turnover merupakan indeks stabilitas dari tenaga kerja dimana suatu pergerakan yang berlebihan merupakan hal yang tidak diinginkan dan mahal karena dapat menimbulkan berbagai dampak (biaya) seperti :
1.      Hirrring costs (biaya perekrutan) meliputi waktu dan fasilitas untuk rekrumen, wawancara dan penempatan.
2.      Training costs meliputi waktu dari supervisor, bagian personalia dan pelatih.
3.      Tingkat kecelakaan dari pekerjaan baru yang cenderung lebih tinggi.
4.      Hilangnya produkrivitas dalam interval waktu antara keluarnya pekerjaan lama sampai dengan diperoleh penggantinya.
5.      Peralatan produksi yang tidak dapat difungsikan secara penuh secara proses perekruten dan masa training.
6.      Tingkat kerusakan dan waktu yang terbuang cenderung lebih tinggi pada pekerjaan baru.
7.      Kerja lembur yang disebabkan oleh banyaknya pekerjaan yang keluar mengakibatkan masalah dalam memenuhi jadwal pengiriman yang telah disepakati.
Jadi dapat disimpulkan bahwa dampak negarif yang ditimbulkan oleh turmover tidak hanya berhubungan dengan faktor biaya sehingga perlu segera diselesaikan karena dapat mempengaruhi efektivitas organisasi secara keseluruhan.

2.2.3.5    Pengendalian labor turnover
Perusahaan harus dapat mengusahakan tingkat perputaran karyawan yang terkendali. Interview bagi karyawan yang keluar adalah cara yang baik sekali untuk mengeksplorasi alasan-alasan yang membuat karyawan untuk memutuskan untuk keluar dari pekerjaannya. Langkah berikutnya adalah untuk menetapkan prosedur kebijaksanaan baru untuk mencegah keluar masuknya karyawan pada waktu yang akan datang.
Berikut ini adalah sejumlah hal yang dapat dilakukan perusahaan dalam memerangi masalah tingginya tingkat keluar masuknya karyawan menurut Grensing dalam Retno (2004:33-34) yaitu :
a.       Evaluasi kembali praktek perekrutan karyawan. Mungkin perusahaan sedang memperkerjakan karyawan yang kualifikasinya terlau tinggi dan tentu saja memiliki kemungkinan besar untuk merasa jemu atau tidak puas.
b.      Ketika memungkinkan pekerjakanlah kembali mantan karyawan. Ini bisa memberikan pesan kepada yang lain bahwa perusahaan ini adalah benar – benar tempat yang baik untuk bekerja jika sampai orang yang sudah keluarpun masuk kembali.
c.       Pertimbangkan perkembangan rencana pensiun atau pembagian keuntungan.
d.      Yakinkah diri bahwa perusahaan telah membuat kesempatan – kesempatan bagi promosi adil dan dapat dimengerti secara baik.
e.       Bukalah saluran komunikasi bagi manajemen. Ketika karyawan tidak mengerti tujuan dari perusahaan dan bagaimana hal itu akan mempengaruhi hidup mereka, rasa tak puas bisa berkembang.
f.       Tindakan penggunaan insentif – insentif nonfinansial. Penghargan terhadap prestasi kerja, dan tanggung jawab tambahan adalah beberapa cara untuk melakukan hal ini.
g.      Lakukanlah interview untuk karyawan yang mau pindah kerja dan meninggalkan perusahaan. Tema–tema umum pada diskusi ini dapat membantu perusahaan untuk memodifisikan prosedur atau praktek yang saat sekarang menyebabkan rasa tidak puas karyawan di perusahaan.
h.      Tanyakan kepada karyawan sekarang tentang apa yang mereka  suka atau tidak suka dari hal–hal yang dipraktekan di perusahaan. Survei sikap merupakan cara yang baik untuk mendapatkan informasi ini.
i.        Lakukan penelitian kerja secara teratur. Para karyawan perlu tahu bagaimana kerja mereka, kecuali perusahaan memberitahu mereka. Karyawan akan berspekulasi bahwa mereka bekerja secara baik sekali namun perusahaan tidak menghargai sehingga karyawan bisa kehilangan arah. Karyawan berspekulasi bahwa mereka tak bisa bekerja memenuhi standar perusahaan, mereka akan patah semangat, kehilangan kepercayaan dan pindah kerja ke perusahaan lain.

2.2.3.6    Pengukuran Turnover Intentions
Mutiara (2004:91) berpendapat bahwa keinginan untuk pindah kerja didefinisikan sebagai keinginan untuk meninggalkan organisasi dengan senagaja dan sadar. Sebagaimana halnya dengan konsep – konsep lainya yang bersifat kualitatif atau yang disebut konstruk. Konsep ini dapat diukur dengan menggunakan Daftar Pernyataan (Kuesioner) yang dapat terdiri dari beberapa perntayaan. Sebagai contoh, Hom, et all (1984) menggunakan dua pertanyaan, yaitu (1) saya acapkali berpikir untuk pindah kerja, dan (2) seberapa sering anda berpikir untuk pindah kerja. Stephen (1995) menggunakan tiga pertanyaan, yaitu (1) sebetapa sering mereka berpikir untuk meninggalkan perusahaan, (2) seberapa seangnya mereka dengan pekerjaan yang sekarang sehingga mereka tidak mau mencari jabatan dengan majikan yang lain, dan (3) seberapa senangnya mereka selama ini, sehingga mereka tidak berniat untuk pindah kerja pada tahun mendatang. Selanjutnya, Chen and Fransesco (2000) menggunakan empat pertanyaan, yaitu (1) adanya pemikiran untuk meninggalkan pekerjaan, (2) kemungkinan untuk pindah kerja pada waktu yang akan datang, (3) keinginan untuk tetap tinggal guna mengembangkan karir di perusahaan yang sekarang, dan (4) merasa tidak mempunyai masa depan, jika tetap bekerja di perusahaan ini. Dalam hal ini penelitian menggunakan pertanyaan dari Chen and fransesco (2000) yang sudah dimodifikasi dan disesuaikan.


2.2.3        Hubungan antara pengembangan karir, terhadap turnover intentions
Mengikuti Delery and Doty yang dikutip oleh Nasurdin, (2006:25), pengembangan karir sebagai derajat persepsi karyawan tentang adanya program perencanaan karir untuk membantu anggotanya mencapai tujuan karir mereka. Brewer and Nauenberg  yang dikutip oleh Nasurdin, (2006:25), bahwa peluang untuk promosi dan pengembangan karir, merupakan variabel penentu penting terhadap turnover intentions karyawan.   
Connel et al dalam Nasurdin, (2006:27), mengindikasikan bahwa turnover intentions karyawan secara signifikan akan menurun seiring dengan semakin tingginya kepercayaan karyawan terhadap manajemen puncak. Hal ini juga didukung oleh hasil meta-analysis Koopman dalam Nasurdin, (2006:27), bahwa hubungan yang saling mempercayai antara karyawan dengan atasan akan meningkatkan loyalitas karyawan dan menurunkan turnover intentions.

2.3            Kerangka Pemikiran
Kerangka pemikiran diperlukan sebagai acuan berpikir untuk memudahkan pembaca untuk mengetahui apa sesungguhnya yang dibahas pada penelitian ini. Berdasarkan tujuan penelitian dan landasan teori, maka kerangka pemikiran yang digunakan dalam penelitian ini disusun seperti gambar 2.2. Kerangka pemikiran ini menggambarkan bahwa pengembangan karir mempengaruhi secara langsung terhadap turnover intentions.
Kerangka pemikiran yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut :

                                                   
Pengembangan Karir (X)
           
 
Turnover Intentions (Y)
 
                                                                                                    


Gambar 2.2
Gambar 2.2      Kerangka Pemikiran yang menjelaskan pengaruh Pengembangan Karir terhadap Turnover Intentions yang dimediasi oleh Kepercayaan pada Organisasi.

2.4            Hipotesis Penelitian
Hipotesis yang penulis ajukan adalah sebagai berikut :
Diduga pengembangan karir berpengaruh secara signifikan terhadap turnover intentions.




BAB III

 
METODE PENELITIAN


3.1  Rancangan Penelitian
            Rancangan penelitian merupakan kerangka kerja atau cetak biru yang berguna sebagai pedoman utama dalam melakukan serangkaian kegiatan dalam penelitian menurut Malhotra yang dikutip oleh Sutarso (2003: 27). Rancangan penelitian dapat ditinjau dari tiga perspektif yang berbeda (Cooper and Emory, 1996 : 120).
            Berdasarkan tinjauan tersebut, pertama, penelitian ini merupakan penelitian formal dilihat dari tingkat perumusan masalah dimana untuk menguji hipotesis atau menjawab pernyataan-pernyataan yang diajukan peneliti. Kedua, dilihat dari metode pengumpulan data, penelitian ini merupakan metode survei dimana peneliti menyebarkan kuesioner yang berbentuk pernyataan sebagai alat pengumpul data yang pokok yang bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang pengaruh pengembangan karir terhadap turnover Intentions. Ketiga, tujuan penelitian adalah penelitian deskriptif, karena di dalam penelitian ini peneliti mendeskripsikan obyek yang akan diteliti.

3.2  Batasan Penelitian
33
 
Dalam penelitian ini adapun batasan-batasan yang dilakukan oleh peneliti, peneliti hanya meneliti Pengaruh Pengembangan Karir terhadap Turnover Intentions”. Populasi dibatasi pada karyawan PT. Aneka Jasa Grhadika di Gresik hanya pada bagian mekanik saja. 

3.3 Identifikasi Variabel
       Identifikasi variabel dalam penelitian ini terdiri dari tiga variabel yaitu variabel bebas, variabel terikat, dan variabel intervening. 
Variabel – variabel tersebut adalah :
1. Variabel bebas (X) yaitu pengembangan karir
2. Variabel terikat (Y) yaitu turnover intentions

3.4   Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
3.4.1   Definisi Operasional
            Untuk memudahkan pemahaman dan lebih memperjelas apa yang dimaksud dengan variabel-variabel penelitian yang telah diidentifikasi, maka diberikan definisi operasional sebagai berikut :
1. Variabel Bebas (X) : Pengembangan Karir
            Pengembangan karir merupakan penilaian karyawan tentang proses peningkatan kemampuan kerja individu yang dicapai dalam rangka mencapai karir yang diinginkan. Indikator-indikator yang digunakan dalam variabel pengembangan karir adalah :
a.       Kemampuan Manajerial (X1.1)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang peningkatan kemampuan pribadi, peningkatan kemampuan analisis, dan kematangan emosional.

      b.   Kemampuan Teknis atau Fungsional (X1.2)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang standar pelaksanaan tugas, ketepatan waktu, tingkat kegagalan / kesalahan dalam menyelesaikan tugas dan hukuman atau sanksi bila terjadi kesalahan pengerjakan tugas. 
c.       Keseimbangan (X1.3)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang kesesuaian pekerjaan dengan pendidikan, keahlian, dan keseimbangan karirnya serta perpindahan posisi kerjanya.
d.      Kreativitas (X1.4)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang kesempatan dalam menciptakan dan mengembangkan sesuatu yang baru serta kesempatan untuk memimpin proyek atau kegiatan-kegiatan baru.  
e.       Kebebasan (X1.5)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang masukan dari lingkungan kerja (pimpinan atau bawahan). Pemberian otonomi kebebasan dalam menjalankan tugas serta pendelegasian.
2. Variabel Terikat (Y) : Turnover Intentions
            Turnover Intentions, merupakan keinginan untuk meninggalkan organisasi dengan sengaja dan sadar. Indikator-indikator yang digunakan dalam variabel Turnover Intentions adalah :
a.       Pemikiran meninggalkan pekerjaan. (Y1.1)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang pemikiran karyawan
apakah karyawan akan meninggalkan pekerjaan yang sekarang di masa yang akan datang. 
b.      Kemungkinan pindah kerja. (Y1.2)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang kemungkinan meninggalkan pekerjaan yang sekarang dan untuk masa yang akan datang.  
c.       Keinginan tetap tinggal. (Y1.3)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang keinginannya untuk tetap tinggal dari pekerjaan yang sekarang guna untuk mengembangkan karir di perusahaan yang sekarang.
d.      Perasaan terhadap pekerjaan. (Y1.4)
Penilaian karyawan sebagai responden tentang respon emosional karyawan terhadap pekerjaan yang saat ini sedang di jalani menyangkut prospek karir di masa depan. 

3.4.2        Pengukuran Variabel
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan skala interval untuk mengukur variabel. Dengan menggunakan skala ini, variabel yang akan diukur dijabarkan dalam komponen terukur, kemudian dijadikan titik tolak untuk menyusun item pernyataan yang kemudian dijawab oleh responden. Untuk keperluan analisis kuantitatif jawaban responden diberi skor satu sampai lima. Semakin tinggi skor berarti semakin baik atau semakin tinggi nilai indikator tersebut. Dalam hal ini peneliti menggunakan skala Likert yang merentang dari “sangat tidak setuju” sampai “sangat setuju”.
Untuk mencari nilai atau masing-masing responden dilakukan dengan cara menjumlahkan nilai jawaban kuesioner masing-masing variabel dan dibagi dengan banyaknya jumlah pernyataan masing-masing variabel.
Untuk mempermudah proses tabulasi, maka jawaban pernyataan diatas akan diberi skor antara satu sampai dengan lima, skor dari pernyataan tersebut tercantum dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 3.1
INTERVAL KELAS DAN SKOR JAWABAN
Kategori
Bobot Nilai
Sangat Tidak Setuju
Tidak Setuju
Netral
Setuju
Sangat Setuju
1
2
3
4
5
            Sumber : Sugiyono, Metode Penelitian Bisnis 2004                                      

3.5   Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti cermat, lengkap dan sistematis sehingga lebih mudah untuk diolah (Suharsismi, 2002:136). Berikut ini merupakan kisi-kisi dari rancangan pernyataan kuesioner untuk variabel bebas, variabel terikat :


Tabel 3.3
Daftar kisi-kisi (Pernyataan Kuesioner)
Variabel
Indikator
Jumlah
Butir
Keterangan
Pengembangan Karir (X)
1. Kemampuan manajerial
2. Kemampuan teknis atau fungsional
3. Keseimbangan
4. Kreativitas
5. Kebebasan
4
4

4
4
4
Replikasi
Schein, dalam Rani Wijayanti
(2005:21)
Turnover Intentions (Y)
1. Pemikiran meninggalkan pekerjaan
2. Kemungkinan pindah kerja
3. Keinginan tetap tinggal
4. Perasaan terhadap pekerjaan
1

1

1


1
Replikasi
Chen dan Fransesco, (2000) dalam Fariz Frizal (2006:38)

3.6  Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
            Sebelum dijelaskan mengenai populasi dan sampel pada penelitian ini, maka sebaiknya terlebih dahulu perlu dijelaskan mengenai pengertian populasi dan sampel. Populasi merupakan suatu kelompok elemen yang lengkap, yang biasanya berupa orang, obyek, transaksi, atau kejadian dimana kita tertarik untuk mempelajarinya atau menjadi objek penelitian (Kuncoro, 2003:103). Dalam penelitian ini populasinya adalah para karyawan dari perusahaan yang bergerak di bidang alat jasa. Dimana respondennya adalah para karyawan di bagian mekanik pada PT. Aneka Jasa Grhadika di Gresik yang berjumlah 72 orang yang akan dijadikan sebagai responden dalam penelitian ini.
Setelah menentukan populasi, maka langkah berikutnya yaitu menentukan sampel. Sampel adalah bagian dari populasi (Husein, 2002:136). Dalam penelitian ini seluruh anggota populasi dijadikan sampel. Metode yang digunakan dalam penelitian ini disebut Sensus, karena sampel yang diolah diambil dari semua anggota populasi.  

3.7   Data dan Metode Pengumpulan Data
3.7.1   Data
            Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh dengan survei lapangan yang menggunakan semua metode pengumpulan data original (Kuncoro, 2003: 127). Metode Pengumpulan Data diambil dari data kuesioner yaitu metode pengambilan data dengan cara menyebarkan daftar pernyataan kepada responden atau sampel.
3.7.2   Metode Pengumpulan Data
Dalam penelitian ini pengumpulan data dilakukan dengan metode kuesioner, yaitu metode pengumpulan data yang diperoleh dengan mengajukan daftar pernyataan yang telah disusun dalam bentuk angket kepada para responden. Hal ini dilakukan agar hasil yang diterima dapat lebih jelas. Selanjutnya akan dilakukan uji validitas dan reliabilitas.

3.8  Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen Penelitian
3.8.1 Uji Validitas
Suatu angket dikatakan valid (sah) jika pernyataan pada angket mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh angket tersebut, yaitu dengan cara menghitung korelasi untuk masing-masing pernyataan dengan skor total memakai rumus teknik korelasi product moment. Korelasi pearson (r) digunakan untuk menentukan suatu besaran yang menyatakan bagian kuat suatu variabel dengan variabel lain (Husein, 2002:178). Instrumen dikatakan valid apabila koefisien korelasinya sudah lebih besar dari nilai r tabel dengan alpha 5 %.
Untuk memudahkan perhitungan mengenai uji validitas, maka digunakan program statistik SPSS ver.12 for windows. Angka korelasi yang diperoleh masing-masing pernyataan dapat menunjukkan signifikan atau tidaknya pernyataan tersebut. Selain itu jika angka korelasi yang diperoleh negatif, hal ini menunjukkan bahwa pernyataan tersebut bertentangan dengan pernyataan lainnya. Dalam pengujian tersebut, bisa saja ada butir pernyataan yang ternyata tidak valid, sehingga harus dieliminasi atau diganti dengan pernyataan lain. Rumus dari validitas menggunakan Product Moment Person sebagai berikut :

                   r =
dimana :    X = skor perbandingan ke -n
                  Y = skor total
Menurut Santoso (2000: 277) menyatakan bahwa :
      1.   Jika r hasil positif, serta r hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut valid.
      2.   Jika r hasil tidak positif, serta r hasil < r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak valid.
      3.   Jadi jika r hasil bertanda negatif tetapi > r tabel, maka item variabel tersebut dinyatakan tidak valid.
3.8.2  Uji Reliabilitas
Singgih (2000:280), menyatakan bahwa tujuan pengujian reliabilitas adalah proses menguji butir-butir pernyataan yang ada dalam sebuah kuesioner, apakah isi dan butir-butir tersebut sudah bisa untuk mengukur faktornya. Dalam penelitian ini, ukuran kehandalan suatu instrumen diuji dengan Cronbach Alpha (α). Menurut Husein (2002:194-196), suatu instrumen dikatakan memiliki kehandalan sangat baik dalam memprediksi suatu gejala yang diukur apabila dikelompok intrumen yang diuji memiliki alpha (α) yang tinggi.
Suatu angket dikatakan reliabel (andal) jika jawaban responden terhadap pernyataan adalah konsisten atau stabil dari waktu kewaktu. Dalam rumus uji reliabilitas Cronbach Alpha ini dapat dituliskan sebagai berikut :
                   rn =
dimana :    rn = reliabilitas instrumen
                  k = banyaknya butir pertanyaan
                = varians total
                = jumlah varians butir
Menurut Santoso (2000: 280) menyatakan bahwa :
1.   Jika r alpha positif dan r hasil > r tabel, maka butir atau variabel tersebut reliabel.
2.   Jika r alpha positif dan r hasil < r tabel, maka butir atau variabel tersebut tidak reliabel.
3.   Jadi jika r alpha bertanda negatif tetapi > r tabel, maka butir atau variabel tersebut dinyatakan tidak reliabel.

3.9  Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif dan analisis statistik untuk menguji hipotesis yaitu sebagai berikut :
3.9.1  Teknik Analisis Statistik
Dalam penelitian ini teknik analisis yang digunakan peneliti untuk menjawab permasalahan apakah pengaruh pengembangan karir terhadap turnover intentions pada karyawan PT. Aneka Jasa Grhadika di Gresik.
3.9.1.1 Teknik Analisis Regresi Linier
Menurut Algifari (1997: 134) ”Analisis Regresi bertujuan untuk menentukan persamaan regresi yang baik yang dapat digunakan untuk menaksir nilai variabel dependen”. Analisis regresi linier digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh antara variabel bebas pengembangan karir (X) terhadap variabel terikat yaitu turnover intention (Y).
Rumus : Y = a + bX

Dimana :
Y                              :  Variable terikat (turnover intention)
a                               :  Konstanta
b,                              :  Koefisien regresi
variable bebas :
X                                        :  Pengembangan karir
3.9.2.2. Melakukan Uji t
Hasil Uji t ini digunakan untuk menyimpulkan pengaruh masing-masing variabel bebas secara parsial terhadap variabel terikat. Langkah-langkah yang dilakukan dalam Uji t  (uji parsial) ini sebagai berikut :
a.  Memformulasikan hipotesis
     1.  H0 :  = 0 (i = 1)
          Artinya : Variabel  bebas secara parsial memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap variabel terikat.
2.  H1 :  (i = 1)
          Artinya : Variabel bebas secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat
b.  Menentukan taraf signifikansi
     Taraf signifikansi yang digunakan sebesar 95% ().
c.  Menentukan daerah penerimaan dan penolakan H0



 

 

 

Gambar 3.3 Daerah Penerimaan Dan Penolakan H0 Uji t


d.   Menghitung nilai t hitung dengan menggunakan statistika dapat dirumuskan sebagai berikut :
     t =
     Se (bj) = standar deviasi koefisien regresi variabel X, yang dapat diperoleh dengan rumus sebagai berikut :
     Se (bj) =
     Dimana :  bj = Koefisien regresi variabel X membandingkan hasil dari t hitung dan t tabel
e.  Penarikan kesimpulan dengan memanfaatkan print out komputer dengan memperhatikan signifikansi T pada tabel coefficientnya.
          Kriteria yang digunakan untuk menerima atau menolak hipotesis yang telah ditetapkan adalah sebagai berikut :
1.  Jika t hitung lebih besar t tabel atau t hitung lebih kecil t tabel akan nilai probabilitas (sig t) lebih kecil dibanding dengan taraf signifikansi () sebesar 5% maka H0 ditolak dan H1 diterima artinya variabel bebas secara parsial memiliki pengaruh yang signifikan terhadap variabel terikat.
2.  Jika t tabel lebih kecil t hitung atau t hitung lebih kecil t  tabel atau nilai probabilitas (sig t) lebih besar  dibandingkan dengan taraf signifikansi () sebesar 5%, maka  H0 diterima dan H1 ditolak artinya variabel bebas secara parsial memiliki pengaruh  yang tidak signifikan terhadap variabel terikat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar