Minggu, 19 Mei 2013

JURNAL HUKUM



STATUS ANAK ANGKAT DI DALAM MEWARISI KEKAYAAN ORANG- TUANYA MENURUT HUKUM ADAT
Jamal Tarik
Fakultas Hukum -  UNIVERSITAS GRESIK
Abstrak   
Anak angkat dalam hukum adat Jawa memiliki kedudukan yang sama dengan anak kandung mengenai kewarisannya. Kedudukan anak angkat mempunyai hukum yang tetap mengenai hal kewarisannya apabila anak angkat itu telah diakui oleh Pengadilan Tinggi setempat dan dari Hukum Adat masyarakat setempat yang segala sesuatunya pada saat melakukan pengangkatan anak angkat tersebut berhak dalam kewarisan keluarga angkatnya atau tidak sesuai kesepakatan dengan orangtua angkatnya. Akibat hukum ini bagi anak angkat terhadap hukum warisnya adalah anak angkat hanya akan mewarisi harta gono-gini bersama-sama dengan ahli waris lainnya, akan tetapi anak angkat tidak berhak atas harta asal dari orangtua angkatnya, sebab ia juga akan menjadi ahli waris orangtua kandungnya.Metode penelitian ini menggunakan tipe penelitian hukum yuridis normatif sedang bahan hukum yang digunakan adalah hukum primer dan sekunder. Cara pengolahan bahan hukum dilakukan dengan  menggunakan metode diskriptif analisis.
Kata Kunci : Anak angkat, Hukum Adat, Harta Waris
PENDAHULUAN
            Pengangkatan anak oleh keluarga tertentu pada akhirnya mempunyai akibat-akibat yang mungkin terjadi di kemudian hari. Keberadaan anak angkat dalam keluarga memungkinkan adanya ikatan emosional yang tinggi, yang tidak lagi memisahkan antara satu dengan yang lain. Sehingga pada saatnya anak angkat dapat diperhitungkan sebagai orang yang berhak mendapatkan harta orang tua angkat setelah meninggal. Inilah akibat yang dimaksud terjadi di kemudian hari. Berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian ini, bahwa bagaimana hak – hak anak angkat terhadap harta peninggalan orang tua angkatnya? dan apakah hak pewaris anak angkat terhadap orang tua angkatnya dapat dikesampingkan?. Menurut hukum adat Jawa, meskipun dengan pengangkatan anak tidaklah memutuskan hubungan si anak dengan orang tua kandung dan anak angkat tidak pula menjadi anak kandung bagi orang tua angkat, namun anak angkat berhak atas harta warisan dari keduanya yaitu orang tua kandung dan juga dari orang tua angkat.Jenis penelitian ini adalah penelitian hukum normatif. Dengan jenis penelitian ini dimaksudkan untuk menemukan kaidah atau norma hukum yang ada, mengenai kedudukan anak angkat terhadap harta warisan dalam hukum adat Jawa dan Penelitian ini bersifat deskriptif-analitis. Dengan sifat tersebut, maka pada penelitian ini akan digambarkan bagaimana keberadaan anak angkat dalam keluarga berkaitan dengan kedudukannya terhadap harta warisan menurut hukum adat Jawa.
LANDASAN TEORI
Pengertian Anak Angkat
Menurut Undang-Undang RI (UU) Nomor 23 Tahun 2002 (23/2002) tentang Perlindungan Anak, Bab I pasal 1 dinyatakan bahwa : Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan putusan atau penetapan pengadilan.
            Menurut Undang-Undang RI (UU) Nomor 23 Tahun 2002 (23/2002) tentang Pengangkatan Anak (Pasal 39) : Pengangkatan anak hanya dapat dilakukan untuk kepentingan yang terbaik bagi  anak dan  dilakukan berdasarkan adat kebiasaan setempat dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Menurut Peraturan Pemerintah RI Nomor 54 tahun 2007 tentang Pelaksanaan Pengangkatan anak (pasal 1) : Anak angkat adalah anak yang haknya dialihkan dari lingkungan kekuasaan keluarga orang tua, wali yang sah, atau orang lain yang bertanggung jawab atas perawatan, pendidikan, dan membesarkan anak tersebut, ke dalam lingkungan keluarga orang tua angkatnya berdasarkan keputusan atau penetapan pengadilan.
Hukum Adat Waris
Menurut Ter Haar : Hukum warisn adat adalah aturan aturan hokum yang mengatur tentang cara bagaimana dari masa ke masa proses penerusan dan peralihan harta kekayaan yang berwujud dan tidak berwujud dari generasi ke generasi.
Menurut Soepomo : Hukum warisan dan memuat peraturan – paraturan yang mengatur proses meneruskan serta mengoperkan barang – barang harta benda dan barang – barang yang tidak berwujud benda ( In materil Goederen ) dari suatu angkatan manusia ( Generatie ) kepada keturunannya
Cara Mewariskan Harta Kekayaan
Adapun cara mewariskan harta kekayaan kepada anak – anaknya atau kepada keturunannya biasanya sebelum pewaris wafat atau sesudah pewaris wafat
System Pewarisan
System pewarisan sangat dipengaruhi oleh  sifat kekeluargaan. Di dalam masyarakat adat Indonesia, secara teoritis sistem kekerabatan dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu:
1.         Sistem Patrilineal,
2.         Sistem Matrilineal, dan
3.         Sistem Parental atau bilateral.
Ad.1. Sistem Patrilineal adalah sistem kekerabatan yang menarik garis dari Pihak Bapak, maksudnya dalam hal ini setiap orang hanya menarik garis keturunan dari Bapaknya saja. Hal ini mengakibatkan kedudukan pria lebih menonjol pengaruhnya daripada wanita dalam hal mewaris.
Ad.2. Sistem matrilineal adalah sistem kekerabatan yang ditarik dari garis Pihak Ibu. Sehingga dalam hal kewarisan kedudukan wanita lebih menonjol pengaruhnya dari pada garis Bapak. 
Ad.3. Sistem parental/bilateral adalah sistem kekerabatan yang menarik garis keturunan dari kedua belah pihak Bapak dan Ibu, sehingga kedudukan anak laki-laki dan anak perempuan dalam hal mewaris adalah seimbang dan sama.
System kewarisan yang ada di Indonesia yaitu :
1.    System kewarisan Individual,
2.    System kewarisan Kolektif, dan
3.    System kewarisanMayorat
Ad 1. Sistem kewarisan individual merupakan sistem kewarisan di mana para ahli waris mewarisi secara perorangan atau masing-masing orang mempunyai hak sendiri-sendiri.
Ad 2. Sistem kewarisan kolektif adalah sistem kewarisan di mana para ahli waris secara kolektif atau bersama-sama mewarisi harta peninggalan yang tidak dapat dibagi-bagi pemilikannya kepada masing-masing ahli waris.
Ad 3. Adapun system kewarisan mayorat adalah system kewarisan di mana seorang ahli waris dapat mewarisi harta peninggalan pewaris sepenuhnya. Artinya bahwa mayorat laki-laki, yaitu apabila anak laki-laki tertua pada saat pewaris meninggal atau anak laki-laki sulung atau keturunan laki-laki merupakan ahli waris tunggal. Sedang mayorat perempuan, yaitu apabila anak perempuan tertua pada saat pewaris meninggal, adalah ahli waris tunggal
Harta Warisan
Harta warisan dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
a.    Harta pusaka, yaitu suatu benda yang tergolong kekayaan di mana benda tersebut dianggap mempunyai kekuatan magis,
b.    Harta bawaan, yaitu sejumlah harta kekayaan yang dibawa oleh (calon) isteri pada saat pelaksanaan perkawinan, atau sesan,
c.    Harta pencaharian atau disebut juga harta gono-gini, yaitu harta yang diperoleh oleh suami-isteri dalam ikatan perkawinan, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri,
d.   Harta yang berasal dari pemberian seseorang, kepada suami atau  isteri maupun kepada kedua-duanya.
Adapun yang dimaksud harta warisan menurut hokum adat, adalah apa yang pada hakekatnya beralih dari tangan yang wafat kepada para ahli waris ialah barang-barang tinggalan dalam keadaan bersih, artinya setelah dikurangi dengan pembayaran hutang-hutang dari si peninggal warisan. Dan dengan pembayaran-pembayaran lain yang diakibatkan oleh wafatnya si peninggal warisan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan pengamatan dari hasil penelitian bahwa masyarakat di daerah Kecamatan Cermee dan kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso yang sebagian besar beragama Islam, kenyataannya tidak tunduk pada hukum Islam khususnya pada hukum waris, namun mereka masih tunduk pada hukum adat tentang warisan.
Adapun pembagian warisan menurut hukum yang berlaku pada masyarakat pada umumnya dapat dilihat dari tabel berikut ini :
TABEL I
Hukum Waris Anak Angkat
Macam – MacamHukum
50
50
Jumlah
HukumAdat
50
50
100
Hukum Islam
35
40
75
Hukum Lain
15
10
25
           Dari data diatas, sesuai dengan dari hasil penelitian yang penulis  peroleh terhadap 100 responden dari 2Desa di wilayah kecamatan Cermee  dan Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso, yang mana sebagian besar dari masyarakatnya beragama Islam, semuanya mengatakan bahwa pada umumnya dalam hal pewarisan mereka masih mempergunakan ketentuan menurut hukum adat tentang anak angkat.
Hal ini dikarenakan bahwa masyarakat di Jawa khususnya di wilayah Kecamatan Cermee dan kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso belum bisa menerima ketentuan hukum Islam tersebut kedalam adat mereka atau menyimpang dari ajaran Islam walaupun mereka beragama Islam, karena ajaran agama Islam tidak mengakui adanya lembaga pengangkatan anak.
Sebagaimana telah dijelaskan dimuka, bahwa anak angkat dikalangan masyarakat Jawa, pada umumnya tidak  mendapatkan kedudukan hukum sebagai anak kandung terhadap orang tua angkatnya, tetapi anak angkat hanya mendapatkan kedudukan hukum sebagai anggota keluarga dari orang tua angkatnya. Dari hasil wawancara dengan Bapak Tori (tokoh masyarakat) dapat disimpulkan sebagai berikut :
a.         Anak angkat sebagai anggota keluarga orang tua angkatnya, di dalampewarisan pada umumnya berhak mewarisi harta gono – gini dari orang tua angkatnya, sedang terhadap barang asal maupun barang pusaka orang tua angkatnya, ia berhak mewarisi.
b.        Apabila harta kekayaan orang tua angkatnya yang diwariskan kepada anak angkatnya, berupa harta gono – gini tetapi tidak mencukupi  nafkah hidup anak angkat tersebut, maka anak angkat dapat meminta bagian yang dianggap pantas asal harta orang tua angkatnya.
TABEL II
Hukum Waris Anak Angkat Sebagai Pewaris Tunggal

Macam – Macam Harta
50
50
Jumlah
Harta Asal
35
20
35
Harta Gono-Gini
15
30
65
           Setelah penulis mengadakan penelitian terhadap masing-masing 50 responden dari 2 Desa yaitu desa Bercak Asri kecamatan Cermee dan desa Prajekan Lor Kecamatan Prajekan mereka semua mengatakan bahwa hak – hak anak angkat dalam mewaris adalah sama dengan anak kandung dalam hal ia mendapatkan warisan harta asal orang tua angkatnya. Apabila anak angkat berkedudukan sebagai pewaris tunggal tanpa adanya anak kandung, maka penguasaan harta peninggalan langsung pada anak angkat, baik itu harta asal maupun harta gono – gini. Dan para kerabat baik dari orang tua laki – laki maupun dari orang perempuan tidak ada yang menuntut kembalinya harta asal apabila anak angkat tersebut pada waktu pengangkatannya dikuatkan melalui Pengadikan Negeri.
Sedangkan menurut teori hubungan antara anak angkat dengan orang tua angkatnya merupakan hubungan yang istimewa, hal ini dapat kita lihat kedudukan anak angkat sebagai ahli waris yang hanya mempunyai hak terhadap harta orang tua angkatnya saja, tidak meliputi  harta dari anggota kerabat dari orang tua yang mengangkatnya, tidak seperti anak kandung yang mempunyai hubungan erat dengan anggota kerabat yang lain, yang mempunyai hak terhadap harta peninggalan dari keturunan di atasnya ataupun derajad menyamping inilah keistimewaan dari hubungan yang timbul dengan adanya pengangkatan anak.

TABEL III
Alasan Pengangkatan Anak
Macam – Macam Alasan
50
50
Jumlah
Tidak Punya Keturunan
15
5
20
Ingin Anak Laki-Laki
10
5
15
Dari 100 responden yang melakukan pengangkatan anak terdapat 7 lain tidak mempunyai keturunan Laki - Laki, sebab keturunannya perempuan semua, berdasarkan belas kasihan dan responden lainnya melakukan pengangkatan anak dengan motivasi karena memang benar – benar tidak mempunyai anak sama sekali untuk meneruskan keturunannya.
Menurut para orang tua angkat mengatakan, bahwa bila mereka sudah berani mengangkat anak, maka sudah merupakan tanggung jawab  mereka untuk memelihara, mendidik, mementaskan serta mengawinkan anak angkat tersebut.
Dengan mengangkat anak, hubungan hukum antara anak angkat dengan orang  tua kandungnya tersebut tidak terputus kecuali bila anak angkat tersebut diambil dari panti asuhan atau rumah sakit, maka hubungan hukum antara anak angkat dengan orang tua kandungnya tersebur akan terputus.
TABEL IV
Asal - Usul Anak Angkat
Asal - Usul
50
50
Jumlah
Dari KeluargaDekat
35
39
74
Dari pihak lain(RS, panti asuhan, Orang lain)
15
11
26
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan terhadap 100 responden yang melakukan pengangkatan anak terdapat 74 orang yang mengambil anak untuk dijadikan anak angkatnya yang berasal dari keluarga dekat, dan selebihnya  mengangkat anak dari luar keluarganya sendiri.
Kedudukan anak angkat yang bersama –sama mewaris dengan 3 anak kandung Laki - Laki, hal ini terjadi di Desa Bercak Asri Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso dimana antara anak angkat dan anak kandung tidak dibedakan dalam hal mawaris terhadap harta asal maupun harta gono-gini orang tua angkatnya. Dalam pembagiaannya dibagi sama rata antara anak angkat dan anak kandung. Dan anak kandung tidak menuntut lagi terhadap bagian anak angkat.
Jadi pembagian harta yang diberikan kepada anak angkat tidak dibedakan antara harta asal maupun harta gogo-gini, hal ini dikarenakan adanya ikatan batin antara anak angkat dan anak kandung serta orang tua angkat dan menganggap anak angkat sebagai saudara kandung sendiri.
Pembagian harta peninggalan diantara para ahli waris dilakukan dengan penuh suasana kerukunan yang semakin mempererat rasa kekeluargaan dan merupakan salah satu cirri – cirri dari hukum adat. Dengan adanya cara pembagian warisan seperti  ini maka menurut hemat penulis pemberian bagian yang berupa harta asal orang tua kepada anak angkat adalah dimungkinkan asalkan kesepakatan dari mereka yang bersangkutan / yang berhak.
Hak Mewaris Anak Angkat Terhadap Orang Tua Angkatnya
Dalam pelaksanaannya pembagian harta warisan pada umumnya tidaklah
dilakukan secara formal, melainkan dengan jalan musyawarah dan disaksikan oleh pejabat Desa / Kelurahan, sesuai dengan hasil penelitian terhadap 100 responden dari 2 Desa wilayah Kecamatan  Cermee Desa Bercak Asri dan desa PrajekanLor Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso, maka pelaksanaan pelbagai pembagian tersebut dilaksanakan bersadarkantatacara yang telah menjadi kebiasaan turun – temurun dalam masyarakat.
Dalam kenyataan, pelaksanaan pembagian harta warisan yang paling banyak dilakukan adalah menurut hukum adat.
Seperti yang telah ditentukan oleh Mahkamah Agung dengan keputusannya tanggal 15 Juli 1959, No. 182K/Sip/1959 yang berbungi : “ Anak angkat berhak mewarisi harta harta peninggalan orang tua angkatnya yang tidak merupakan harta yang diwarisi orang tua angkat tersebut “. Maka dari keputusan Mahkamah Agung tersebut dapatlah disimpulkan bahwa anak angkat berhak mewarisi harta gono – gini orang tua angkatnya, yang berarti tidak mewaris harta asal dari orang tua angkatnya.
Demikian pula dengan harta pusaka bahwa anak angkat tersebut tidak mendapatkan warisan dari harta pusaka orang tua angkatnya. Hal ini sesuai dengan putusan Mahkamah Agung tanggal 24 Mei 1958 No. 82 / Sip/ 1957 yang menyatakan : “ Anak Angkat ( kukut ) tidak berhak mewarisi barang – barang pusaka, barang - barang ini kembali pada waris keturunan darah”.
Di dalam praktek yang dapat dilihat dalam masyarakat di wilayah Kecamatan Cermee dan kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso tidak semua Keputusan Mahkamah Agung itu dilaksanakan.  Meskipun keputusan tersebut berdasarkan kepada sumber hukum yang dapat dijadikan pegangan atau pedoman para penegak hukum di dalam memecahkan masalah yang timbul di dalam masyarakat.
Kemungkinan  hilangnya hak waris seorang hak waris atas harta kekayaan pewaris menurut hukum adat pada umumnya adalah dikarenakan perbuatan seorang waris tersebut yang bertentangan dengan hukum adat.
Tetapi berdasarkan data yang penulis peroleh dari 100 responden pada 2
Desa di wilayah Kecamatan Cermee dan Kecamatan Prajekan Kabupaten Bondowoso, kesemuanya mengatakan bahwa apabila ahli waris tersebut melakukan perbuatan  yang bertentangan dengan hukum adat ia tidak akan mendapat bagian dari harta kekayaan orang tuanya.
Demikian pula dengan anak angkat, bila anak angkat melakukan suatu perbuatan yang tidak wajar atau tidak pantas, maka ia tidak akan mendapatkan suatu bagian dari harta kekayaan orang tua angkatnya, tetapi apabila kemudian ia merubah sikapnya dan orang tua angkatnya telah mengampuni perbuatan tersebut,
maka ia akan  mendapat  bagian dari harta kekayaan orang tua angkatnya.
Bagi anak angkat yang tidak mendapatkan harta warisan sama sekali dari harta peninggalan orang tua angkatnya, menurut penelitian yang penulis peroleh ada beberapa macam alasan, yaitu sebagai berikut :
1.    Karena memang tidak ada harta yang hendak di bagikan.
2.    Terjadinya penyimpangan – penyimpangan yang dilakukan oleh anak angkat dalam menjalankan hak dan kewajibannya, demikian pula bilaanak angkat mendurhakai kepada kedua orang tua angkat dan hendak membunuhnya, atau boros dan merugikan orang tua angkatnya.
Dari hasil wawancara dengan Bapak --------- selaku Kepala Desa Bercak AsriKecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso disimpulkan :
1.    Anak angkat baru mendapatkan atau berhak mewaris harta gono – gini orang tua angkatnya bila ia mempunyai bukti yang sah dari Pengadilan Negeri.
2.    Anak yang demikian akan menerima bagian warisan terhadap harta gono – gini orang tua angkatnya sama besar dengan anak kandung.
3.    Anak angkat yang mempunyai bukti yang sah tidak dapat mewaris harta asal orang tua angkatnya.
4.    Apabila orang tua angkat tidak mermpunyai anak kandung maka harta gono – gini tidak jatuh mutlak kepada anak angkat melainkan anak angkat mendapat separoh bagian, sedangkan yang separoh bagian jatuh kepada saudara pewaris.
Jadi dengan demikian dapatlah disimpulkan  bahwa hak mewaris anak angkat terhadap orang tua angkatnya dapat dikesampingkan karena perbuatan anak
angkat mendurhakai sebagaimana teersebut di atas terhadap orang tua angkatnya dan putusnya hubungan tersebut memungkinkan hilangnya hak anak angkat untuk mewaris harta kekayaan orang tua angkatnya baik seluruhnya, sebagian atau tidak sama sekali, sangatlah bergantung pada budi pekerti atau tingkah laku sehari – hari dari ahli warisnya ( anak angkat ) tersebut.
PENUTUP 
            Setelah melakukan penelitian di desa Prajekan Lor Kecamatan Prajekan dan desa Bercak Asri Kecamatan Cermee Kabupaten Bondowoso, maka dapat disimpulkan bahwa :
Pengangkatan anak bertujuan untuk menolong atau sekedar meringankan beban hidup bagi orang tua kandung, pengangkatan anak juga sering dilakukan dengan tujuan untuk meneruskan keturunan bilamana dalam suatu perkawinan tidak memperoleh keturunan. Ada pula yang bertujuan sebagai pancingan artinya dengan mengangkat anak, keluarga tersebut akan dikaruniai anak kandung sendiri. Disamping itu ada yang disebabkan oleh rasa belas kasihan terhadap anak yang menjadi yatim piatu atau disebabkan oleh keadaan orang tuanya yang tidak mampu untuk memberi nafkah.
Anak angkat dalam hukum adat Jawa memiliki kedudukan yang sama dengan anak kandung mengenai kewarisannya yaitu berhak mewaris harta gono – gini orang tua angkatnya bila ia mempunyai bukti  yang sah dari Pengadilan Negeri,anak angkat yang mempunyai bukti yang sah tidak dapat mewaris harta asal orang tua angkatnya, apabila orang tua angkat tidak mermpunyai anak kandung maka harta gono – gini tidak jatuh mutlak kepada anak angkat melainkan anak angkat mendapat separoh bagian, sedangkan yang separoh bagian jatuh kepada saudara pewaris.
DAFTAR PUSTAKA
BastianTafal, Pengangkatan Anak menurut Hukum Adat Serta Akibat Hukumnya   Dikemudian Hari, Penerbit rajawali, Jakarta
Bushar Muhammad, Pokok – Pokok Hukum Adat, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1985.
H. Abdurrahman, Kompilasi hukum Islam, Akamedikapressindo, Jakarta 2007
Hilman Hadikusuma, Hukum Perkawinan Adat, Penerbit Alumni, Bandung, 1983.
Hilman Hadikusuma, Hukum Waris Adat, Penerbit alumni, Bandung, 1983.
Imam sudiyat, Hukum Adat Sketsa Azas, Penerbit Liberty, Yogyakarta, 1981.
Muderis Zaini, Adopsi, Penerbit PT. Bina Aksara, Jakarta, 1985.
Soepomo, Bab – Bab Tentang Hukum Adat, Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta, 1987.
SoerojoWignyodipoero, Pengantar Dan Azas – Azas Hukum Adat, Penerbit PT. Gunung Agung, Jakarta, 1984.
Terhaar, Azas – Azas Hukum Adat, Penerbit Pradaya Paramita, Jakarta, 1981.
WirjonoPradjodikoro, Hukum Warisan Di Indonesia, Penerbit Sumur, Bandung, 1983.
Peraturan Perundang – Undangan :
-          Undang – Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
-          Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2007 tentang Pengangkatan Anak